SEJARAH PERADABAN DAN PEMBAHARUAN ISLAM PERANANAL-JAM’IYATUL WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN DI SUMATERA UTARA (MEDAN), NUR LAELA
SEJARAH
PERADABAN DAN PEMBAHARUAN ISLAM
PERANANAL-JAM’IYATUL
WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN
DI
SUMATERA UTARA (MEDAN)
Dosen
Pengampu,
Dr. H.
Ulil Amri Syafri, Lc.MA
Dr. Anung
Al-Hamat, Lc, M.Pd.I
Disusun
Oleh:
Nurlaelah
NPM: 182101011907
UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
MAGISTER PENDIDIKAN ISLAM
1440 H / 2019 M
KATA PENGANTAR
Segala
puji hanya milik Allah SWT, Rabb semesta alam, hanya kepada-Nya kita menyembah,
mengabdi, dan meminta pertolongan.
Berkat
limpahan rahmat, taufik, serta inayah-Nya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “PerananAl-Jam’iyatul Wahliyah Dalam
PendidikanDi Sumatera Utara (Medan)” yang sederhana ini. Shalawat dan salam
semoga tercurahkan kepada Rasulullah `, yang telah menerangi jiwa manusia
dengan pengajaran risalah Islamiyah agar selamat dari keterpurukan ruhani,
duniawi, dan ukhrawi.
Maksud
dan tujuan dari penyusunan makalah diperuntukan untuk memenuhi tuagas mata
kuliah Sejarah Peradaban Islam serta merupakan bentuk langsung tanggung jawab
penyusun pada tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, penyusun juga ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen Mata Kuliah Peradaban Islam Dr. Anung Yang telah mempercayai penulis
untuk penyusunan makalah ini.
Demikianlah pengantar yang dapat disampaikan,
penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Alloh semata. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan senantiasa penyusun terima sebagai upaya evaluasi perbaikan
dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya penyusun hanya bisa berharap, bahwa
dibalik ketidak kesempurnaan penyusunan makalah ini, semoga Allah SWT
mencurahkan mutiara hikmah sebagai pembendaharan khazanah Islam yang dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penyusun, dan umumnya bagi pembaca, dan
seluruh Mahasiswa Pascasarjana Ibn Khaldun (UIKA).
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR
ISI........................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Masalah...............................................................................................1
B. Rumusan
Masalah
......................................................................................................
4
C. Tujuan
Penulisan.........................................................................................................
4
D. Metode
Penulisan.......................................................................................................
4
BAB II PERANAN AL-JAM’IYATUL WASHLYAH DALAM
PENDIDIKAN DI SUMATERA (MEDAN)
A. VISI DAN MISI AL-JAM’ITUL
WASHLIYAH................…………………………………………………5
B. ULAMA-ULAMA
AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH .......................................................
….8
C.PENDIDIKAN
AL-JAM’IYATUL WASHLIYAH ...............................................................13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
........................................................................
……………………………………25
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................. 26
BAB I
PENDAHULUAN
A. latar Belakang Masalah
Banyak yang tidak mengenal Al Jam’iyatul Washliyah, tidak seperti NU atau
Muhammadiyah di jawa.tarikh 30 Nopember
1930 di Medan, Sumatera Utara. Organisani ini lahir dari sebuah perhimpunan
pelajar yang bernama Debating Club. Organisasi ini lahir di Indonesia di
bawah kekuasaan kolonial Belanda yang ingin mengekalkan kekuasaannya di Indonesia
dan tidak ingin melihat kekuatan bangsa Indonesia dan umat Islam bersatu.
Belanda menerapkan siasat politik memecah belah yang dikenal sebagai divide
et impera.[1]
Upaya memecah belah rakyat terus merasuk hingga ke sendi-sendi agama Islam.
Umat Islam saat itu dapat dipecah-belah hanya kerana perbedaan pandangan dalam
hal ibadah dan cabang dari agama (furu‘iyah). Keadaan ini terus
meruncing, hingga umat Islam terbahagi menjadi dua kelompok yang disebut dengan
kaum tua dan kaum muda. Perbedaan fahaman di bidang agama ini semakin hari
semakin tajam dan sampai pada tingkat meresahkan karena berpotensi terputusnya
silaturahmi. Hal ini tentu saja meresahkan karena akan merusak persatuan dan
kesatuan masyarakat.
Perbedaan pendapat antara kaum tua dengan kaum muda
tentang masalah ibadah terus
meruncing. Belum lagi datangnya beberapa pimpinan-pimpinan pergerakan dari
Jawa ke Medan maupun pimpinan pergerakan nasional yang berdasar Islam.[2]
Inilah yang melatarbelakangi para pelajar yang menimba ilmu di Maktab Islamiyah
Tapanuli Jalan Hindu Medan dan Maktab al-Hasaniyah Jalan Puri Medan untuk
menyatukan perbedaan pendapat yang terjadi di tengah-tengah masyarakat umat
Islam dengan mendirikan perkumpulan pelajar pada tahun 1928, yang diberi nama Debating
Club.Musyawarah dan diskusi di Debating Club mencapai puncaknya pada
bulan Oktober 1930. Pada saat itu diadakan pertemuan di rumah Yusuf Ahmad
Lubis, di Glugur, Medan. Pertemuan itu dipimpin oleh Abdur Rahman Syihab dan
dihadiri oleh Yusuf Ahmad Lubis, Adnan Nur, M. Isa dan beberapa pelajar lainnya.
Dalam pertemuan itu, agenda yang dibincangkan adalah bagaimana cara memperbesar
perhimpunan Debating Club menjadi sebuah perhimpunan yang lebih luas
lagi. Setelah berunding, akhirnya disepakati pelaksanaan pertemuan yang lebih
besar yang akan diadakan pada tanggal 26 Oktober 1930, bertempat di Maktab
Islamiyah Tapanuli Medan. Pertemuan itu dihadiri para ulama, guru-guru, pelajar
dan pemimpin Islam di kota Medan dan
sekitarnya. Pertemuan ini dipimpin oleh Ismail Banda. Akhir dari acara ini
menghasilkan rencana pertemuan/perkumpulan yang lebih besar bertujuan
memajukan, mementingkan dan menambah tersiarnya agama Islam.[3] Syaikh H. Muhammad Yunus diminta untuk
memberi nama organisasi tersebut.
Setelah salat dua rakaat dan berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT. ia
mengatakan, “Menurut saya kita namakan saja perkumpulan itu dengan Al
Jam’iyatul Washliyah. Seluruh peserta menyetujuinya dan resmilah organisasi ini
berdiri pada tanggal 30 Nopember 1930 dengan nama Al Jam’iyatul Washliyah, yang
artinya ialah “perhimpunan yang memperhubungkan dan mempertalikan.”[4]
Terjadinya kebangkitkan
pendidikan Islam di Indonesia ditandai dengan lahirnya beberapa organisasi
Islam, seperti Muhammadiyah (1912) di Yogyakarta, dan diikuti oleh beberapa organisasi
lain, seperti Persyarikatan Ulama (1915) di Majalengka, Persatuan Islam (1923)
di Bandung, Nahdlatul Ulama (1926) di Surabaya, dan Al Jam’iyatul Washliyah
(1930) di Medan.Dalam sejarah Sumatera Utara menjelang kemerdekaan, ulama Al
Jam’iyatul Washliyah adalah orang-orang yang sangat menonjol dalam
memperjuangkan Islam, baik dalam bidang pendidikan, dakwah, sosial maupun
politik.Al Jam’iyatul Washliyah, merupakan organisasi Islam yang lahir dan
berkembang di Sumatera Utara, berpengaruh sangat besar terhadap kehidupan
masyarakat khususnya umat Islam. Pembaharuan yang di lakukan oleh Al-Washliyah
khususnya dalam bidang pendidikan dengan mengadakan program-program pendidikan
dari sejak usia dini sampai perguruan tinggi merupakan wujud dari kecintaan terhadap
tanah air dan ingin mandiri terbebas dari penjajahan.
Berdasarkan
letak geografis, posisi Al Jam’iyatul Washliyah yang lahir dan berkembang di
Sumatera Utara tidak begitu mendapatkan sorotan yang luas dari para peneliti
baik domestik maupun mancanegera.
Hal ini
berakibat tidak banyaknya penelitian maupun tulisan yang mengulas tentang
bagaimana pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah dan reproduksi ulamanya di
Sumatera Utara, berbeda dengan organisasi Islam lainnya, seperti Nahdlatul
Ulama dan Muhammadiyah.Organisasi yang lahir dan besar di pulau Jawa ini jauh
lebih dikenal oleh para sarjana dan peneliti, dengan akses yang mudah maka
berbagai informasi banyak didapatkan. Namun jarang sekali ada penelitian yang
mengkaji tentang Al Jam’iyatul Washliyah, kecenderungan para peneliti ini
mengakibatkan peran organisasi Al Jam’iyatul Washliyah dan beberapa organisasi
lain menjadi sangat dimarjinalkan. Padahal organisasi ini telah ikut memberikan
kontribusi bagi peradaban Nusantara dan bangsa Indonesia khususnya.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka ada beberapa masalah
yang dibahas dalam penelitian ini, masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai
berikut: 1. Apa visi dan misi lembaga pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah ?
2. Bagaimana aktivitas ulama Al Jam’iyatul Washliyah
dan relevansinya di tengah masyarakat?
3. Bagaiman peranan
Al-Jam’iyatul Washliyah dalam
pendidikan di Sumatera Utara (Medan)?
D. Tujuan
Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang
telah dipaparkan di atas, maka penelitian ini mencari dan memetakan tradisi
keulamaan Al Jam’iyatul Washliyah Sumatera Utara. Secara rincinya penelitian
ini bertujuan:
1. Untuk
mengetahui visi dan misi lembaga pendidikan Al Jam’iyatul Washliyah
2. Untuk mengetahui aktivitas ulama Al Jam’iyatul
Washliyah dan relevansinya di tengah masyarakat.
3. Untuk mengetahui peranan Al-Jam’iyatul Washliyah
dalam pendidikan di Sumatera (Medan)?
3. Metode
Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode sejarah, yakni menganalisis secara kritis sumber-sumber sejarah
(tertulis atau lainnya) dan menuliskan hasilnya berdasarkan fakta yang telah
diperoleh, selanjutnya disebut dengan historiografi.
Historiografi adalah rangkaian terakhir dari proses
penelitian sejarah mulai dari heuristik, kritik dan interpretasi dalam rangka
menetapkan makna yang saling berhubungan, semua itu disajikan dalam bentuk
historiografi.[5]Penelitian
ini menggunakan pendekatan sejarah sosial, yaitu sejarah yang mengambil fakta
sosial/masyarakat sebagai bahan kajian.Penelitian ini juga tidak terlepas dari
ruang lingkup perkembangan agama Islam di Sumatera Utara.
BAB II
PERANAN AL-JAM’IYATUL
WASHLIYAH DALAM PENDIDIKAN
DI
SUMATERA (MEDAN)
A.
Visi dan Misi Al-Jam’iyatul Washliyah
Organisasi
Al Washliyah memiliki tujuan antara lain adalah melaksanakan tuntutan agama
Islam sekuat tenaga. Tujuan ini juga diungkapkan dalam baiat yang diikrarkan
seseorang ketika ia dilantik menjadipengurus Al Washliyah. Melihat dari tujuan
tersebut, kegiatan Al Washliyah tidak akan ada henti-hentinya untuk
memperjuangkan agar ajaran Islam dapat dilaksanakan secara sempurna, baik untuk
individu maupun masyarakat. Tuntutan Islam itu antara lain adalah melaksanakan ajaran
Islam secara menyeluruh. Hal tersebut menjadi dasar dalam pelaksanakan perjuangan
Al-Washliyah.
Di
samping tujuan Al Washliyah juga mempunyai visi dan misi. Dari uraian
Muqaddimah Anggaran Dasar Al Washliyah dapat dijelaskan, sebagai organisasi
kemasyarakatan yang independen senantiasa menjalankan kiprahnya secara aktif, khususnya
dalam peran moderasi (washal) bagi perjalanan bangsa dan mengembangkan
masyarakat, baik dalam memperjuangkan kemerdekaan, mempertahankan, mengisi dan
mereformasinya menuju Indonesia baru. Dalam bidang iktikad, Al Washliyah
menganut mazhab Ahlussunnahwaljamaah dan dalam mazhab fikih menganut mazhab
Syâfi‘i, dan menitik beratkan usahanya dalam bidang pendidikan, ukhwah
islamiyah dan amal sosial.[6]Ketiga
hal ini menjadi jalan dakwah bagi Al- Washliyah dan sangat di rasakan dampaknya
oleh masyarakat Sumatera.
Dalam
aplikasinya, misi Al Washliyah dalam melakukan kegiatan-kegiatan berikut.Dalam
lapangan politik ikut sertmenentukan arah perkembangan bangsa. Di bidang agama,
Al Washliyah turut membangun rumah-rumah ibadah, sekolah dan panti asuhan,
melakukan tabligh, mengadakan pengajianpengajian majlis taklim, membuat
penerbitan buku dan majalah, perpustakaan, penyiaran Islam di kalangan umat
yang belum beragama,
menggiatkan
amal ibadah dan amal saleh, menghidupkan kegiatan ibadah sehari-hari,
menegakkan akhlak mulia, mempersubur ukhwah Islamiyah. Sedangkan dalam bidang
ekonomi, Al Washliyah menggerakkan usaha anggota untuk memberdayakan umat.Dalam
menghadapi era globalisasi dan menjelang perdagangan bebas abad 21, Al
Washliyah harus mempersiapkan diri dengan wajah dan gairah baru untuk ikut
membangun suatu peradaban baru yang disebut “masyarakat madani.”
Sebagaimana
diketahui bahwa motivasi terbesar pendirian Al Washliyah adalah ingin
mewashilahkan atau menghubungkan manusia dengan Tuhannya dan menghubungkan
manusia dengan manusia.Banyak ayat Alquran yang menganjurkan agar manusia
menjaga hubungan baik antara dirinya dengan Tuhannya yang dikenal dengan habl
minallâh dan hubungan dengan sesama manusia yang disebut habl min al-nâs,
sesuai dengan firman Allah SWT.Realisasi hubungan dengan Allah telah banyak
dilaksanakan Al Washliyah, di antaranya membangun masjid binaan Al Washliyah.
Masjid Al Washliyah tidak memiliki ciri khusus seperti Muhammadiyah yang
memiliki kekhususan nama yaitu Masjid Taqwa sehingga orang tahu bahwa masjid itu
adalah masjid Muhammadiyah.
Selain
itu, dilakukan berbagai kegiatan yang bersifat ibadahdisponsori oleh Al
Washliyah.Dalam hubungan dengan manusia, direalisasikan Al Washliyah dengan
melakukan berbagai kegiatan di bidang pendidikan, dakwah dan amal esame.Dengan
kegiatan itu, terbinalah hubungan baik yang abadi antara satu dengan lainnya.
Khususnya hubungan sesame Muslim yang dikenal dengan ukhwah Islamiyah,
Al
Washliyah banyak melakukan kegiatan-kegiatan melalui berbagai sarana, antara
lain dengan saling berkunjung, mengadakan acara bersama saling mendukung dalam
visi yang sama dengan organisasi lain, dan suatu ciri Al Washliyah yang perlu diperhatikan
adalah anggotanya tidak menampilkan dirinya secara eksklusif.
B. Ulama-ulama Al-Jam’iyatul Washliyah
1.
Syeikh H. Muhammad Yunus
Syeikh
H. Muhammad Yunus rahimahullah dilahirkan di Perkampungan Pecukaian
Binjai, Sumatra Utara pada tahun 1889. Beliau berasal dari Gunung Beringin
Kecamatan Penyabungan Kabupaten Mandailing Natal (Madina). Ayahnya bernama H.
Muhammad Arsyad. Pelajaran awal beliau dapatkan di kota Binjai. Selanjutnya
beliau menimba ilmu dari Syeikh H. Abdul Muthalib di Titi Gantung Binjai dan
ilmu fikeh dan mantik dari Syeikh H. Abdul Wahab Rokan Naqsyabandi di perguruan
Babussalam Langkat. Beliau juga menimba ilmu dari Syeikh Muhammad Idris Patani
di Negeri Kedah, dan Syeikh Jalaluddin Patani serta Syeikh Abdul Majid di Kuala
Muda Pulau Pinang, Malaysia. Beliau
kemudian melanjutkan pembelajarannya ke Makkah, Saudi Arabia dan berguru kepada
Syeikh Abdurrahman, Syeikh Abdul Qadir Mandili dan Syeikh Abdul Hamid. Setelah
menamatkan pelajarannya dan sebelum pulang ke tanah air beliau sempat mengajar
di Maktab Sultiah Mekkah. [7]
Sekembalinya
di tanah air beliau menyumbangkan tenaga dan pikirannya di Maktab Islamiyah
Tapanuli Medan, Sumatera Utara. Menjadi guru besar di madrasah tersebut. Maktab
tersebut merupakan madrasah tertua di Sumatra Timur (sekarang menjadi Sumatera
Utara). Beliau membina murid-muridnya untuk menjalin persatuan tanpa membedakan
suku dan etnis dan tingkat kebangsawanan. Di antara murid-murid beliau yang
terkenal adalah H. Abdul Rahman Syihab, H. Baharuddin Ali, OK. H. Abdul Aziz,
H. Ismail Banda, dan Abdul Wahab.
Salah
satu persatuan pelajar yang dibentuk oleh beliau adalah “Debating Club”. Dari
persatuan inilah kemudian diusulkan satu pertubuhan yang diberinama
“al-Jam`iyyatul al-Washliyyah” yang maksudnya “perhimpunan yang menghubungkan”
yang didirikan pada tahun 1930.
2.
Syeikh Hasan Maksum
Beliau
merupakan seorang ulama besar yang banyak berjasa di tengah-tengah kaum
muslimin. Nama beliau adalah Hasanuddin putra dari Syeikh Muhammad Maksum yang
dilahirkan pada tahun 1884 di Labuhan Deli Medan. Pada umur sepuluh tahun
beliau belajar sekolah Inggris sampai kelas tiga. Kemudian dikirim oleh kedua
orangtuanya ke Mekkah untuk memperdalam pendidikan agama Islam.[8]
Pada
usia masih muda sekitar dua puluh tahun beliau sudah berkahwin. kemudian beliau
belajar kembali ke Mekkah dan Madinah selama delapan tahun. Pada tahun 1916
beliau pulang dari Saudi Arabia, beliau menggantikan jabatan orangtuanya
sebagai qadi di Kesultanan Deli.
Di
dalam organisasi Al Washliyah beliau banyak berjasa karena tak henti-hentinya
memberikan dorongan dan bimbingan kepada pengurus Al Washliyah di antara
pimpinan dan ulama Al Washliyah yang menjadi muridnya adalah Syekh H.Muhammad
Arsyad Thalib Lubis. Pada pergantian pengurus bulan Juli 1931, beliau diangkat
menjadi penasehat organisasi ini.
1.
Syeikh H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis
Beliau
merupakan seorang ulama yang sangat terkenal di zamannya, ia memiliki ilmu
pengetahuan yang sangat luas. Banyak buku-buku yang ditulisnya sebagai buku
wajib di Perguruan Tinggi Agama Islam dan Madrasah.
Syeikh
H. Muhammad Arsyad Thalib Lubis dilahirkan pada bulan Oktober 1908 di Stabat,
kabupaten Langkat Sumatra Utara, ia berasal dari Mandailing Kampung Tambangan
Kecamatan kota Nopan. Setelah tamat di sekolah rakyat dan Madrasah Ibtidiyah di
Stabat tahun 1923 melanjutkan pendidikannya di Madrasah Ulumul Arabiah di
Tanjung Balai.
Dari
tahun 1925 s/d 1930 belajar di Madrasah Al-Hasamah di Medan dan selanjutnya memperdalam
ilmu tafsir, al-Quran, Hadist dan Ushul Fikeh kepada Tuan Syeikh Hasan Maksum.
Sejak
berdirinya Al Washliyah beliau tetap menjadi anggota pengurus besar organisasi
sampai tahun 1956. Sejak 1945 ketika Majelis Islam Tinggi dihimpun menjadi
Parti Islam Marsyumi, beliau telah berulang-ulang menjadi pimpinan wilayah dan
menjadi ahli Majelis Syuro Masyumi pusat (1953-1954).
Antara
tarikh 12 Oktober 1928 hingga November 1956, beliau diutus oleh pemerintahan
Indonesia untuk meninjau Uni soviet (Rusia), mengunjungi Tajikistan, Samarkand,
Moskow, Peking, Ragoon dan Bangkok.
Diantara kitab-kitab dan karya beliau terdapat
buku populer seperti: Rahasia Bibel, Pemimpin Islam dan Kristen, Ruh Islam,
Tuntunan Perang Sabil, Ilmu Pembagian Pusaka, Imam Mahdi. Disamping sebagai
guru besar pada Universitas Al-Washliyah (UNIVA) Medan, beliau juga menjadi
pensyarah di UISU hingga tahun 1972. Beliau meninggal pada tarikh 7 hb Juli
1972 di kota Medan.
2.
H. Abdurrahman Syihab
H.
Abdurrahman Syihab adalah seorang pendiri Al Jam’iyatul Washliyah, beliau juga
seorang ulama yang banyak memberikan pengajaran ke berbagai pelosok negri. Ia
dilahirkan pada tahun 1910 di Kampung Paku, galang Kabupaten Serdang Bedagai
Sumatra Utara, beliau adalah putra dari H. Syihabuddin seorang Qadi (kepala
pengadilan agama) dari Kerajaan Serdang.
Sekitar
tahun 1918-1922 beliau belajar di sekolah Gubernamen (SD) dan mengaji pada
Maktab Sairus Sulaiman di Simpang Tiga Perbaungan, kemudian melanjutkan
pendidikannya ke Maktab Islamiyyah Tapanuli di bawah asuhan Tuan Syeikh H.
Muhammad Yunus di Medan dan selanjutnya beliau diangkat menjadi guru di
madrasah tersebut.
Sejak
berdirinya pertububuhan ini secara terus menerus beliau duduk menjadi
pengurusinya. Tahun 1939M beliau melaksanakan ibadah haji ke Makkatul
Mukarramah. Di sana beliau menyempatkan diri untuk menuntut ilmu pengetahuan
agama dan belajar kepada Tuan Syeikh Ali Maliki, Umar Hamdan, Haan Masisat,
Amin Al Kutubi dan Muhammad Alawy.
H.
Abdurrahman Syihab kemudian mendirikan Madrasah Al-Washliyah yang pertama
(1 Agusutus 1932) di jalan Sinagar Medan bersama-sama dengan Udin Syamsudin
salah seorang ulama Al Washliyah. Pada tahun 1936 menjadi pengarah Madrasah
Tsanawiyah Al Washliyah di Jalan Kalkuta dan pada tahun 1939 menjadipengarah
Madrasah Mualimin/Muallimat Al Washliyah. Kemudian pada tahun 1940 menjadi
pengarah Al Washliyah.
Dari
tahun 1937 hingga 1939 beliau menjadi anggota Komite menghadapi Ordonantie
Nikah Bercatet, menjadi ahli jawatan kuasa Wartawan Muslim Indonesia (PMWI),
ahli jawatan kuasa Ikhwanusshofa Indonesia (sebuah perkumpulan ulama
intelektual Indonesia).
Sejak
tahun 1945-1946 menjadi ahli jawatan kuasa pusat Majelis Islam Tinggi Sumatra,
pengetua negri Majelis Islam Tinggi Sumatra Timur dan timbalan pengetua Partai
Masyumi Sumatra. Beliau pun pernah menjadi utusan muslim Indonesia dalam
musyawarat khusus dengan raja Arab Saudi Ibnu saud di Mekkah dan tahun 1941
menjadi utusan PB Al Washliyah ke Kongres Muslim Indonesia di kota Solo. Tahun
1945 menjadi utusan Sumatra Timur kongres Islam se-Sumatra di Bukit Tinggi.
Sampai akhir hayatnya (1954) beliau menjadi pengetua Majelis Syuro Muslimin
Pusat di Jakarta.
Sebagai
salah seorang ahli parlimen (DPR Pusat) H. Abdurrahman Syihab banyak berperanan
bagi kemajuan wilayah Sumatra Utara. Pada akhir tahun 1954 di Medan beliau
sakit dan meninggal pada hari senin tanggal 7 Februari 1955 dalam usianya yang
ke-45. Beliau meninggalkan seorang istri dan sepuluh orang anak, lima orang
laki-laki dan lima orang perempuan.
H. Ismail Banda
H.
Ismail Banda adalah seorang ulama Al Washliyah, yang sepanjang hidupnya di
tumpahkan untuk kepentingan bangsa dan negara khususnya dalam dunia diplomatik.
Beliau dilahirkan di kota Medan pada tahun 1910. Mendapat pendidikan awal dalam
bidang agama dari para ulama al-Washliyah yang sebelumnya. Saat berdirinya
pertubuhan Al-Washliyah, H. Ismail Banda dipercayakan sebagai pengetua satu.
Pada
tahun 1938, H. Ismail Banda berangkat ke Mesir untuk melanjutkan pendidikannya
pada Fakultas Ushuluddin Universiti Al Azhar Kairo.
Kemudian
memperoleh gelar Bachelor of Art (BA) dan pada tahun 1940 dan memperoleh gelar
Master of Art (MA) dalam bidang ilmu filsafat. Di Master of Art (MA) dalam
bidang ilmu filsafat. Di negeri seribu piramid ini, H. Ismail Banda melakukan
perjuangan dengan para tokoh pejuang Islam untuk kemerdekaan bagi bangsa yang
terjajah. Di mesir beliau menghimpun saudara– saudaranya dan membuat persatuan
sesama pelajar di luar negeri, diantaranya Syeikh Ismail Abdul Wahab Tanjung
Balai.
Pada
masa pemerintahan Jepang (tahun 1945) beliau menjadi salah satu seorang panitia
persiapan kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang bertugas sebagai penghubung antara
pemerintah Mesir, partai–partai politik, surat kabar dan kedutaan asing di
Kairo, melalui gerakan–gerakan pelajar di Timur Tengah ini terjadilah protes
dan unjuk perasaan menentang agresi Belanda di tanah air Indonesia. Unjuk
perasaan ini berjalan dengan aman, sehingga lapisan masyarakat Mesir mengenal
dan membantu perjuangan rakyat Indonesia baik dalam mewujudkan kemerdekaan
maupun mempertahankan hingga terlaksananya penyerahan kedaulatan dari tangan
Belanda ke pangkuan negara kesatuan Republik Indonesia tahun 1949.
Pada
tahun 1947 beliau pulang ke tanah air Indonesia, dan bekerja pada kementrian
agama dari tanggal 1 Juli sampai 1 september 1947 yang ketika itu ibukota
negara RI berada di Yogjakarta. Pada tahun 1948 beliau diangkat menjadi refrendays
pada kementerian luar negri dan menjadi misi haji yang pertama di Saudi Arabia
Mekkah. Pada tahun 1950 beliau diangkat menjadi konsulat kedutaan Indonesia di
Teheran (Iran) dan selanjutnya tanggal 30 September 1951 menjadi Charge D’af
Fairs pada kedutaan Indonesia ke Kabul (Afghanistan).
Dalam
perjalan menuju tempat tugas yang baru di Afganistan, pesawat yang di
tumpanginya kecelakaan. Beliau meninggal pada tarikh 22 hb Desember 1951.
3.
H. Muhammad Ismail Lubis
Beliau
merupakan seorang ulama terkenal yang lahir pada tahun 1900, semenjak kecilnya
belajar pada sekolah dasar Belanda kemudian belajar pada Makhtab Islamiyah
Tapanuli di Medan. Setelah tamat pada tahun 1921 beliau mengajar di Binjai,
sambil menggali ilmu pengetahuannya beliau pindah ke kota Medan dan oleh
Kesultanan deli beliau di angkat menjadi Kadhi wilayah Percut.
Beliau
juga pengarang pengarang buku-buku agama, disamping itu beliau pun menjadi
pengasuh majalah suara Islam dan banyak memberikan ulasan-ulasan dan fatwa
sekitar hukum-hakam agama dalam organisasi Al Washliyah. Disaat umat Islam
dirundung duka dengan meninggalnya Tuan Syekh Hasan Maksum, tiba-tiba pada hari
Sabtu 9 Januarim1937 atau 26 Syawal 1355 H, beliau dipanggil oleh Allah SWT
bertempat di kediaman di Jalan Mabar Medan tutup usia 37 tahun, meninggalkan
seorang istri dan 4 orang anak yang masih kecil-kecil.
3. Pendidikan Al-Jam’iyatul Washliyah
Di kota Medan salah satu organisasi yang juga
turut merintis perjuangan bangsa Indonesia demi mencapai kemerdekaan ialah Al
Jam’iyatul Washliyah. Organisasi
ini berdiri pada tanggal 30 Nopember 1930. Pembicaraan mengenai berdirinya Al
Jam’iyatul Washliyah mesti didahului dengan catatan kecil tentang konfigurasi
sosial, politik dan demografis Sumatera Timur, Asari (Akhyar 2008 : 4).
Berdasarkan pendapat di atas
menunjukkan bahwa Al Jam’iyatul Washliyah lahir didasarkan atas beberapa
kondisi yang terjadi di kota Medan pada masa itu. Pada tahun 1918, masyarakat
Mandailing yang menetap di Medan berinisiatif mendirikan sebuah institusi
pendidikan agama Islam, bernama Maktab Islamiyah Tapanuli (MIT) kemudian
berubah menjadi Al Jam’iyatul Washliyah pada tahun 1930.Al Jam’iyatul Washliyah
adalah sebuah organisasi Islam yang bergerak dalam bidang sosial, pendidikan
dan dakwah.
Organisasi ini sangat aktif menyiarkan agama Islam melalui
pendidikan, termasuk madrasah dan sekolah. Tujuan organisasi ini untuk
meningkatkan pendidikan masyarakat sekalipun organisasi ini kurang dikenal di
Indonesia, (Hasanuddin 1988 : 1). Menurut Rheid (1987 : 117), dengan simpati
dari sultan-sultan terutama sultan Deli, Al Jam’iyatul Washliyah sangat cepat
berkembang.
Dari ungkapan di atas dapat dilihat bahwa Al Jam’iyatul Washliyah
sangat diterima keberadaannya sebagai organisasi pergerakan di dunia
pendidikan.Tujuan berdirinya organisasi ini semula hanya mengkoordinasi dan
meluaskan ajaran pengajian Al Qur’an secara tradisional pada sekolah-sekolah
agama di Sumatera Timur, tetapi segera organisasi ini jugamelibatkan diri pada
pekerjaan syiar Islam dikalangan suku-suku Batak yang belum beragama.
Menjelang tahun 1941, Al Jam’iyatul Washliyah merupakan organisasi
terbesar di Sumatera Timur. Dalam bidang pendidikan, Al Jam’iyatul Washliyah
memiliki 12.500 murid yang tersebar pada 242 sekolah dan madrasah yang berada
dibawah pengawasannya. Hal ini menjadikan Al Jam’iyatul Washliyah sebagai
organisasi yang besar serta berorientasi guna menghubungkan sesama muslim
kepada penciptanya, kepada sesama manusia dan kepada alam lingkungannya.
Termasuk hubungan sesama manusia, memperkokoh solidaritas persaudaraan sesama
manusia, persaudaraan sebangsa dan setanah air, dan persaudaraan seakidah.
Untuk itu, kegiatan utamanya adalah
mencerdaskan kehidupan bangsa (pendidikan) kemudian melakukan bimbingan,
penyampaian informal kebenaran Islam dan kontak silaturrahim.Selanjutnya,
menggalang solidaritas dalam upaya mengentaskan kemiskinan dengan jalan
mengembangkan sikap peduli kepada fakir miskin dan yatim piatu. Itulah esensi
gerakan Al Jam’iyatul Washliyah, menyadarkan rakyat akan tugas dan
tanggungjawabnya untuk melepaskan diri dari belenggu penjajah, semangat untuk
bangkit membangun negerinya demi kesejahteraan bersama. Dengan demikian, gelora perjuangan bangsa menjadi lebih terencana
dan terarah demi mencapai suatu kemerdekaan, bebas berdaulat dan sejajar dengan
bangsa-bangsa yang telah maju di dunia, Amin (Akhyar 2008:32).
Jadi, berdasarkan pendapat di atas menunjukkan bahwa Al Jam’iyatul
Washliyah berupaya memberikan peranan dalam melawan penjajahan Belanda melalui
pendidikan
1. Sekolah/Madrasah Al Washliyah
Lembaga pendidikan formal yang pertama sekali
didirikan oleh al Washliyah adalah madrasah di jalan Sinagar Medan, pada tahun
1932. Pendirian ini atas inisiatif Abdurrahman Syihab (1910-1955) dan Udin
Syamsuddin, dengan persetujuan pengurus yang lainnya”.[9]
Dengan
berdirinya lembaga pendidikan ini, memberikan dampak kepada lembaga-lembaga
pendidikan lain. Dengan sistem pengelolaan lembaga pendidikan yang baik,
berhasil mengundang ketertarikan para pengelola sekolah lain di Sumatera Utara.
Pada tahun 1932 dan 1933, sebanyak tujuh sekolah yang pada awalnya ditadbir secara
perorangan atau masyarakat, menyatakan bergabung dan menyerahkan pentadbirannya
kepada Al Jam’iyatul Washliyah.
Beberapa
lembaga pendidikan yang bergabung tersebut mengalami kemajuan pesat, seperti
jumlah siswa. Selain itu pada tahun 1933 Al Jam’iyatul Washliyah juga
mendirikan beberapa madrasah yang terdiri dari: a. Madrasah Al Jam’iyatul
Washliyah Kota Maksum di Jalan Puri, gurunya Muhammad Arsyad Thalib Lubis; b.
Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah Sei. Kerah/Sidodadi, gurunya Baharuddin Ali;
c. Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah Kampung Sekip Sei. Sikambing, gurunya Usman
Deli; d. Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah Gelugur (Pensiunan), gurunya Yusuf
Ahmad Lubis (1912-1980) dan Sulaiman Taib; e. Madrasah Al Jam’iyatul Washliyah
Pulau Brayan Darat, gurunya Umar Nasution; dan f. Madrasah Al Jam’iyatul
Washliyah Tanjung Mulia, gurunya Suhailuddin.[10]
Untuk mengembangkan
pendidikan ini al Washliyah mengutus Tuan Baharuddin Ali, Udin Syamsudin dan
Muhammad Arsyad Thalib Lubis ke Sumatera Barat pada tanggal 30 Nopember 1934
untuk mengadakan lawatan ke sekolah-sekolah agamaseperti; Tawalib School,Normal
Islam, Madrasah Diniah Encik Rahmah dan lain-lainnya. Hal ini untuk membuat
perbandingan dan pengubahsuaian kurikulum di sekolah-sekolah yang ditadbir oleh
al Washliyah.
Dengan prinsip keterbukaan
ini Al Jam’iyatul Washliyah membuat kemajuan di bidang pendidikan. Pada tahun
1938, Al Jam’iyatul Washliyah sudah mengelola madrasah tingkat Aliyah/Muallimin
dan al-Qismul Ali. Pada sektor pendidikan umum, dibuka pula Hollandsch
Inlansche School (HIS) berbahasa Belanda di Porsea dan Medan dengan menambahkan pelajaran agama
Islam pada kurikulumnya. Pada Kongres ke III tahun 1941, Al Jam’iyatul
Washliyah, dilaporkan sudah mengelola 242 (dua ratus empat puluh dua) sekolah
dengan jumlah siswa lebih dari dua belas ribu orang. Sekolah-sekolah ini
terdiri atas berbagai jenis, yang terdiri dari: Tajhiziyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Aliyah/Muallimin,
al-Qismul Ali, Volkschool, Vervolg School, Hollandsch Inlansche School (HIS),
dan Schakel School.
Usaha yang dilakukan Al
Jam’iyatul Washliyah dalam membangun pendidikan telah diupayakan dari
pendidikan paling rendah, yaitu pada usia pra-sekolah atau pra-madrasah, usaha
ini dimulai dengan membangun Taman Kanak-kanak atau Raudhatul Athfal.
Kurikulum
pendidikan al Washliyah
Dalam buku Peringatan:
al-Djamijatul Washlijah ¼ Abad, dijabarkan tentang kurikulum dan literatur
materi muatan lokal yang dipakai dalam proses belajar mengajar pada Madrasah Al Jam’iyatul
Washliyah, mulai dari tingkatan yang paling rendah sampai tingkatan yang paling
tinggi, hal itu digambarkan pada tabel berikut ini:
No
|
Mata
Pelajaran
|
Nama Buku
|
Pengarang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
|
Al-Qirā’ah
|
Hijaiyah jilid I dan II
|
‘Abdul Raḥman Ond.
|
2
|
Al-‘Ibādah
|
1.
Istinja’,
Sembahyang dengan Praktik
2.
Pelajaran Ibadat
|
Inisiatif guru
Muhammad Arsyad Thalib Lubis |
3
|
At-Tauḥīd
|
1.
Karangan Guru
(Sifat-sifat Tuhan dan Rasul)
2.
Pelajaran Iman
|
Inisiatif guru
Muhammad Arsyad Thalib Lubis |
4
|
At-Tajwīd
|
Pelajaran Tajwid
|
Muhammad Arsyad Thalib Lubis
|
5
|
At-Tārīkh
|
1.
Riwayat-Riwayat
Rasul
2.
Riwayat Nabi
Muhammad saw
|
Inisiatif guru
Muhammad Arsyad Thalib Lubis |
6
|
Alquran
|
JuzI s/d V
|
Inisiatif guru
|
7
|
Al-Khath
|
Tidak menggunakan buku
|
Inisiatif guru
|
8
|
Al-Mufradat
|
Mufradatullah
|
Ibrahim Latif
|
9
|
Al-Imla’/Dikte
|
Tidak menggunakan buku
|
Inisiatif guru
|
10
|
Membaca Latin
|
Tiga Sekawan jilid I, II dan III.
|
Abdoelgani Asjik dan kawan-kawan
|
11
|
Menulis Latin
|
Tidak menggunakan buku
|
Inisiatif guru
|
12
|
Berhitung
|
Gemar Berhitung jilid I dan II
|
J. Bijl
|
13
|
Bahasa Indonesia
|
Keadaan-keadaan di sekeliling Murid
|
Inisiatif guru
|
Dari
tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan keagamaan sudah dilakukan pada pendidikan
yang paling rendah, yaitu tingkatan Tajhizi selama dua tahun. Pada tingkatan
ini murid sudah diajarkan tentang dasar-dasar pendidikan Islam. Namun
berdasarkan penelusuran data di lapangan, tidak terdapat lagi keberadaan
Tajhizi di Al Jam’iyatul Washliyah. Tajhiji tidak lagi dipandang relevan untuk
dipertahankanSetelah menamatkan pelajaran pada tingkatan Tajhizi, akan
dilanjutkan pada tingkat berikutnya yaitu Ibtidaiyah. Pada tingkatan Ibtidaiyah
para pelajar sudah diajak untuk lebih mengenal pelajaran agama Islam dan dapat
menerapkan dalam kehidupan sehari-hari, adapun kurikulumnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
No
|
Mata
Pelajaran
|
Nama Buku
|
Pengarang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
|
Al-Lugah al-‘Arabiyah:
a. Al-Lugah b. Al-Muḥādaṡah c. Al-Insya’ |
1. Durūs al-Lugah ‘Arabiyah jilid
I dan II
2. Al-Qira’āh
ar-Rasyīdah jilid I dan II
1.
Al-Muṭāla‘ah al-Ḥadīṡah jilid I s/d IV
2.
Lugah at-Takhātub
al-Muṣawwarah jilid I dan II
3.
Al-Muḥādaṡah Awwaliyah
1.
Madārij al-Insyā’
2.
Ta‘līm al-Insyā’
|
Muhammad Yunus
‘Abdul Fattaḥ Sabri Bīk dkk.
Muhammad Yunus
‘Umar ‘Abdul Jabbar
‘Umar ‘Abdul Jabbar
Muḥammad ‘Arabi dan Muḥammad
Taufiq
Tidak ditemukan
|
2
|
An-Naḥwu
|
1.
Matn al-Jurūmiyah
2.
Fuṣūl al-Fikriyah
3.
Mutammimah
|
Muḥammad bin Daud
al-Sanhaji
‘Abdullah Fikri
Imam al-Hattab
|
3
|
Aṣ-Ṣarf
|
1.
Amṡilah
al-Mūkhtalifah
2.
Matn al-Binā’
3.
Matn al-Maqṣūd
|
Tidak ditemukan
‘Abdullah Dangqazie
Imam A. Ḥanafiah Kailāni |
4
|
Al-Imla’/Dikte
|
Al-Lugah al-‘Arabiyah
|
Inisiatif guru
|
5
|
Al-Khath/Menulis
|
Khat Nasakh, Riq’ah, Menulis Indah
|
Inisiatif guru
|
6
|
Al-Fiqh
|
1.
Matn Taqrīb
2.
Fatḥ al-Qarīb
|
Syihabuddin Abu Sujā’ al-Ashafani
‘Ali Ibnu Qāsim
|
7
|
At-Tauḥīd
|
1.
Al-‘Aqā’id ad-Dīniyah jilid
II dan III
2.
Kifāyah al-‘Awām
3.
Ad-Dusūqī‘ala Umm al-Barāhīm
|
‘Abdul Raḥman Saggāf bin Ḥusīn as-Saggāf al-‘Alawī al-Husainī asy-Syafi’ī al-Asy’arī
Ibrāhīm al-Baijūrī
Muḥammad ad-Dusūqī |
8
|
Al-Akhlaq
|
1.
Taisīr al-Khallaq
fī al-‘Ilm Akhlāq
2.
Waṣayā al-Abā’ li al-Abnā’
3.
Adab al-Fata/Fatat
|
Ḥasan Mas‘ūdi
Muḥammad Syakīr
‘Ali Fikri
|
9
|
Alquran
|
Alquran tamat dan ulangan Mujawwadan
|
Inisiatif guru
|
10
|
At-Tajwīd
|
Hidayah
al-Mustafid fī Aḥkam at-Tajwīd
|
Muḥammad al-Maḥmud Ibrāhīm Rīmah
|
11
|
At-Tārīkh
|
1.
Khulāsah Nūr al-Yaqīn jilid I dan II.
2.
An-Naba al-Yaqīn
3.
Nūr al-Yaqīn
|
‘Umar ‘Abdul Jabbār
Ḥāfiz Ḥasan al-Mas‘ūdī
Muḥammad al-Khuḍari Bīk
|
12
|
Al-Mahfuzat
|
1.
Al-Muntakhabāt I dan II.
2.
Majmū‘an min an-Nazām wa
an-Nastar
|
‘Umar ‘Abdul Jabbār
Tidak ditemukan
|
13
|
Makna Alquran
|
Juz I s/d X
|
Inisiatif guru
|
14
|
Al-Balāgah
|
1.
Risālah fī
al-Istirah
2.
Al-Balāgah al-‘Arabiyah
as-Sawi
3.
Matn Jauhar
al-Makmūn (al-Mā‘anī)
|
Dardier
Musṭafa as-Sawi Juwaini
Muḥammad al-Khuḍari Bīk
|
15
|
Al-Farā’id
|
1.
Tuḥfah as-Saniyah
2.
Syarḥ ar-Raḥbiyah
|
Ḥasan Masysyaṭ
Sibtil Maridini
|
16
|
Al-Ḥadīṡ
|
Matn al-‘Arba‘īn
|
Yaḥya bin Syarifuddīn an-Nawawī
|
17
|
Membaca Latin
|
1.
Cahaya jilidI dan II
2.
Di Kampung jilidI dan II
3.
Pancaran Bahagia
|
Tidak ditemukan
Muhammad Syafei
St. Sanip
|
18
|
Berhitung
|
1.
Gemar Berhitung jilid I
2.
Sendi Hitungan jilid VI dan VII
3.
Pendidikan Akal
|
J. Bijl
Tidak ditemukan
Nieuwenhuizen dan A.C.
Spykerman
|
19
|
Ilmu Bumi + Sejarah Indonesia
|
Ilmu Bumi Tanah
Air jilidI s/d III
Sejarah Tanah Air
|
Rapani
|
20
|
Ilmu Alam
|
Ilmu Alam
|
P. Esma
|
21
|
Bahasa Indonesia
|
Bahasa Indonesia jilid I s/d V
|
Usman
|
Tabel
di atas menggambarkan kelanjutan pelajaran dari tingkatan Tajhizi ke tingkat
yang lebih tinggi yaitu tingkatan Ibtidaiyah. Selain pelajarannya sudah lebih
tinggi, jumlah literaturnya juga sudah mulai mengalami penambahan. Pada tingkat
ini pelajar tidak hanya dikenalkan pada pelajaran-pelajaran agama Islam, akan
tetapi diharapkan mampu memahami, menghafal dan mampu membaca kitab-kitab Arab
yang masih diberi baris atau harakat. Hal ini dilaksanakan ketika pelajar sudah
berada pada tingkatan akhir Madrasah Ibtidaiyah. Begitu besar perhatian para
Ulama terhadap pendidikan di masyarakat Indonesia khususnya di Sumatera.
Hal
ini di jelaskan oleh Ramli Abdul Wahid, sebagai berikut: Madrasah Ibtidaiyah Al
Jam’iyatul Washliyah tujuannya adalah mengajarkan ilmu-ilmu Agama murni. Karena
itu seluruh mata pelajarannya adalah agama dan bahasa Arab serta seluruh
waktunya digunakan untuk belajar agama dan bahasa Arab. Mata pelajaran
favoritnya adalah nahu, saraf, fikih dan tauhid. Kitab-kitabnya adalah Matn
al-Ajrūmiyah, Mukhtaṣar Jiddan, dan al-Kawākib ad-Durriyyah untuk
nahu; Matn al-Binā’, Matn al-‘Izi, dan al-Kailani untuk saraf; al-Gāyah
wa at-Taqrīb dan Fath al-Qarīb untuk fikih; Kifāyah al-Mubtadi
dan Kifāyah al-‘Awām untuk tauhid, Tuḥfah aṡ-Ṡaniyah untuk
faraid, terjemah Juz ‘Amma untuk tafsir, Matn al- ‘Arba‘in
an-Nawāwīyah untuk hadis, Khulaṣah Nūr al-Yaqīn untuk tarikhnya, al-Akhlaq
li al-Bani untuk akhlak, dan ilmu tajwid. Inilah semua pelajarannya,
surat-surat pendek, hadis, sebagian matan nahu dan saraf wajib hafal, dan
setiap fi’l harus bisa di-taṣrifkepada 67 kata.
Pelajaran-pelajaran
ini akan dilanjutkan pada tingkatan yang lebih tinggi lagi yaitu Tsanawiyah.
Madrasah Tsanawiyah Al Jam’iyaul Washliyah lama pada dasarnya bertujuan
mengajarkan ilmu-ilmu agama, termasuk di dalamnya bahasa Arab sebagai alat
mutlak untuk membaca kitab-kitab pelajarannya. Karena itu, semua pelajaran
agama dan bahasa Arab menjadi pelajaran pokok, sedang pelajaran umum sebagai
pelengkap dan cenderung disepelekan. Kitab-kitabnya adalah Qawā ‘id al-Lugah al-‘Arabiyah untuk nahu, saraf, balagah, dan ilmu bayan; al-Huṣun al-Ḥamidiyah untuk
tauhid, Tuḥfah aṭ-Ṭullāb untuk fikih, Tafsīr al-Jalālain untuk
tafsir, Bulūg al-Marām untuk hadis, ‘Ilm Manṭiq Nūr al-Ibrāhīmī
untuk mantik; ‘Izah an-Nāsyi’in untuk akhlak, al-Lubab untuk ilmu
faraid. Ushul al-Fiqh karya Muhammad Arsyad Thalib Lubis, al-Qawā‘id al-Fiqhiyah karya penulis yang sama, Ikhtiṣar Muṣṭalāh al-Ḥadīṣ karya
Muhammad Arsyad Thalib lubis untuk mustalah hadis, dan Nūr al-Yaqīn
untuk tarikh.[11]
Untuk
lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
|
Mata
Pelajaran
|
Nama Buku
|
Pengarang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
|
At-Tafsīr
|
Tafsīr
al-Jalālain
|
Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi dan Jalāl ad-Dīn al-Maḥallī
|
2
|
Al-Ḥadīṡ
|
Riyāḍu
aṣ-Ṣālihīn
|
Yaḥya bin Syarifuddīn an-Nawawī
|
3
|
Al-Fiqh
|
Tuḥfah
aṭ-Ṭullāb
|
Zakariyā bin Muḥammad bin Aḥmad bin
Zakariyā al-Anṣari
|
4
|
Al-Tauḥīd
|
Al-Huṣūn
al- Ḥamīdiyah
|
Sayid Husain Afandi
|
5
|
Al-Akhlāq
|
Mau‘iẓah al-Mu’minīn
|
Muḥammad Jalāl ad-Dīn ad-Dimsiqi
|
6
|
Uṣūl Fiqh
|
Al-Waraqat
|
Aḥmad ad-Dimyati
|
7
|
Al-Farā’id
|
Futuḥah
al-Bā’iṡ (Syarḥ Takhir al-Mabugis)
|
Tidak ditemukan
|
8
|
At-Tārīkh
|
Nūr
al-Yaqīn
Itmām
al-Wafā’
|
Muḥammad al-Khuḍari Bīk
|
9
|
Al-Balāgah
|
1.
Qawā‘id al-Lugah
al-‘Arabiyah
2.
Jawāhir al-Balāgah fī al-Ma‘ānī wa al-Bayān wa al-Badī‘
|
Hifni Bīk Naṣif, dkk.
Aḥmad al-Hāsyim |
10
|
Al-Lugah al- ‘Arabiyah
|
Al-Qirā’ah
ar-Rasyīdah jilid III dan IV
|
A. Fattah Sabry Bīk, dkk.
|
11
|
Qawā‘id al-Fiqhiyah
|
Al-Asybāh
wa an- Naẓā’ir
|
Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi
|
12
|
An-Naḥwu
|
Qawā‘id al-Lugah ‘Arabiyah
|
Hifni Bīk Naṣif, dkk.
|
13
|
Al-Manṭiq
|
Ilm al-Manṭiq
|
Muḥammad Nūr al-Ibrāhīmī
|
14
|
Musṭalah al- Ḥadīṡ
|
1.
Minhah al-Mugiṡ
2.
Syarḥ al-Baiqūniyah
|
Ḥafiz Ḥasan al-Mas‘udi
Muḥammad az-Zuqani
|
15
|
Bahasa Indonesia
|
Latihan Bahasa jilid II
|
Muchtar, dll.
|
16
|
Bahasa Inggris
|
Elementary English
jilid I s/d III
|
Tidak ditemukan
|
17
|
Ilmu Alam
|
Tidak ditemukan
|
J. Silallahi
|
18
|
Ilmu Hayat
|
Tidak ditemukan
|
Guru-guru Lawang + lain-lain.
|
19
|
Ilmu Bumi
|
Tidak ditemukan
|
B. Siregar + lain-lain.
|
20
|
Sejarah Indonesia
|
Sejarah Indonesia
|
A. D. Rangkuty + lain-lain.
|
21
|
Sejarah Dunia
|
Tidak ditemukan
|
Basjir Nasution + lain-lain.
|
Tabel
di atas menunjukkan bahwa para pelajar sudah dibiasakan untuk mengenal berbagai
literatur kitab kuning. Hal ini dapat dilihat dari sebagian pelajaran-pelajaran
yang dikemukakan tersebut. Pada tingkatan Tsanawiyah, pelajar sudah bisa
memahami berbagai literatur kitab Arab
dan diaflikasikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti pelajaran fikih baik
yang berkaitan dengan bersuci, faraid dan muamalat.
Sedangkan
kelanjutannya akan dibahas lebih dalam lagi pada tingkatan yang lebih tinggi
yaitu al-Qismul Ali. Pada tingkat ini diharapkan para pelajar sudah menguasai
berbagai disiplin keilmuan yang bersumber dari kitab kuning. Bahkan bagi
pelajar yang tamat dari madrasah ini diharapkan mampu memberikan penjelasan
atau mengajarkannya di tengah-tengah lingkungan masyarakat tempatnya berada.
Dalam artian lain, bahwa alumni Madrasah al-Qismul Ali sudah mampu dianggap
sebagai kader ulama atau ulama muda di lingkungannya.
Ramli
Abdul Wahid, menjelaskan sebagai berikut: Madrasah al-Qismul Ali Al Jam’iyatul
Washliyah juga bertujuan mengajarkan ilmu-ilmu Agama dan membina kader ulama.
Bahkan, al-Qismul Ali inilah yang dimaksudkan sebagai lembaga pendidikan agama
tertinggi di Indonesia. Perguruan Tinggi Agama lahir kemudian jauh sesudah
kemerdekaan. Karena itu, kitab-kitab yang dipelajari di sini banyak yang sama
dengan kitab-kitab yang dipelajari di Universitas al-Azhar, Kairo. Kitab-kitab
yang dipelajari di Madrasah al-Qismul Ali adalah Syarḥ Ibn ‘Aqīl untuk
nahu, al-Mahallī atau I’anah aṭ-Ṭālibīn untuk fikih, Al-Luma‘ untuk
ushul fikih, al-Asybāh wa an-Naẓāir untuk ushul fikih, Syarḥ
ad-Dusūqī untuk tauhid, Itmām al-Wafa’ untuk tarikh, Mau‘iẓah
al-Mu’minīn untuk akhlak, Tafsīr al-Jalālain untuk tafsir, Subul
al-Salām atau Jawāhir al-Bukhārī untuk hadis, Matn al-Baiqūniyah
untuk mustalah hadis, al-Adyan untuk perbandingan Agama, dan SKI.[12]
Kurikulum al-Qismul
Ali Al Jam’iyatul Washliyah dapat dilihat pada tabel berikut ini:
No
|
Mata
Pelajaran
|
Nama Buku
|
Pengarang
|
(1)
|
(2)
|
(3)
|
(4)
|
1
|
At-Tafsīr
|
1.
Tafsīr al-Baiḍāwī
2.
Tafsīr al-Khāzin
3.
Tafsīr an-Nasafī
4.
Tanwīr al-Mikbās min Tafsīr Ibnu ‘Abbās
|
Qāḍī Nasiruddīn al-Baiḍawi
‘Ala’ ad-Dīn ‘Ali bin Muḥammad bin Ibrāhīm al-Bagdadi al-Khāzin
‘Abdullah bin Aḥmad bin Maḥmud an-Nasafī Muḥammad bin Ya’kūb bin Faḍillah al-Fairūzābādī Majid ad-Dīn Abu aṭ-Ṭahir |
2
|
Al-Ḥadīṡ
|
Ṣaḥīḥ Muslim
|
Abī al-Ḥusini Muslim bin al-Hajjāj bin Muslim al-Qusyairī
an-Naisābūrī
|
3
|
Al-Fiqh
|
Al-Maḥallī
|
Jalāl ad-Dīn al-Maḥallī
|
4
|
Uṣūl al-Fiqh
|
Syarḥ
Jalāl al-Maḥallī ‘alā Jam‘ al-Jawāmi‘
|
Tāj ad-Dīn ‘Abdul Wahāb bin ‘Ali as-Subki
|
5
|
Qawā‘id al-Fiqhiyah
|
Al-Asybāh
wa an- Naẓā’ir
|
Jalāl ad-Dīn as-Suyūṭi
|
6
|
At-Tasawuf
|
Ar-Risāla
al-Qusyairiyah
|
Abu al-Qāsim al-Qusyairiyah
|
7
|
At-Tārīkh
|
Muhāḍarāt Tārīkh
al-’Umam al-Islāmiyah
|
Muḥammad al-Khuḍari Bīk
|
8
|
Al-Adyān
|
Al-Adyān
|
Mahmud Yunus
|
9
|
Ilmu al-Waḍ‘i
|
Ilmu al-Waḍ‘i
|
Tidak ditemukan
|
10
|
Adab al-Munaẓārah
|
Al-Waladiyah
|
Muḥammad al-Marasyi
|
11
|
Bahasa Indonesia
|
Tidak ditemukan
|
Inisiatif guru
|
12
|
Bahasa Inggris
|
Tidak ditemukan
|
Inisiatif guru
|
13
|
Ilmu Hayat
|
Tidak ditemukan
|
Inisiatif guru
|
14
|
Ilmu Ṭabi’i
|
Tidak ditemukan
|
Inisiatif guru
|
15
|
Sejarah Ilmu Bumi
|
Tidak ditemukan
|
Inisiatif guru
|
16
|
Al-Wa‘ẓu wa al- Irsyād
|
Tidak ditemukan
|
Tidak ditemukan
|
Tabel di atas dapat
menunjukkan bahwa pelajaran yang diajarkan di tingkatan al-Qismul Ali,
merupakan pendidikan tertinggi dan sejajar dengan kurikulum pendidikan yang ada
di Universitas al-Azhar untuk tingkatan Aliyah (setingkat strata satu). Dari
sini dapat dilihat bahwa kurikulum Al Jam’iyatul Washliyah memang dirancang
untuk memproduksi ulama yang setara dengan pusat-pusat keulamaan yang ada di
Timur Tengah umumnya Universitas al-Azhar khususnya.
KESIMPULAN
Ditengah tekanan penjajahan Belanda yang mengadakan
intimidasi terhadap masyarakat di Sumatera Utara khususnya Medan lahirlah organisasi Al-Washliyah yang sebenarya
adalah bentuk pegerakan anti penjajah oleh kalangan umat Islam di daerah
Sumatra utara, dimana saat itu bangsa Indonesia mengalami keterpurukan
disemua lini, baik pendidikan, ekonomi bahkan pertahanan keamanan akibat
penindasan dari penjajahan Belanda. Organisasi ini muncul dengan wajah
organisasi pendidikan Islam pembaharu yang bercorak moderat, artinya
tetap memegang prinsip tradisional yang masih relevan dan mengambil sistem
pembaharuan yang bersifat baik (tidak bertentangan dengan syara’)pembaharuan
ini adalah jalan yang di lakukan agar masyarakat Islam khususnya di Sumatera
Utara (Medan) dapat survive dalam menghadapi penindasan dalam pendidikan oleh
penjajah.
Peranan Al-Washliyah dalam bidang sosial keagamaan adalah
kesuksesan syiar
Al-Washliyah kepada masyarakat tentang ajaran Islam, bahkan pada saat itu
Al-Washliyah mampu mengalahkan zending Kristen di tanah Toba pada masa-masa
awal perkembangannya. Selain itu Al-Washliyah sangat menjaga kerukunan terhadap
sesama pemeluk agama Islam bahkan terhadap pengikut klompok lain semisal kepada
Muhammadiyah yang nota benenya berbeda pemahaman dan aliran mazdhab
Al-Washliyah tetap menjalankan hubungan baik, terbukti dengan adanya ketidak
canggungan pengikut Al-Washliyah belajar dan bekerjasanma dengan Muhammadiyah.
Al-Washliyah pun tidak canggung dalam mengambil posisi yang bertentangan dengan
tarekatNaqsyabandiyah.
Dalam bidang memajukan dan mengmbangkan pendidikan Islam
besarnya Peranan Al-Washliyah tidak dapat dipungkiri lagi. Hal ini dapat
terlihat dari berdirinya madrasah atau sekolah Al-Washliyah dengan memadukan
dua sistem: sistem tradisional dan modern menjadi sebuah sistem pendidikan yang
dinamai dengan sistem pendidikan tradisional-modern, yaitu dengan memadukan
antara pendidikan agama dan pendidikan umum secara komprehensif. Serta
yang paling menonjol adalah keikut sertaannya dalam dunia pers dan penerbitan
menunjukkan bahwa organisasi ini maju dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan.
DAFTAR
PUSTAKA
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di
Indonesia.1993 Jakarta: Hidakarya Agung
Ja’far. “GerakanOrganisasi Al Jam‘iyatul Washliyah di bidang pendidikan,”
dalam Jurnal Ulumuna: Jurnal Studi Keislaman,
Vol. 18, No. 1, 2014.
Rozali, 2016.
TRADISI KEULAMAAN AL JAM’IYATUL WASHLIYAH SUMATERA UTARA,Disertasi. Medan :
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
https://www.academia.edu/24517298/
Bunga Rampai AlJamiyatul Washliah, di akses 14 April 2019
https://www.academia.edu/35135964/PERANAN_AL_WASHLIYAH_DALAM_PENDIDIKAN,
diakses 14 April 2019
Saragih, Aliman, KONTRIBUSI AL JAM'IYATUL WASHLIYAH TERHADAP
KEMERDEKAAN INDONESIA (1930-1950),” dalam Jurnal Miqot: Jurnal Studi Keislaman,
Vol 40, No 1 (2016) >Saragih
Notosusanto, Nugroho, Masalah Penelitian
Sejarah Kontemporer: Suatu Pengalaman (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978 .
Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara . (1982), op.
cit., h. 289. Chalidjah Hasanuddin (1988), Al-Jam´iyatul Washliyah Api
Dalam Sekam. Bandung: Pustaka. h. 54.
[1]Sutanto Tirtoprojo, Sejarah Pergerakan Nasional
Indonesia, Cet. 4 (Djakarta: Pembangunan, 1970), h. 28
[2]
Sulaiman (ed.), Peringatan Al Jamiyatul Washliyah ¼ Abad, h. 36.
[5]Nugroho Notosusanto, Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer: Suatu
Pengalaman (Jakarta: Yayasan Idayu, 1978), h. 36.
[6]Ja’far, Tradisi Intelektual Al Washliyah:Biografi Ulama Kharismatik
dan Tradisi Keulamaan (Medan: Perdana Publishing, 2016)
[7]Sejarah
Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara. (1982), op.
cit., h. 289. Chalidjah Hasanuddin (1988), Al-Jam´iyatul Washliyah Api
Dalam Sekam. Bandung: Pustaka. h. 54.
[12]Ibid.
Comments
Post a Comment