PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA BARAT, JAKFAR
MAKALAH
PROSES PENDIDIKAN ISLAM
DI SUMATERA BARAT
MATA KULIAH
PERADABAN &
PEMBAHARUAN
PENDIDIKAN ISLAM
Dosen pengampu:
Dr. H. Ulil Amri
Syafri, Lc., MA
Dr. H.
Anung AL Hamat, Lc., M. Pd. I
Disusun Oleh :
Jaffar Syiddiq
PROGRAM STUDI MAGISTER
PENDIDIKAN ISLAM
UNIVERSITAS IBN
KHALDUN BOGOR
1440 H/2019 M
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
...........................................................................................................
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah ....................................................
2
B. Rumusan
Masalah .............................................................
3
C. Tujuan
Penulisan ...............................................................
3
D. Metode
Penulisan ...............................................................
3
E. Manfaat
Penulisan
............................................................. 4
BAB II PEMBAHASAN
A. Proses Penyebaraan Islam di Sumatera Barat.....................
5
B. Proses Pengajaran di Sumatera Barat .................................
7
BAB IV PENUTUP
Daftar Pustaka
....................................................................................................
13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Sejarah telah memberikan informasi bahwa Sumatera Barat yang identik dengan
Ranah Minang merupakan “gudangnya” para tokoh dan ulama yang sejakdahulu
terkenal pada tingkat nasional maupun internasonal. Dari segi sosio kultural
mempunyai ciri khas
tersendiri karena Minangkabau menganut sistem socialmatrilineal yang berbeda
dengan suku lain di Indonesia. Karena itu fenomena sosio
kultural dan
keagamaannya sangat menarik untuk menjadi bahan diskusi dan kajian
terutama surau
sebagai lembaga pendidikan awal di Minangkabau.
Ruang lingkup Pendidikan Islam tidak akan berlepas
dari ranah sejarah yang mewarnainya. Karena dengan hal ini lah kemudian
pendidikan Islam berkembang ke seluruh nusantara dengan begitu pesatnya.
Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa pulau sumatera terutama Aceh dan
Sumatera Barat atau dikenal dengan sebutan Minangkabau merupakan awal mula
pusat pendidikan dan penyebaran Agama Islam. Dalam masa awal perkembangan
penyebaran Islam, Sumatera barat lah yang paling penting peranannya dalam
penyebaran tersebut. Dengan sistem yang dimulai dengan surau. Sistem sederhana
yang telah melahirkan banyak tokoh besar pada tingkat nasional maupun
internasional.
Surau didirikan sebagaipelengkap suatu
nagari yang berfungsi untuk tempat rapat, berkumpul dan bermalamanak-anak muda serta
orang tua lelaki yang sudah uzur. Lebih jauh Azyumardi Azramengemukakan bahwa
surau berfungsi sebagai tempat bertemu, berkumpul dantempat tidur bagi
anak laki-laki yang telah akil balig dan
orang tua yang telah uzur.[1]
Demikian
dikemukakan oleh Mahmud Yunus dalam Sejarah Pendidikan Islambahwa surau
ketika itu selain digunakan sebagai pengajaran agama islam terutama Al-Qur’an,
juga merupakan tempat menginap para anak lelaki yang umurnya sudah mencapai
tujuh tahun.[2]
Maka penting rasanya penulis mendeskripsikansistem
serta perkembangan pendidikan Islam yang ada di Sumatera Barat atau Minangkabau
yang merupakan salah satu sumber utama penyebaran Islam di Nusantara ini.
B.
Rumusan Masalah
Pada makalah yang singkat ini, penulis telah
memberikan rumusan masalah yang akan dibahas dalam
penulisan makalah ini yaitu:
1. Bagaimana proses pertama kali penyebaran
agama Islam di Sumatera Barat?
2. Bagaimana Proses Pendidikan Islam di
Sumatera Barat?
C. Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan masalah yang akan dibahas pada makalah
ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk Mengetahui Pendidikan Islam di Sumatera Barat
2.
Untuk Mengetahui Proses Pendidikan Islam di Sumatera
Barat
D. Metode penulisan Makalah ini
Adapun metode penulisan dalam penyusunan
makalah ini adalah dengan menggunakan metode kualitatif deskriptif dari sumber
utamanya adalah buku Prof. Dr. H. Mahmud Yunus yang berjudul “Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia” yang diterbitkan oleh PT. Hidakarya Agung-
Jakarta tahun 1996. Dengan data sekunder dari berbagai sumber lain.
E. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan ini tentu penulis
berharap untuk menambah wawasan serta khazanah pengetahuan pendidikan Islam di
nusantara. Juga dapat memberikan nilai positif dan optimis bagi perkembangan
pendidikan islam baik untuk kalangan akademisi di kampus UIKA bogor maupun bagi
negara dan agama Islam pada umumnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Proses
Penyebaran Islam di Sumatera Barat
Sebagaimana telah kita ketahui bersama mengenai penyebaran Islam di
Nusantara, begitupun sama dengan penyebaran yang ada di Sumatera Barat. Islam
masuk ke Nusantara sekitar abad kedua belas mengacu pada catatan Marcopolo,
dalam catatan itu telah disebutkan bahwa di negeri pasei sudah terdapat muslim
yang berarti bahwa Islam telah masuk ke wilayah Nusantara tersebut. Bukti itu
juga diklaim sebagian sejarawan bahwa dengan catatan tersebut menunjukkan Islam
sudah masuk ke nusantara ini sebelum abad kedua belas, sebab tidak mungkin ada
seorang yang beragama islam pada abad kedua belas jika Islam belum pernah masuk
di Nusantara sebelumnya.[3] Pada
tahun 725 Hijriyah atau 1325 Masehi, Ibnu Bathutah seorang pengembara Muslim
singgah ke Pase yang ketika itu telah terdapat sebuah Kerajaan yaitu Samudera
Pasai dengan raja nya bernama al-Malikuz Zahir. Namun pada beberapa
literatur ada juga yang menyatakan bahwa Islam telah masuk ke Nusantara ini
pada abad ke tujuh masehi.
Beberapa ahli
sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia (khususnya Sumatera)
sejak abad ke-7 atau 8 M. Meskipun Islam sudah masuk pada abad ke-7 atau 8 M
tersebut, ternyata dalam perkembangaannya mengalami proses yang cukup lama,
baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam.[4]
Kerajaan Samudera Pasai mencapai puncak kejayaanya pada zaman Iskandar Muda
Mahkota Alam Sultan Aceh pada awal abad ke-17, salah satu indikasi kejayaanya
adalah banyaknya ulama dan sastrawan yang lahir dari kerajaan ini, diantaranya
Syeikh Nuruddin araniri, Syeikh Ahmad Khatib, Syeikh Syamsuddin, Syeikh
Abdurrauf as-Singkili dan Syeikh Burhanuddin.[5]Setelah
Islam masuk ke wilayah utara Sumatera tepatnya di daerah Aceh, mulailah Islam
menyebar dengan begitu pesatnya terutama ke daerah Minangkabau Sumatera Barat. Di
Minangkabau sendiri, ulama yang masyhur sebagai ulama pembawa Islam di tanah
Minangkabau tersebut adalah Syeikh Burhanuddin. Syeikh Burhanuddin sendiri
berguru pada gurunya di wilayah Aceh Kotaraja bernama Syeikh Abdur Rauf bin Ali
as-Singkili (berasal dari Singkil).
Setelah menamatkan pendidikan pada gurunya di Singkil, Syeikh Burhanuddin
kembali ke kamoung halamannya di Sintuk, kemudian pindah ke Ulakan dan
mendirikan sebuah tempat untuk mengajarkan ilmu yang telah di raihnya bernama
surau. Setelah memberikan pendidikan dan pengajaran Islam yang cukup lama,
akhirnya pada tahun 1111 H bertepatan dengan tahun 1691 M beliau berpulang ke
rahmatullah pada usia yang masih muda yaitu sekitar 45 tahun dan dikuburkan di
ulakan. Oleh sebab pendirian dan pengajaran Islam yang dilakukannya di Ulakan
bersama dengan para muridnya beliau dikenal dengan nama Syeikh Burhanuddin
Ulakan.[6]
B. Proses
Pendidikan Islam di Sumatera Barat
1. Masa
Tradisional (sebelum tahun 1900)
Menurut sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun
1250 M. Ulama yang termasyhur sampai sekarang sebagai pembawa Islam ke
Minangkabau adalah Syekh Burhanuddin yang dilahirkan di Sintuk Pariaman tahun
1066 H/ 1646 M dan wafat tahun 1111 H/ 1691 M. Dia mengajarkan agama Islam dan
membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam. Menurut
Prof. H. Mahmud Yunus, Syekh inilah yang pertama kali mendirikan madrasah untuk
menyiarkan pendidikan dan pengajaran Islam di Minangkabau dengan sistem yang
lebih teratur sesuai dengan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang
digunakan gurunya, Syekh Abdul Rauf di Aceh.[7]
Proses pendidikan yang merupakan jantung utama dalam penyebaran agama Islam
di Sumatera Barat ini tidaklah seperti proses pendidikan Islam yang seperti
sekarang, dengan berbagai fasilitas dan guru yang mumpuni di bidangnya. Proses
pendidikan yang ada di Sumatera Barat saat itu hanyalah berupa halaqoh-halaqoh
atau perkumpulan yang biasanya mengelilingi seorang guru ngaji.
Materi
yang diajarkan tidak banyak, hanya menitikberatkan pada pelajaran Al-Qur’an dan
Pengajian Kitab. Pengajaran tingkat pertama biasanya diberikan kepada anak usia
7 tahun yang hanya boleh mempelajari Al-Qur’an saja dan belum diperbolehkan
mengaji Kitab. Adapun proses dalam pembagian kelas adalah sebagai berikut:
a. Pengajian Al-Qur’an
Anak usia 7 tahun di Minaghkabau wajib keluar untuk menuntut ilmu Al-Qur’an
pada seorang guru mengaji yang ada di surau/langgar. Sedangkan proses belajar
yang ditempuh pada pengajian ini dimulai dari belajar huruf Hijaiyah, juz Amma
baru kemudian membaca Al-Qur’an. Proses itu tidak menggunakan meja, bangku maupun
papan tulis sebagai media pembelajaranya. Akan tetapi tiap-tiap anak mengaji
langsung di hadapan sang guru atau syeikh. Selain belajar membaca Al-Qur’an
anak-anak juga mendapatkan pelajaran pendukung lainnya dalam Pengajian
Al-Qur’an ini sebagai berikut:
1) Membaca Al-Qur’an (dimulai dari huruf
Hijaiyah)
2) Ibadah, seperti berwudhu dan melaksanakan
shalat
3) Keimanan (Sifat Dua Puluh)
4) Akhlak (Cerita dan dongen para Nabi, Rasul
dan orang alim)[8]
Pengajian Al-Quran juga terdapat dua
tingkatan atau macam sebagai berikut :
1) Tingkatan rendah, diadakan di setiap
kampung dan hanya dilaksanakan di malam hari dan setelah shalat subuh.
2) Tingkatan atas, pelajarannya ditambah
dengan lagu Qur’an, Kasidah, berzanji, tajwid serta mengaji kitab perukunan.
Dan biasanya pengajian tingkatan atas ini diajarkan oleh seorang Qori yang
dihadiri oleh para murid dari berbagai tempat.
a. Pengajian Kitab
Setelah menamatkan pengajian Al-Qur’an, sebagian mereka ada yang langsung
terjun ke masyarakat, ada juga yang melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi
yaitu Pengajian Kitab. Pengajian kitab ini hanya boleh diikuti jika pengajian
Al-Qur’an selesai. Biasanya pada setiap desa terdapat seorang syeikh atau kiyai
yang mengajarkan ilmunya melalui kitab-kitab klasik, waktunya adalah pagi hari,
siang setelah zuhur dan setelah magrib.
Pada masa awal pendidikan Islam ini hanya diajarkan satu kitab dhammun
yang berisi tentang ilmu sharaf dan nahwu. Adapun mata pelajaran pada pengajian
Kitab terdiri atas:
1) Ilmu sharf dan nahwu
2) Ilmu Fiqih
3) Ilmu Tafsir
Pengajaran kitab yang dilaksanakan pada saat itu adalah dengan cara
menghafalkan tashrif yang empat belas dengan nada dan lagu sehingga para murid
akan senang dan mudah menghafalkannya. Sang guru besar atau syeikh akan
mengajarkan ilmunya kepada guru bantu/guru tua, barulah setelah itu para guru
bantu tersebut mengajarkan apa yang telah dipelajarinya kepada para murid yang
lebih junior di bawahnya.[9]
Sistem pegajaran seperti ini terus berlangsung hingga akhir tahun 1900-an.
Sedangkan para ulama lain yang masyhur pada zaman itu antara lain adalah
sebagai berikut:
1) Syeikh Abdullah Khatib Ladang Lawas Bukit
Tinggi (1893 M)
2) Syeikh M. Jamil di Tungkar daerah Batu
sangkar
3) Syeikh Tuanku Kolok di Sungayang Batu
sangkar
4) Syeikh Abdul Manan di Padang Ganting
5) Syeikh M. Shalih Padang Kandis Suliki
6) Syeikh Ahmad Alang Lawas Padang
7) Syeikh Amarullah Maninjau ( Ayah Syeikh
Abdul Karim Amrullah)
2.
Masa Perubahan (Tahun 1900 – 1908 M)
Tahun 1900 hingga tahun 1908 disebut Mahmud Yunus dengan masa
perubahan. Masa perubahan ini ditandai dengan banyaknya pelajar-pelajar dan
guru-guru dari Minangkabau berangkat naik haji ke Mekah lalu menetap di sana
untuk memperdalam ilmu agama. Terutama di saat itu ada ulama asal Minangkabau
yang menjadi imam di masjid al-Haram Mekah, yaitu Syekh Ahmad Khatib
al-Minangkabawi.
Ketika para pelajar ini pulang ke tanah air, mereka pun mengajarkan
kitab-kitab yang mereka dapatkan di Mekah. Adapun materi pendidikan Islam
beserta literatur yang digunakan pada masa perubahan ini adalah:
1.
Pengajian
al-Qur'an, tetap dilaksanakan seperti masa sebelumnya.
2.
Pengajian
Kitab. Pengajian kitab ini mengalami perkembangan jika dibandingkan dengan masa
sebelumnya. Ada beberapa tingkat dalam pengajian kitab, yaitu:
a.
Mengaji
Nahu, Sharaf, dan Fiqh dengan memakai kitab Muqaddimat al-Ajrmiyyah karya Abu
'Abd Allah al-Ajurrum (w. 723/1323), matan Bina, Fathul Qarib, dan sebagainya.
b.
Mengaji
Tauhid, Nahu, Sharaf dan Fiqh dengan memakai kitab: Sanusi, Syekh Khalid
(Azhari, Asymawi), Kailani, Fathul Mu'in dan sebagainya.
c.
Mengaji
Tauhid, Nahu, Sharaf, Fiqh, Tafsir dan lain-lain dengan memakai kitab-kitab:
Kifayatul 'Awam (Ummul Barahin), al-Fiyah, Ibn 'Aqil, Mahalli,
Jalalain/Baidhawi, dan sebagainya.
Selain dari pelajaran-pelajaran di atas, ditingkat terakhir juga diajarkan
ilmu mantiq, Balaghah, Tasawuf dan sebagainya dengan memakai kitab-kitab:
Sullam, Idhahul Mubham, Jauhur Maknun/Talkhish, Ihya' Ulumuddin, dan
sebagainya. Adapun kitab Dhammun dan al-'Awamil yang dulunya digunakan dengan
tulisan tangan, tidak lagi dipakai pada masa perubahan ini. Kitab-kitab yang
dipakai juga tidak lagi bertulis tangan, akan tetapi semuanya dicetak. Kitab
dalam bentuk cetakan ini dibawa dari Mekah dan sebagiannya dari Mesir. Tetapi
ada juga yang berasal dari Mesir, seperti yang banyak dipesan oleh toko buku
Syekh Ahmad Khalidi Bukittinggi.
Melalui kitab
yang terakhir inilah aliran baru mulai masuk ke ranah Minang, seperti majalah
al-manar, dan pemikiran-pemikiran lain yang dipelopori oleh Jamaluddin
al-Afgani, Muhammad Abduh, Said Rasyid Ridha, dan sebagainya. Kehadiran
kitab-kitab ini turut mempengaruhi berkembangnya "kaum muda" yang
tergabung dalam organisasi Muhammadiyah di Sumatera Barat, sebab K.H. Ahmad
Dahlan sebagai pendiri organisasi ini banyak terpengaruh dengan pemikiran ulama
Mesir di atas. Biasanya pelajaran di atas berlangsung pada pukul 08.00 s.d.
10.30 untuk tiga mata pelajaran. Kemudian dilakukan lagi pada malah harinya
sesudah Maghrib dari pukul 07. s.d. 09.30 untuk tiga mata pelajaran pula. Jadi
ada enam pelajaran dalam sehari.
Metode yang
digunakan pada masa perubahan ini masih menggunakan sistem halaqah. Hanya saja
di tingkat atas, murid-murid banyak yang memiliki kitab sehingga ketika guru
membaca kitab, setiap murid menyimak kitab mereka masing-masing. Setelah masa
perubahan inilah (1909-1930) kemudian mulai mendirikan madrasah-madrasah yang
menggunakan meja dan bangku sebagai media pembelajarannya, dimulai dengan
Adabiyah School yag didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad tahun 1909, Madras
School didirikan oleh Syeikh M. Thaib Umar, Diniyah School didirikan oleh
Syeikh Zainuddin Labai tahun 1915.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian dan
deskripsi pada makalah yang telah dijabarkan di atas tentang perkembangan
pendidikan Islam di Sumatera Barat ini tentu banyak hal positif yang dapat
diambil pelajaran serta barometer kemajuan pendidikan Islam di Indonesia saat
ini. Fasilitas yang kurrang memadai dalam hal pengajaran ini tidaklah menjadi
suatu faktor yang menjadi penghalang terciptanya kondisi pengajaran dan lingkungan
yang islami. Daam hal ini penulis mengambil beberapa kesimpulan dari makalah
tersebut sebagai berikut :
1.
Bahwa
Pendidikan Islam sudah tertanam sejak lama bukan hanya di surau, melainkan juga
di dalam lingkungan Masayarakat Minangkabau.
2.
Sarana
penunjang proses pendidikan bukan halangan untuk mengadakan pendidikan islam.
3.
Proses
pendidikan yang sederhana mampu melahirkan para tokoh besar.
4.
Perkembangan
Pendidikan Islam terus mengalami perkembangan yang positif dari tahun ke tahun
berkat keikhlasan dan kegigigah para ulama.
DAFTAR PUSTAKA
Azra, Azyumardi, Surau; Pendidikan Islam Tradisional dalam
Transisi dan
Modernisasi, Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 2003.
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1996.
Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam,Jakarta: Kencana,
2016.
Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,
Bandung: Pustaka
Setia, 2004
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia,
Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1999.
[1]Azyumardi
Azra, Surau; Pendidikan Islam Tradisional dalam Transisi dan Modernisasi,
Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.
[2]Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996. Hlm. 34
[3]Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996. Hlm. 10
[4]
Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1999, hlm. 28
[5] Abuddin Nata, Sejarah
Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana, 2016. Hlm 265.
[6] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996. Hlm.
18-19
[7]Enung K Rukiati
dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, Bandung: Pustaka Setia,
2004, hlm.34
[8] Mahmud Yunus, Sejarah
Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1996. Hlm. 35
[9] Mahmud
Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Hidakarya
Agung, 1996. Hlm. 46
Comments
Post a Comment