Sejarah dan Proses Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama, LISA HARDIANA
Sejarah dan
Proses Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama
Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Peradabandan Pembaharuan
Pendidikan
IslamPada Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam
Oleh:
LISA HARDIANA
NPM :
182201011889
MAGISTER
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
1440 H/2019 M
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN BOGOR
1440 H/2019 M
Puji syukur kehadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena berkat rahmat, taufik, hidayah
serta inayah-Nya, penulis dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul “Sejarah dan Proses Pembaharuan Lembaga
Pendidikan Nahdlatul Ulama”.Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam Rasulullah Saw dengan harapan agar kita semua
mendapatkan syafaatnya di hari pembalasan nanti.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini diperuntukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Peradaban
Pendidikan Islam serta merupakan tanggung jawab penulis
pada tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada dosenPeradaban
Pendidikan Islam Dr. Ulil Amri Syarif, LC, M.A. dan Dr. H. Anung Al Hamat, LC,
M.Pd.I. Yang telah memberi tugas penulisan makalahkepada penulis sehingga penulis
mendapatkan ilmu serta wawasan baru.
Demikianlah pengantar yang
dapat penulis sampaikan, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tidak
luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis terima sebagai upaya
evaluasi perbaikan dalam penyusunan makalah ini. Harapannya, di masa yang akan
datang nanti penulis mampu menulis dengan lebih baik lagi. Akhir kata penulis
mengucapkan terima kasih dan semoga Allah mencurahkan mutiara hikmah sebagai
khazanah Peradaban Pendidikan Islam yang dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, dan bagi
seluruh Mahasiswa Pascasarjana Ibn Khaldun. Aamiin
Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah ............................................................................ 4
B.
Rumusan Masalah ...................................................................................... 5
C.
Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
BAB II. PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pembaharuan............................................................................. 6
B.
Sejarah Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama......................................... 7
C.
Tokoh & Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama................ 10
D.
Aspek-aspek
Pembaharuan Pendidikan...................................................... 12
BAB III. PENUTUP
A.
Kesimpulan................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang
bertujuan tidak saja memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan
ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah
sosial, ekonomi, perdagangan dan sebagainya sebagai tanda pengabdiannya kepada bangsa, negara
dan umat manusia Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme,
salah satunya melalui kegiatan pendidikan.
Nahdlatul
Ulama mendirikan beberapa madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting untuk
mempertinggi nilai kecerdasan masyarakat Islam dan mempertinggi budi pekerti
mereka.
Hingga akhirnya padatanggal 11-16 Junitahun 1356 H (1938 M) saat muktamar ke-13 di Menes, Banten. Nahdlatul Ulama memutuskan membentuk badan otonom
yang bertugas mengembangkan pendidikan Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di
beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang dalam perkembangan berikutnya lebih di
kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama dan mengeluarkan reglement tentang susunan
madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan pada tanggal 2 Muharram 1357 H.[1]
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama adalah suatu lembaga
pendidikan yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat.Kedudukan antara
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama dan masyarakat adalah sangat
erat.Masyarakat yang membentuk, membina dan mengembangkannya. Berdirinya
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulamamemiliki peran yang sangat signifikan dalam
proses modernisasi pendidikan di Indonesia terutama pendidikan Islam. Karena
pada dasarnya pergerakan NU yang diprakarsai oleh para Ulama merupakan gerakan
pendidikan yang diselenggarakan di seluruh Indonesia.[2]
Abad
ke-20 merupakan masa kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia, yang ditandai
dengan munculnya ide-ide dan usaha pembaruan pendidikan Islam, baik oleh
pribadi maupun organisasi keagamaan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi
pendidikan kaum muslimin. Sejak diperkenalkannya sistem kelembagaan pendidikan
baru oleh pemerintah kolonial, dalam rangka menghadapi berbagai tuntutan dan
kebutuhan hidup masyarakat di masa modern. Maka lembaga pendidikan Nahdlatul
Ulama turut andil dalam proses pembaruan pendidikan Islam. Oleh sebab itu makalah ini akan
mendeskripsikan modernisasi pendidikan Islam Nahdlatul Ulama dari aspek tujuan,
kurikulum, metode dankelembagaan yang diambil dari beberapan sumber rujukan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana proses modernisasi
lembaga pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
2.
Apa saja aspek-aspek pembaharuan pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
C.
Tujuan
Penelitian
1.
Untuk mengetahui
bagaimana proses proses modernisasi lembaga pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
2.
Untuk mengetahui apa
saja aspek-aspek
pembaharuan pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Modernisasi
Secara
etimologi, pembaharuan berarti proses, cara memperbaharui, proses mengembangkan
adat istiadat, cara hidup yang baru, membangun kembali, menyusun kembali, dan
memulihkan seperti semula.Sedangkan secara terminologi, pembaharuan mengandung
banyak makna, di antaranya pembaharuan adalah suatu usaha mengganti yang jelek
dengan yang baik dengan mengusahakan yang sudah baik menjadi lebih baik.Proses pembaruan atau
modernisasi selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang berkembang saat itu. Tidak mungkin proses pembaruan atau modernisasi
terjadi tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]
Pengertian modernisasi
dengan demikian mirip dengan tajdīd, yaitu upaya pelurusan atau pemulihan
ajaran agama dari campuran unsur-unsur baru yang dianggap merugikan dan
menggangu kemurniannya, untuk dikembalikan kepada “tampilan semula” seperti
dipraktikkan generasi-generasi pendahulu. Di sini tugas para pembaharu,
demikian dikatakan Amin al-Keulli, mengembalikan praktik keberagamaan umat
terdahulu (tradisionalis) dan menghidupkannya di zaman modern dengan tetap
mempertahankan metode-metode lama.Sedangkan
menurut Harun Nasution, kata yang lebih dikenal untuk
pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia Barat, yang
mengandung pengertian: pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah
paham-paham, adat-istiadat, institusiinstitusi lama, dan sebagainya, agar semua
itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang
ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[4]
Pembaruan
dalam Pendidikan Islam tidak mesti harus meninggalkan agama. Tidak mesti
pembaruan itu baru akan terjadi kalau agama sudah ditinggalkan. Pembaruan itu
baru akan terjadi kalau meninggalkan agama, yang perlu ditinggalkan adalah
tradisi yang kontradiktif dengan perkembangan zaman. Islam tidakmenghalangi
pembaruan selama tidak melanggar ketentuanketentuan yang dibawa wahyu[5]Secara
spesifik, pembaharuan dalam aspek Pendidikan Islam, melihat ketertinggalan umat
Islam dalam merespons perkembangan zaman maka diperlukan upaya untuk menata
kembali strukturstruktur sosial, politik, pendidikan dan keilmuan yang mapan
dan ketinggalan jaman, termasuk struktur Pendidikan Islam, adalah bentuk
pembaruan yang terjadi dalam ranah pemikiran kelembagaan Islam[6]
B.
Sejarah Singkat Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama
Nahdlatul
Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang bertujuan tidak saja
memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial,
ekonomi, perdagangan dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada bangsa,
negara dan umat manusia. Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pesantren Tebuireng yaitu KH.
Hasyim Asy’ari pada tanggal 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 31
Januari 1926 M di Surabaya. Organisasi ini memilik struktur kelembagaan mulai
dari kota sampai desa. Gagasan NU lahir dalam rangka pencerahan dan pendidikan
untuk menjawab tantangan sosial keagamaan di kalangan masyarakat.[7]
Dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat
manusia tersebut Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme,
salah satunya melalui kegiatan pendidikan. Program-program pokok NU, yaitu : 1)
bidang pendidikan, 2) bidang ekonomi, 3) bidang mabarrat/sosial, dan 4) bidang
da’wah Program-program pokok tersebut dilaksanakan oleh sejumlah lembaga,
lajnah, dan badan otonom, yang dalam organisasi NU termasuk dalam perangkat
organisasi Tanfidziyah.[8]
Pada
muktamar ke-13 di Menes, Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938, Nahdlatul Ulama
memutuskan membentuk badan otonom yang bertugas mengembangkan pendidikan
Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang
dalam perkembangan berikutnya lebih di kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif
Nahdlatul Ulama.Lembaga
Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (PP LP Ma’arif NU) merupakan salah satu
aparat departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama
(NU).Didirikannya lembaga ini di NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita
pendidikan NU. Bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan
demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini
telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan
ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar (1918), disusul dengan Tashwirul
Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan
(1924) yang merupakan gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah
tiga pilar penting bagi Nadhlatul Ulama .[9]
Lembaga Pendidikan
Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) merupakan aparat departentasi Nahdlatul
Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan Nahdlatul
Ulama, yang ada di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang,
dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. Kedudukan dan fungsi LP Ma’arif NU diatur
dalam BAB VI tentang Struktur dan Perangkat Organisasi pasal 1 dan 2; serta ART
BAB V tentang Perangkat Organisasi.LP Ma’arif NU dalam perjalannya secara aktif
melibatkan diri dalam proses-proses pengembangan pendidikan di Indonesia.
Secara institusional, LP Ma’arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan
mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi; sekolah yang
bernaung di bawah Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI) maupun madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan
Hingga saat ini tercatat tidak kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang
tersebar di seluruh pelosok tanah air bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD,
SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.[10]
Kini LP Ma’arif NU
telah menginjak usia ke-88. Sebagai lembaga masyarakat yang concen terhadap pendidikan, NU
telah memberikan sumbangan wacana baru terhadap dinamika intelektual Muslim
Indonesia sejak lahirnya, perhatian terhadap pendidikan telah menjadi pilihan
utama NU.Pada awal perjuangan NU dan awal kemerdekaan, pendidikan pada saat itu belum tertata rapi seperti yang ada pada
saat sekarang ini.[11]
Konsep
pendidikan menurut Lembaga Pendidikan Ma’arif, masyarakat sebagai salah satu
pemegang tanggung jawab dan penyelenggara pendidikan di Indonesia (selain
pemerintah dan keluarga) turut memainkan peran penting dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Institusi pendidikan masyarakat tersebut bisa berwujud
organisasi sosial keagamaan, atau perkumpulan sosial lainnya. Berkenan dengan
peranserta masyarakat dalam pendidikan tersebut, pemerintah, melalui UUSPN No.
2 tahun 1989, menetapkan bahwa masyarakat memiliki peranserta yang
seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan tatap
memperhatikan cirri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat
tersebut.[12]
Undang-undang
tersebut menegaskan bahwa masyarakat memilki kesempatan yang luas untuk
menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikannya menurut cirri khasnya
masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah menyadari adanya keragaman agama dan
budaya di masyarakat, termasuk masyarakat penyelenggara pendidikan. Untuk itu
pemerintah tetap menghargai setiap masyarakat penyelenggara pendidikan tersebut
yang tetap memiliki cirri khasnya masing-masing. Walaupun demikian, kebebasa
untuk menyelenggarakan satuan pendidikan tersebut masih bisa ditolelir
sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar Negara, pandangan
hidup dan ideology bangsa dan Negara.[13]
C.
Tokoh & Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul
Ulama
KH.Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama.Lahir pada 14
Februari 1871, di Pesantren Gedang desa Tambakrejo Jawa Timur. Sejak usia 15
tahun, dia berkelana menimba ilmu di beberapa pesantren. Beberapa pesantren
yang dia tempati menuntut ilmu, antara lain; Pesantren Wonokoyo di Probolinggo,
Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren
Kedemangan di Bangkalan, dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.[14]
Pada
tahun 1892, dia menimba ilmu ke Mekah dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib dan
Syekh Mahfud at-Tarmisi.Setelah kembali dari Mekah pada tahun 1899, dia
mendirikan Pesantren Tebuireng yang merupakan pesantren terbesar dan terpenting
di Jawa pada abad ke-20.Baru pada tahun 1926, KH.Hasyim Asy’ari menjadi salah
satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan Islam.KH.Hasyim
Asy’ari dianggap sebagai pemikir pembaru pendidikan Islam.[15] Selain
itu KH. Hasyim adalah sosok kyai pendidik sekaligus manajer yang handal.
Sebagai pendidik hampir seluruh waktunyadidedikasikan untuk mengajar, di
samping menulis, serta memimpin pesantren Tebuireng sejak awal didirikan. Para
stafnya adalah pelaksana yang diberikan tanggung jawab mengenai operasional
pondok; namun, seluruh kebijaksaaan pendidikannya sepenuhnya tetap berada di
tangannya sebagai pemimpin tertinggi di pesantren. Apapun yang dilakukan para
stafnya tentu saja atas seizinnya. Dan ini terbukti dengan kasus terkait
anaknya sendiri Wahid Hasyim yang tidak sepenuhnya dapat mewujudkan semua
gagasannya bagi perubahan pesantren ayahnya. Atas dasar ini, perlu diadakan
peninjauan komprehensif dari aspek pemikiran pendidikannya maupun berbagai
aktifitasnya dalam mengusahakan pembaruan pesantrennya.[16]
Pada
1919 madrasah mengadakan perombakan kurikulumnya dengan memberlakukan kurikulum
campuran, yang memberikan pengajaran pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu
agama yang sudah ada, mencakup bahasa Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu
bumi, yang kesemuanya ditulis dengan huruf Latin. Pada 1926 hal yang sama juga
dilakukan dengan penambahan pengajaran bahasaBelanda dan sejarah, menyusul
masuknya Kyai Ilyas, santri dan keponakan KH. Hasyim Asy’ari sendiri, yang
alumni HIS Surabaya, menjadi tenaga pengajar. Sejak 1934, program madrasah 5
tahunnya diperpanjang lagi masa belajarnya menjadi 6 tahun, sama dengan
Madrasah Ibtidaiyah sekarang, Alasannya bisa jadi karena semakin meluasnya
cakupan kurikulum di dalamnya, dengan masuknya ilmu pengetahuan umum.[17] Untuk
menumbuhkan keterbukaan wawasan, KH. Hasyim membolehkan stafnya, terutama Kyai
Ilyas, memasukan buku-buku umum serta surat-surat kabar dan majalah dari
berbagai penerbitan ke dalam madrasah, setelah yang bersangkutan diangkat
menjadikepala madrasah pada 1928, menggantikan Kyai Ma’shum yang diserahi tugas
memimpin pesantren putri Seblak.
Kemudian beberapa gagasan inovatif Wahid muncul antara
1932-1933, mencakup, pertama, mengenai perlunya revisi secara lebih luas dan
mendasar atas kandungan kurikulum madrasah yang dianggap masih didominasi
ilmu-ilmu keagamaan, melalui penambahan porsi pengetahuan umumnya, mengingat
kian meningkatnya kebutuhan santri akan keahlian-keahlian terkait dengannya di
luar ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Kedua, sebagai konsekwensi dari yang
pertama, perlunya diadakan pengurangan atas materi-materi ajar berbahasa Arab,
terutama ilmu-ilmu agama, karena dalam pandangannya bahwa tujuan sebagian besar
santri yang belajar di pesantren tidak lagi untuk menjadi ulama.[18]
Tokoh lainnya yaitu Kyai Hasyim dengan Madrasah Salafiyahnya di lingkungan
pesantren Tebuirengnya, Kyai Wahid dengan Madrasah Nizamiyahnya, Kyai
Syaifuddin Zuhri dengan HIS-nya, Kyai Hasyim Latief dengan madrasah dan
sekolahnya,K. H. Wahab Hasbullah, K.H. Achmad Siddiq, K.H. Abdurrahman
Wahid. dsb.
D.
Aspek-aspek
Pembaharuan Pendidikan
a) Kelembagaan
Menurut Zamzani (2012), Muktamar ke-30 pada
1999 di Lirboyo, Kediri, merupakan momentum penting pengembangan pendidikan NU.
Dalam muktamar ini, NU menegaskan pentingnya memperkuat tata kelola pendidikan
NU yang merupakan instrumen terpenting penyebar dan penyubur misi NU, yaitu
membentuk Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul
karimah, cerdas dan terampil, serta melaksanakan paham Ahlussunah waljamaah,
serta turut bertanggung jawab akan kelangsungan hidup bangsa dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. (Mamat S Burhanudin, 2015).[19]
Pemantapan tata kelola itu, dua tahun kemudian
dioperasionalisasikan dalam Rakernas LP Ma'arif NU yang membagi satuan
pendidikan ke dalam tiga kategori sekolah/madrasah; (1) yang didirikan oleh LP
Ma'arif, (2) yang didirikan oleh jamaah atau lembaga lain di lingkungan NU
bekerja sama dengan LP Ma'arif, dan (3) yang didirikan dan dikelola secara
mandiri oleh jamaah atau lembaga lain di lingkungan NU.Menurut laman resminya,
setidaknya sampai saat ini, ada sekitar 6.000 lembaga pendidikan yang
dikoordinasikan oleh Ma'arif yang tersebar di seantero nusantara. Tentu, tak
mudah menilik sebaran dan kualitas semua jenis dan jenjang pendidikan sehingga
difokuskan untuk jenjang pendidikan SMP dan madrasah tsanawiyah (MTs) karena
untuk jenjang SD/MI sebagian besar telah disediakan pemerintah dan untuk
jenjang SMA/MA/SMK tak mudah melakukan komparasi karena beragamnya jurusan dan
jenis (track) pendidikan.Untuk jenjang SMP/MTs, ada sekitar 1.400 lembaga
pendidikan yang teridentifikasi sebagai bagian dari satuan pendidikan di bawah
naungan LP Ma'arif yang sebagian besarnya berbentuk MTs sekira 67 persen persen
dan sisanya SMP. SMP/MTs Ma'arif NU itu telah menjangkau lebih dari 80 persen
provinsi di Indonesia.[20]
Berdasarkan peta
itu, sebagian besar satuan pendidikan Ma'arif berada dalam manajemen
Kementerian Agama yang mengelola madrasah. Sekalipun sebagian besar SMP/MTs
Ma'arif berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (81,8 persen), juga
cukup tersebar di lebih dari 70 persen kota dan menjangkau hampir 39 persen
kabupaten yang ada di Indonesia. (Diolah dari UN, 2013).[21]
NU menjadikan pengelolaan dan pemberdayaan institusi
pendidikan sebagai lahan strategis dalam menggelorakan semangat “al-muhâfadhah
‘alâ al-qadÑm al-câlÑh wa al-akhŸu bi al-jadÑd al-aclah (memelihara tradisi
lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dua lembaga
pendidikan pada masa awal NU didirikan Nahdlatul Wathan dan Taswir al-Afkar
merupakan cikal bakal lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang lebih modern.
Lembaga Pendidikan Ma’arif merupakan badan yang menangani bidang pendidikan dan
pengajaran dalam organisasi NU. Disamping lembaga Ma’arif, NU masih memiliki
lembaga-lembaga lainnya yang konsen terhadap berbagai bidang sosial
kemasyarakatan seperti lembaga dakwah, lembaga pertanian dan sebagainya. Dalam
makalah ini lembaga Ma’arif perlu dikemukakan sebagai lembaga yang bertanggung
jawab dalam pengelolaan dan penyusunan strategi pengembangan pendidikan yang
ada dibawah payung NU.[22]
Pada tahun 1936 lembaga Ma’arif NU yang bekerjasama
dengan komisi pengajaran NU telah berhasil menyusun dan menetapkan tingkatan
pada madrasah NU yang harus dijalankan. Susunan madrasah tersebut adalah :
1. Madrasah Awaliyah, lama belajar 2 tahun.
2. Madrasah Ibtidaiyah, lama belajar 3 tahun.
3. Madrasah Tsanawiyah, lama belajar 3 tahun.
4. Madrasah Mualimin Wustha, lama belajar 2 tahun.
5. Madrasah Mualimin Ulya, lama belajar 3 tahun.
Seiring dengan
perjalanan waktu NU terus berbenah diri yang disesuaikan dengan semangatnya
untuk pembinaan sosial keagamaan. Melalui lembaga Ma’arif sebagai lembaga
kelengkapan organisasi berupaya sekuat tenaga untuk memikirkan keberlanjutan
pendidikan dan pengajaran pada madrasah-madrasah yang dikelola NU. Puncaknya
terwujudkan dalam sebuah konfrensi besar yang berlangsung dari tanggal 23 – 26
Febuari 1954. Dalam konfrensi ini telah diambil suatu keputusan mengenai
susunan madrasah di lingkungan NU. Susunan sekolah/madrasah tersebut adalah :
1. Raudhatul Athfal (TK), lama belajar 3 tahun.
2. Sekolah Rakyat (SR), lama belajar 6 tahun.
3. SMP NU, lama belajar 3 tahun.
4. SMA NU, lama belajar 3 tahun.
5. SGB NU, lama belajar 4 tahun.
6. SGA NU, lama belajar 3 tahun.
7. Madrasah Mualimin Pertama (MMP), lama belajar 3 tahun.
8. Madrasah Mualimin Atas (MMA), lama belajar 3 tahun.
9. Mualimin Mualimat NU, lama belajar 5 tahun[23]
Dan kini usaha NU dalam bidang pendidikan telah tampak hasilnya dimanabanyak
sekolah-sekolah NU yang didrika Ma’arif dan bekerja
sama dengan Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) mendapat penghargaan dari
Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai Lembaga Pendidikan dengan jumlah lembaga
pendidikan terbanyak mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas.[24]
Lembaga Pendidikan NU yang tersebar di pulau jawa berdasarkan tahun
2013 terakhir
Profinsi
|
MI
|
MTS
|
MA
|
PT
|
SD
|
SMP
|
SMA
|
SMK
|
Jawa Barat
|
351
|
235
|
67
|
13
|
4
|
69
|
12
|
11
|
Jawa Tengah
|
1445
|
458
|
142
|
13
|
5
|
11
|
1
|
44
|
Jawa Timur
|
4412
|
1228
|
530
|
35
|
58
|
67
|
30
|
39
|
b)
Aspek Tujuan Pendidikan
NU didirikan dengan tujuan
memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang
berhaluan ahlussunnah wal jamaah serta menganut mazhab Imam Syafi’i. NU
didirikan untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam
melakukan kegiatan untuk menciptakan kemashlahatan masyarakat, kemajuan bangsa
dan ketinggian harkat dan martabat manusia. Nahdlatul Ulama mewujudkan
tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang dilandasi oleh dasar-dasar paham
keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama, inilah yang kemudian
disebut sebagai Khittah Nahdlatul Ulama11. Tujuan ini dimaknai dalam berbagai
hal, seperti; 1) Menempatkan manusia sebagai makhluk sosial, 2) meningkatkan
peran ulama, 3) memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran
Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah, 4) mempersatukan para ulama dalam
menciptakan kemashlahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan meninggikan harkat
martabat manusia, 5) menjadikan ajaran Islam sebagai landasan gerakan
keagamaan.[25]
Secara khusus di bidang pendidikan,
selain bertujuan untuk mengembangkan wawasan yang lebih luas lagi tidak hanya
semata-mata berorientasi agama (religious oriented), NU juga berorientasi pasar
(marketing oriented) agar pendidikan di NU tidak ditinggalkan masyarakat,
dengan jalan membuka sekolah-sekolah kejuruan yang siap pakai misalnya
bidang-bidang keperawatan, kedokteran, pertanian, tekonologi, ekonomi, hukum.
Berikut matriks perubahan tujuan pendidikan NU:
No
|
Tujuan Sebelumnya
|
Tujuan sesudahnya
|
1
|
Membangun dan mengembangkan
insan dan masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt
|
Menumbuhkan jiwa pemikiran dan
gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai
dengan ajaran Ahlussunnah Waljam’ah.
|
2
|
Membangun dan mengembangkan
insan dan masyarakat yang cerdas, terampil, berakhlak mulia, tenteram, adil,
dan sejahtera.
|
Menanamkan sikap terbuka, watak
mandiri, kemampuan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk lebih baik,
keterampilan menggunkan ilmu dan teknologi, yang kesemuanya adalah perwujudan
pengabdian diri kepada Allah.
|
3
|
Mewujudkan cita-cita melalui
serangkaian ikhtiyar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang
membentuk kepribadian khas NU.
|
Menciptakan sikap hidup yang
berorientasi kepada kehidupan duniawi dan ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
|
4
|
Menjadikan pendidikan agama
sebagai wadah perjuangan para ulama mencerdaskan para pengikutnya
|
Menanamkan penghayatan
terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis.
|
c)
Aspek Kurikulum
Sejak berdirinya NU sebagai
organisasi sosial keagamaan pada tahun 1926, perhatian terhadap berbagai
kehidupan sosial kemasyarakatan dilakukan dengan serius. Aspek pendidikan telah
menjadi perhatian penting oleh tokoh-tokoh pendiri NU. Hal ini ditandai dengan
berdirinya dua lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan dan Taswir al-Afkar. Setelah
NU resmi berdiri, tepatnya pada tahun 1929 dua lembaga pendidikan ini membuka
enam jenjang kelas. Kelas pertama disebut sifr awwal (nol A) dan kelas kedua
disebut dengan sifr tsani (Nol B). Pelajaran di dua kelas ini merupakan latihan
menulis Arab, menyusun kalimat Arab dan membaca Alquran.
Mata pelajaran di madrasah Nahdlatul
Wathan terdiri dari menulis dan menyusun kalimat-kalimat berbahasa Arab,
membaca Alquran, tajwid, Nahwu, Sarf, Tauhid, Hisab dan Geografi. Madrasah ini
juga membuka kelas khusus anak-anak yatim dan miskin yang diadakan pada sore
hari. Madrasah ini terus berkembang ke berbagai wilayah. Pada tahun 1929,
tercatat 18 cabang madrasah Nahdlatul Wathan di berbagai daerah seperti di
Jagalan, Pacar Keling, Petukangan, Wonokromo, Malang dan sebagainya. Pada tahun
tersebut sebanyak 250 murid dan pada tahun 1937 di seluruh
jenjang kelas bertambah menjadi 1348 murid.[26]
Kurikulum Lama
|
Kurikulum
sesudah
|
Kurikulum
pembaharuan
|
Kurikulum NU cenderung
berkonsentrasi pada kurikulum keagamaan (pesantren) dengan hanya mempelajarai
kitab-kitab kuning atau kitab klasik berbahasa Arab yang mempelajari Fiqih,
Alquran, Ilmu Tasawuf, dan kajian keagamaan lainnya
|
Menyelenggarakan kurikulum
campuran, yang memberikan pengajaran
pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu agama yang sudah ada, mencakup bahasa
Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu bumi, yang kesemuanya ditulis dengan
huruf Latin.
|
Melakukan
penambahan pengajaran
bahasa Belanda dan sejarah dan menghadirkan para tenaga pengajar yang ahli
dibidang tersebut seperti Kyai Ilyas, santri dan
keponakan KH. Hasyim Asy'ari sendiri, yang alumni HIS Surabaya
|
Pada tahun 1962, saat PBNU bagian
Ma’arif mengadakan Musyawarah Tingkat Wilayah di Bandung, Jawa Barat akhirnya
ide kurikulum campuran diresmikan penggunaanya dengan komposisi 70 % agama
dan 30 % umum.
|
kurikulum nasional yang dikeluarkan
oleh pemerintah dengan tambahan mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
sekolah/madrasah, khsusnya mata pelajaran studi ke-NUan dan Ahlussunnah wal
Jama’ah (Aswaja). Dengan komposisi 100 %
agama dan 100 % umum.
|
Untuk sekolah umum, Lembaga
Pendidikan Ma’arif NUmenggunakan kurikulum yang diberlakukan secara nasional
yang bersumber dari Depdiknas, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang mulai
diaplikasikan pada tahun 2004 ini. Maksud sekolah umum adalah SD, SLTP, SMU,
SMK dan lembaga Pendidikan umum yang sejenis
|
Dengan perkembangan masyarakat yang
begitu cepat, menuntut agar sistem pendidikan harus pula dikembangkan untuk
membuatnya lebih relevan dengan tuntutan sosio-historis. Dalam konteks ini, NU
telah melakukan reformasi kurikulum pendidikan Islam yang telah berlangsung
dari abad ke abad.[27]
d)
Metode
Membicarakan metode pendidikan NU tidak bisa
terlepas dari keberadaan pendidikan pesantren. Sebagai lembaga pendidikan Islam
pesantren-pesantren NU pada dasarnya hanya mengajarkan agama, meskipun dalam
perkembangan selanjutnya banyak dari kalangan pesantren NU yang dikelola dengan
menggunakan metode pengajaran modern. Adapun yang lazim digunakan dalam lembaga
pendidikan NU adalah:
1) Metode wetonan/bandongan. Metode weton ini merupakan
metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling
kyai. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran
diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan
shalat fardhu. Di Jawa Barat metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di
Sumatera disebut dengan halaqah. Ini adalah proses awal pembelajaran, para
santri akan mengaji ulang pelajarannya dengan teman dan dengan cara mereka
sendiri. Khususnya santri senior diminta untuk bergabung dan mendiskusikannya
secara bersama. Metode ini mirip dengan metode pengajaran tutor teman sebaya
yang banyak dipakai pada sekolah-sekolah modern sekarang ini. Perlu dicatat
bahwa hadir dan menyelesaikan tugas adalah inovasi baru dalam sistem wetonan,
sebab kebanyakan mata pelajaran membutuhkan penyelesaian yang lebih cepat
dikarenakan para santri memiliki waktu yang relatif lebih pendek. Menurut Imam
Arifin[28] dalam metode wetonan setiap orang bebas untuk
datang mengaji semampu mereka, dan dalam metode wetonan terdapat banyak sistem
pengajian. Santri junior belajar kepada santri yang lebih senior.
2) Metode sorogan. Sorogan berasal dari kata sorog yang
berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kiai
atau pembantunya. Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari
keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut
kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi santri. Kendatipun demikian
metode ini diakui paling intensif karena
dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung.
3) Metode hafalan, yakni suatu metode dimana santri
menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya 4. Metode
pembelajaran yang bersifat modern. Dalam pola modern ini, para santri tidak
hanya diajarkan ilmu-ilmu agama saja, namun santri diberi ilmu-ilmu pengetahuan
umum.[29]
Menurut Muhammedi upaya NU untuk
meningkatkan mutu pendidikan pesantren dan madrasah telah dilakukan oleh
tokoh-tokoh pendidikan NU, antara lain kita bisa bercermin pada pembaharuan
metode pendidikan di lingkungan Nahdlatul ‘Ulama yang dilakukan oleh K.H.A.
Wahid Hasyim ketika menjabat sebagai Menteri Agama dan ketua Lembaga Pendidikan
Ma’arif Nahdlatul ‘Ulama telah melakukan beberapa upaya pembaharuan pendidikan
pesantren dan madrasah melalui beberapa metode pengembangan, antara lain:
1) Metode tranformasi teosentris ke anthroposentris dengan
merekonstruksi tujuan pembelajaran di pesantren, yang semula santri diarahkan
untuk mencetak ahli agam (ulama) dengan menyarankan agar tidak semua santri
menjadi ulama, namun tetap memahami ajaran agama sebagaimana di pelajari di
pesantren. Santri harus memperkuat diri dengan berbagai macam keahlian yang
dalam dunia pendidikan sekarang dikenal dengan life skill education.
2) Metode tranformasi dikotomik kepada non-dikotomik antara
ilmu agama dan non agama. Menurut Wahid Hasyim, bahwa materi yang diajarkan di
pesantren dan madrasah haruslah merupakan ilmu-ilmu yang komprehensif yang
tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik
saja.
3) Metode tranformasi teoritik ke praktis. Dalam konsep ini
Wahid Hasyim menekankan pentingnya pengamalan ilmu yang dipelajari di
pesantren. Orientasi dari paradigma ini adalah terciptanya insane yang
berakhlakul karimah dan tujuan pendidikan bukan semata-mata transfer of knowledge
namun juga transfer of values.[30]
Matriks Pembaharuan Metode
Metode lama
|
Metode sesudah
|
Proses pembaharuan metode
|
Metode pembelajaran yang
diterapkan di antaranya adalah sorogan, bandongan, dan musyawarah untuk
mengajarkan ilmu agama dengan santri/peserta didik menghadap kiyai atau ustadz
pengajarnya seorang demi seorang dan menyodorkan kitab untuk dibaca dan atau
dikaji bersama dengan kiyai atau ustadz tersebut. Kemudian melakukan tanya jawab.
|
Metode demokratis dengan
memberikan kesempatan kepada para santri untuk memperkuat diri dengan
berbagai macam keahlian yang dalam dunia pendidikan sekarang dikenal dengan
life skill education denganmemanfaat kan berbagai macam sumber ilmu dan tidak
terbatas hanya pada kyai.
|
Pembaharuan metode pendidikan
di lingkungan Nahdlatul Ulama dilakukan melalui mrtodetransformasi teosentris ke anthroposentris, dikotomik kepada nondikotomik, dan teoritik
ke praktis untuk menekankan pentingnya pengamalan ilmu yang dipelajari.
|
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Nahdlatul Ulama
merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang bertujuan tidak saja
memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam
Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial,
ekonomi, perdagangan dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada bangsa,
negara dan umat manusia. Dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat
manusia tersebut Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme,
salah satunya melalui kegiatan pendidikan. Pada muktamar ke-13 di Menes, Banten
pada tanggal 11-16 Juni 1938, Nahdlatul Ulama memutuskan membentuk badan otonom
yang bertugas mengembangkan pendidikan Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di
beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang dalam perkembangan berikutnya lebih di
kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama.
Pembaharuan pendidikan
NU tidak bisa dilepaskan dari LP. Ma’arif NU yang berfungsi sebagai pelaksana
kebijakan NU dibidang pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun non formal.
NU juga memiliki lembaga RMI (Rabitha Ma’ahid Al-Islamiyah) yang bertugas
melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan sistem pendidikan dan pondok
pesantren, sehingga pelaksanaan pendidikan di kalangan NU benar-benar
terkoordinir dengan baik.
Pembaharuan pendidikan
NU yang dilakukan oleh LP Ma’arif Nu
1)
Melakukan Pendataan
Pendidikan
|
2)
Penguatan Bahasa
Inggris dan Menjalin Kerjasama dengan Universitas di Luar Negeri
|
3)
Penulisan
Buku/Bahan Ajar Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dan Ke-NU-an dan Revisi
Kurikulum Ma’arif Tahun 1983
|
4)
Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Peningkatan Mutu Pendidikan
|
5)
Konsolidasi
Organisasi melalui Silaturrahim, Jurnal Cetak dan Website
|
6)
Pembenahan
Manajemen Pendidikan
|
7)
Olimpiade Mutu Guru dan Siswa
|
8)
Penataan Aset
Pendidikan NU
|
9)
Aktif dalam
Perumusan Kebijakan Pendidikan
|
10) Pengembangan Perguruan Tinggi
|
Usaha NU dalam bidang pendidikan telah tampak
hasilnya dimana banyak sekolah-sekolah NU didrikan yang Ma’arif bekerja
sama dengan Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) mendapat penghargaan dari
Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai Lembaga Pendidikan dengan jumlah lembaga
pendidikan terbanyak mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas dan
perguruan tinggi.
Pada 1919 madrasah mengadakan
perombakan kurikulumnya dengan memberlakukan kurikulum campuran, yang
memberikan pengajaran pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu agama yang sudah
ada, mencakup bahasa Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu bumi, yang
kesemuanya ditulis dengan huruf Latin. Pada 1926 hal yang sama juga dilakukan
dengan penambahan pengajaran bahasaBelanda dan sejarah, menyusul masuknya Kyai
Ilyas, santri dan keponakan KH. Hasyim Asy’ari sendiri, yang alumni HIS
Surabaya, menjadi tenaga pengajar. Sejak 1934, program madrasah 5 tahunnya
diperpanjang lagi masa belajarnya menjadi 6 tahun, sama dengan Madrasah
Ibtidaiyah sekarang, Alasannya bisa jadi karena semakin meluasnya cakupan
kurikulum di dalamnya, dengan masuknya ilmu pengetahuan umum.
Metode
pembaharuan K.H.A. Wahid Hasyim, ketika menjabat sebagai
Menteri Agama dan ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul 'Ulama telah
melakukan beberapa upaya pembaharuan pendidikan pesantren dan madrasah melalui
beberapa metode pengembangan, antara lain:
1)
Metode tranformasi teosentris ke anthroposentris
2)
Metode tranformasi dikotomik kepada non-dikotomik antara ilmu
agama dan non agama.
3)
Metode tranformasi teoritik ke praktis.
DAFTAR PUSTAKA.
Abdurrahman. (2017).Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU)
Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.Dosen Fakultas Dakwah dan
KomunikasiUIN Sumatera Utara.UIN Sumatera Utara.
ArifinIman. (1993).Kepemimpinan Kyai:, Kasus Pondok Pesantren
Tebuireng (Kyai
Leadership: The Case Pesantren Tebu Ireng). Malang: Kalimatasaha Perss.
AzraAzyumardi. Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan dalamH. Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren:
Kajian PesantrenAs’adiyahSengkangSulawesiSelatan.
Fealy Greg, Barton Greg. (1997).Nahdlatul Ulama,
Traditional Islam and Modernity in Indonesia, terjemah. Ahmad Suaedy.
Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara.Yogyakarta: LKis.
Haris A. Busyairi. (2008).Islam NU
Pengawal Tradisi Sunni.Jakarta: CV. Rajawali.
Hasan Abdillah F. (2011). Ensiklopedi
Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam. Yogyakarta: Mutiara Media.
Mahrus As’ad.(2012).Pembaruan
Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari.Lampung: Jurnal
TSAQAFAH.
Muhammedi Dosen Sekolah Tinggi Ar Raudhoh Tanjung Pura. (2016). Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia Pengalaman Nahdlatul Ulama. Sumatera Utara:
UIN Sumatera
Utara Medan.
Mulkhan Abdul Munir. (1993). Paradigma
Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: Sipress.
NasutionHarun. (1992).Pembaharuan dalam Islam:
Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang.
NataAbuddin,
dkk. (2005).Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum.Jakarta: RajaGrafindo
Perkasa.
Nizar Samsul. (2013). Sejarah Sosial &
Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara. Jakarta: Kencana Prenda Media Group.
Sobari Mohamad. (2010).NU dan
Keindonesiaan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
YunusMuhammad.(1992). Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.
Potret PendidikanNU2016 (https://republika.co.id/berita/koran/opini-koran/o22e8g2/potret-pendidikan-nu)
Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU.
2017. https://kmnu.or.id/sejarah-lembaga-pendidikan-maarif-nu/
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, bab XIII, pasal 47, beserta penjelasannya.http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_89.htm
Zamzani. (2012).LP Ma'arif NU dan
Satuan Pendidikan di Lingkungan NU.Dosen STAINU Jakarta; Bendahara Pengurus Pusat LP
Ma’arif NU.http://www.nu.or.id/post/read/38231/lp-ma039arif-nu-dan-satuan-pendidikan-di-lingkungan-nu
[1]Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Mutiara Sumber
Widya. 1992, hlm. 244.
[2]Sejarah
Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. 2017.https://kmnu.or.id/sejarah-lembaga-pendidikan-maarif-nu/
[3] Abuddin Nata, dkk., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: RajaGrafindo
Perkasa, 2005, hal. 105.
[4] Harun Nasution,
Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang,
1992, h. 9.
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan
Gerakan,cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hal 209.
[6] Azyumardi Azra, Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan dalamH.
Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren
As’adiyah Sengkang Sulawesi Selatan,
hal 21.
[7] Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan
Islam di Nusantara, (Jakarta: KENCANA PRENDA MEDIA GROUP, 2013), hal 305.
[8] Keterangan lebih lanjut tentang ketiga perangkat organisasi
tersebut, lihat Hasilhasil Muktamar XXX NU, (Jakarta: Sekjen PBNU, 2001), pp.
127-32
[10]Ibid
[12] Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, bab XIII, pasal 47, beserta penjelasannya.http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_89.htm
[13] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar
Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1993), p. 230
[14] Abdillah F. Hasan, Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri
Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), hal 224.
[15] Abdillah F. Hasan, Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri
Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), hal 224.
[18]ibid
[19]Zamzani.Dosen
STAINU Jakarta; Bendahara Pengurus Pusat LP Ma’arif NU. 2012 (http://www.nu.or.id/post/read/38231/lp-ma039arif-nu-dan-satuan-pendidikan-di-lingkungan-nu)
[20]Potret PendidikanNU2016 (https://republika.co.id/berita/koran/opini-koran/o22e8g2/potret-pendidikan-nu)
[22]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap
Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN Sumatera
Utara. 2017, hal 14
[23]Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Mutiara Sumber
Widya. 1992, hlm. 244.
[24]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU)
Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN
Sumatera Utara. 2017, hal 16
[25] A. Busyairi Haris, Islam NU
Pengawal Tradisi Sunni (Jakarta: CV. Rajawali. 2008), hlm. 113
114.
[26]Greg Fealy dan Greg Barton, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and
Modernity in Indonesia, terjemah. Ahmad Suaedy. Tradisionalisme Radikal
Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara (Yogyakarta: LKis, 1997), hlm. 9-13.
[27] Mohamad Sobari, NU dan
Keindonesiaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). hlm.
17.
[28] Iman Arifin, Kepemimpinan Kya:, Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng
(Kyai Leadership: The Case Pesantren Tebu Ireng) (Malang: Kalimatasaha Perss.
1993), hlm.38.
[29]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU)
Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN
Sumatera Utara. 2017, hal 10
[30]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU)
Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN
Sumatera Utara. 2017, hal 11
Comments
Post a Comment