Sejarah dan Proses Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama, LISA HARDIANA


Sejarah dan Proses Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Peradabandan Pembaharuan
Pendidikan IslamPada Program Studi Magister Pendidikan Agama Islam



Oleh:
LISA HARDIANA
NPM   : 182201011889


MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR
14
40 H/2019 M
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa penulis panjatkan karena berkat rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya yang berjudul Sejarah dan Proses Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama.Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada junjungan alam Rasulullah Saw dengan harapan agar kita semua mendapatkan syafaatnya di hari pembalasan nanti.
Maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini diperuntukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Peradaban Pendidikan Islam serta merupakan tanggung jawab penulis pada tugas yang diberikan. Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosenPeradaban Pendidikan Islam Dr. Ulil Amri Syarif, LC, M.A. dan Dr. H. Anung Al Hamat, LC, M.Pd.I. Yang telah memberi tugas penulisan makalahkepada penulis sehingga penulis mendapatkan ilmu serta wawasan baru.
Demikianlah pengantar yang dapat penulis sampaikan, penulis menyadari dalam penulisan makalah ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Allah Swt. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penulis terima sebagai upaya evaluasi perbaikan dalam penyusunan makalah ini. Harapannya, di masa yang akan datang nanti penulis mampu menulis dengan lebih baik lagi. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Allah mencurahkan mutiara hikmah sebagai khazanah Peradaban Pendidikan Islam yang dapat memberikan manfaat bagi penulis, pembaca, dan bagi seluruh Mahasiswa Pascasarjana Ibn Khaldun. Aamiin

                                                                                                            Penulis




                                                                                                Bogor, 20 Maret 2019

DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL .......................................................................................................... i
KATA PENGANTAR.........................................................................................            ii
DAFTAR ISI.................................................................................................................. iii
BAB I.     PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah ............................................................................            4
B.     Rumusan Masalah ......................................................................................            5
C.     Tujuan Penelitian .......................................................................................            5
BAB II.   PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pembaharuan.............................................................................            6
B.     Sejarah Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama.........................................            7
C.     Tokoh & Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama................          10
D.    Aspek-aspek Pembaharuan Pendidikan......................................................          12
BAB III.  PENUTUP
A.    Kesimpulan.................................................................................................          21
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 23





BAB I
PENDAHULUAN

A.                Latar Belakang Masalah
            Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang bertujuan tidak saja memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial, ekonomi, perdagangan dan sebagainya sebagai tanda pengabdiannya kepada bangsa, negara dan umat manusia Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme, salah satunya melalui kegiatan pendidikan.
            Nahdlatul Ulama mendirikan beberapa madrasah di tiap-tiap cabang dan ranting untuk mempertinggi nilai kecerdasan masyarakat Islam dan mempertinggi budi pekerti mereka. Hingga akhirnya padatanggal 11-16 Junitahun 1356 H (1938 M) saat muktamar ke-13 di Menes, Banten. Nahdlatul Ulama memutuskan membentuk badan otonom yang bertugas mengembangkan pendidikan Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang dalam perkembangan berikutnya lebih di kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama dan mengeluarkan reglement tentang susunan madrasah-madrasah NU yang harus dijalankan pada tanggal 2 Muharram 1357 H.[1]
            Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama adalah suatu lembaga pendidikan yang lahir, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat.Kedudukan antara Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama dan masyarakat adalah sangat erat.Masyarakat yang membentuk, membina dan mengembangkannya. Berdirinya Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulamamemiliki peran yang sangat signifikan dalam proses modernisasi pendidikan di Indonesia terutama pendidikan Islam. Karena pada dasarnya pergerakan NU yang diprakarsai oleh para Ulama merupakan gerakan pendidikan yang diselenggarakan di seluruh Indonesia.[2]
            Abad ke-20 merupakan masa kebangkitan pendidikan Islam di Indonesia, yang ditandai dengan munculnya ide-ide dan usaha pembaruan pendidikan Islam, baik oleh pribadi maupun organisasi keagamaan dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi pendidikan kaum muslimin. Sejak diperkenalkannya sistem kelembagaan pendidikan baru oleh pemerintah kolonial, dalam rangka menghadapi berbagai tuntutan dan kebutuhan hidup masyarakat di masa modern. Maka lembaga pendidikan Nahdlatul Ulama turut andil dalam proses pembaruan pendidikan Islam. Oleh sebab itu makalah ini akan mendeskripsikan modernisasi pendidikan Islam Nahdlatul Ulama dari aspek tujuan, kurikulum, metode dankelembagaan yang diambil dari beberapan sumber rujukan.

B.                 Rumusan Masalah
1.                  Bagaimana proses modernisasi lembaga pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
2.                  Apa saja aspek-aspek pembaharuan pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.

C.                Tujuan Penelitian
1.                     Untuk mengetahui bagaimana proses proses modernisasi lembaga pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.
2.                  Untuk mengetahui apa saja aspek-aspek pembaharuan pendidikan Islam Nahdlatul Ulama.






BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Modernisasi
            Secara etimologi, pembaharuan berarti proses, cara memperbaharui, proses mengembangkan adat istiadat, cara hidup yang baru, membangun kembali, menyusun kembali, dan memulihkan seperti semula.Sedangkan secara terminologi, pembaharuan mengandung banyak makna, di antaranya pembaharuan adalah suatu usaha mengganti yang jelek dengan yang baik dengan mengusahakan yang sudah baik menjadi lebih baik.Proses pembaruan atau modernisasi selalu beriringan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat itu. Tidak mungkin proses pembaruan atau modernisasi terjadi tanpa dukungan ilmu pengetahuan dan teknologi.[3]
            Pengertian modernisasi dengan demikian mirip dengan tajdīd, yaitu upaya pelurusan atau pemulihan ajaran agama dari campuran unsur-unsur baru yang dianggap merugikan dan menggangu kemurniannya, untuk dikembalikan kepada “tampilan semula” seperti dipraktikkan generasi-generasi pendahulu. Di sini tugas para pembaharu, demikian dikatakan Amin al-Keulli, mengembalikan praktik keberagamaan umat terdahulu (tradisionalis) dan menghidupkannya di zaman modern dengan tetap mempertahankan metode-metode lama.Sedangkan menurut Harun Nasution, kata yang lebih dikenal untuk pembaharuan adalah modernisasi. Kata modernisasi lahir dari dunia Barat, yang mengandung pengertian: pikiran, aliran, gerakan dan usaha untuk mengubah paham-paham, adat-istiadat, institusiinstitusi lama, dan sebagainya, agar semua itu dapat disesuaikan dengan pendapat-pendapat dan keadaan-keadaan baru yang ditimbulkan oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.[4]
            Pembaruan dalam Pendidikan Islam tidak mesti harus meninggalkan agama. Tidak mesti pembaruan itu baru akan terjadi kalau agama sudah ditinggalkan. Pembaruan itu baru akan terjadi kalau meninggalkan agama, yang perlu ditinggalkan adalah tradisi yang kontradiktif dengan perkembangan zaman. Islam tidakmenghalangi pembaruan selama tidak melanggar ketentuanketentuan yang dibawa wahyu[5]Secara spesifik, pembaharuan dalam aspek Pendidikan Islam, melihat ketertinggalan umat Islam dalam merespons perkembangan zaman maka diperlukan upaya untuk menata kembali strukturstruktur sosial, politik, pendidikan dan keilmuan yang mapan dan ketinggalan jaman, termasuk struktur Pendidikan Islam, adalah bentuk pembaruan yang terjadi dalam ranah pemikiran kelembagaan Islam[6]
B.                 Sejarah Singkat Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama
            Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang bertujuan tidak saja memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial, ekonomi, perdagangan dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat manusia. Nahdlatul Ulama didirikan oleh ulama pesantren Tebuireng yaitu KH. Hasyim Asy’ari pada tanggal 16 Rajab 1344 H, bertepatan dengan tanggal 31 Januari 1926 M di Surabaya. Organisasi ini memilik struktur kelembagaan mulai dari kota sampai desa. Gagasan NU lahir dalam rangka pencerahan dan pendidikan untuk menjawab tantangan sosial keagamaan di kalangan masyarakat.[7]
            Dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat manusia tersebut Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme, salah satunya melalui kegiatan pendidikan. Program-program pokok NU, yaitu : 1) bidang pendidikan, 2) bidang ekonomi, 3) bidang mabarrat/sosial, dan 4) bidang da’wah Program-program pokok tersebut dilaksanakan oleh sejumlah lembaga, lajnah, dan badan otonom, yang dalam organisasi NU termasuk dalam perangkat organisasi Tanfidziyah.[8]
            Pada muktamar ke-13 di Menes, Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938, Nahdlatul Ulama memutuskan membentuk badan otonom yang bertugas mengembangkan pendidikan Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang dalam perkembangan berikutnya lebih di kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama.Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (PP LP Ma’arif NU) merupakan salah satu aparat departementasi di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU).Didirikannya lembaga ini di NU bertujuan untuk mewujudkan cita-cita pendidikan NU. Bagi NU, pendidikan menjadi pilar utama yang harus ditegakkan demi mewujudkan masyarakat yang mandiri. Gagasan dan gerakan pendidikan ini telah dimulai sejak perintisan pendirian NU di Indonesia. Dimulai dari gerakan ekonomi kerakyatan melalui Nadlatut Tujjar (1918), disusul dengan Tashwirul Afkar (1922) sebagai gerakan keilmuan dan kebudayaan, hingga Nahdlatul Wathan (1924) yang merupakan gerakan politik di bidang pendidikan, maka ditemukanlah tiga pilar penting bagi Nadhlatul Ulama .[9]
Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama (LP Ma’arif NU) merupakan aparat departentasi Nahdlatul Ulama yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan-kebijakan pendidikan Nahdlatul Ulama, yang ada di tingkat Pengurus Besar, Pengurus Wilayah, Pengurus Cabang, dan Pengurus Majelis Wakil Cabang. Kedudukan dan fungsi LP Ma’arif NU diatur dalam BAB VI tentang Struktur dan Perangkat Organisasi pasal 1 dan 2; serta ART BAB V tentang Perangkat Organisasi.LP Ma’arif NU dalam perjalannya secara aktif melibatkan diri dalam proses-proses pengembangan pendidikan di Indonesia. Secara institusional, LP Ma’arif NU juga mendirikan satuan-satuan pendidikan mulai dari tingkat dasar, menengah hingga perguruan tinggi; sekolah yang bernaung di bawah Departemen Nasional RI (dulu Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI) maupun madrasah; maupun Departemen Agama RI) yang menjalankan Hingga saat ini tercatat tidak kurang dari 6000 lembaga pendidikan yang tersebar di seluruh pelosok tanah air bernaung di bawahnya, mulai dari TK, SD, SLTP, SMU/SMK, MI, MTs, MA, dan beberapa perguruan tinggi.[10]
Kini LP Ma’arif NU telah menginjak usia ke-88. Sebagai lembaga masyarakat yang concen terhadap pendidikan, NU telah memberikan sumbangan wacana baru terhadap dinamika intelektual Muslim Indonesia sejak lahirnya, perhatian terhadap pendidikan telah menjadi pilihan utama NU.Pada awal perjuangan NU dan awal kemerdekaan, pendidikan pada saat itu belum tertata rapi seperti yang ada pada saat sekarang ini.[11]
            Konsep pendidikan menurut Lembaga Pendidikan Ma’arif, masyarakat sebagai salah satu pemegang tanggung jawab dan penyelenggara pendidikan di Indonesia (selain pemerintah dan keluarga) turut memainkan peran penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Institusi pendidikan masyarakat tersebut bisa berwujud organisasi sosial keagamaan, atau perkumpulan sosial lainnya. Berkenan dengan peranserta masyarakat dalam pendidikan tersebut, pemerintah, melalui UUSPN No. 2 tahun 1989, menetapkan bahwa masyarakat memiliki peranserta yang seluas-luasnya dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, dengan tatap memperhatikan cirri khas satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tersebut.[12]
            Undang-undang tersebut menegaskan bahwa masyarakat memilki kesempatan yang luas untuk menyelenggarakan dan mengembangkan satuan pendidikannya menurut cirri khasnya masing-masing. Dalam hal ini, pemerintah menyadari adanya keragaman agama dan budaya di masyarakat, termasuk masyarakat penyelenggara pendidikan. Untuk itu pemerintah tetap menghargai setiap masyarakat penyelenggara pendidikan tersebut yang tetap memiliki cirri khasnya masing-masing. Walaupun demikian, kebebasa untuk menyelenggarakan satuan pendidikan tersebut masih bisa ditolelir sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila sebagai dasar Negara, pandangan hidup dan ideology bangsa dan Negara.[13]

C.                Tokoh & Pembaharuan Lembaga Pendidikan Nahdlatul Ulama
            KH.Hasyim Asy’ari adalah pendiri Nahdlatul Ulama.Lahir pada 14 Februari 1871, di Pesantren Gedang desa Tambakrejo Jawa Timur. Sejak usia 15 tahun, dia berkelana menimba ilmu di beberapa pesantren. Beberapa pesantren yang dia tempati menuntut ilmu, antara lain; Pesantren Wonokoyo di Probolinggo, Pesantren Langitan di Tuban, Pesantren Trenggilis di Semarang, Pesantren Kedemangan di Bangkalan, dan Pesantren Siwalan di Sidoarjo.[14]
            Pada tahun 1892, dia menimba ilmu ke Mekah dan berguru pada Syekh Ahmad Khatib dan Syekh Mahfud at-Tarmisi.Setelah kembali dari Mekah pada tahun 1899, dia mendirikan Pesantren Tebuireng yang merupakan pesantren terbesar dan terpenting di Jawa pada abad ke-20.Baru pada tahun 1926, KH.Hasyim Asy’ari menjadi salah satu pemrakarsa berdirinya Nahdlatul Ulama (NU), yang berarti kebangkitan Islam.KH.Hasyim Asy’ari dianggap sebagai pemikir pembaru pendidikan Islam.[15] Selain itu KH. Hasyim adalah sosok kyai pendidik sekaligus manajer yang handal. Sebagai pendidik hampir seluruh waktunyadidedikasikan untuk mengajar, di samping menulis, serta memimpin pesantren Tebuireng sejak awal didirikan. Para stafnya adalah pelaksana yang diberikan tanggung jawab mengenai operasional pondok; namun, seluruh kebijaksaaan pendidikannya sepenuhnya tetap berada di tangannya sebagai pemimpin tertinggi di pesantren. Apapun yang dilakukan para stafnya tentu saja atas seizinnya. Dan ini terbukti dengan kasus terkait anaknya sendiri Wahid Hasyim yang tidak sepenuhnya dapat mewujudkan semua gagasannya bagi perubahan pesantren ayahnya. Atas dasar ini, perlu diadakan peninjauan komprehensif dari aspek pemikiran pendidikannya maupun berbagai aktifitasnya dalam mengusahakan pembaruan pesantrennya.[16]
            Pada 1919 madrasah mengadakan perombakan kurikulumnya dengan memberlakukan kurikulum campuran, yang memberikan pengajaran pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu agama yang sudah ada, mencakup bahasa Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu bumi, yang kesemuanya ditulis dengan huruf Latin. Pada 1926 hal yang sama juga dilakukan dengan penambahan pengajaran bahasaBelanda dan sejarah, menyusul masuknya Kyai Ilyas, santri dan keponakan KH. Hasyim Asy’ari sendiri, yang alumni HIS Surabaya, menjadi tenaga pengajar. Sejak 1934, program madrasah 5 tahunnya diperpanjang lagi masa belajarnya menjadi 6 tahun, sama dengan Madrasah Ibtidaiyah sekarang, Alasannya bisa jadi karena semakin meluasnya cakupan kurikulum di dalamnya, dengan masuknya ilmu pengetahuan umum.[17] Untuk menumbuhkan keterbukaan wawasan, KH. Hasyim membolehkan stafnya, terutama Kyai Ilyas, memasukan buku-buku umum serta surat-surat kabar dan majalah dari berbagai penerbitan ke dalam madrasah, setelah yang bersangkutan diangkat menjadikepala madrasah pada 1928, menggantikan Kyai Ma’shum yang diserahi tugas memimpin pesantren putri Seblak.
            Kemudian beberapa gagasan inovatif Wahid muncul antara 1932-1933, mencakup, pertama, mengenai perlunya revisi secara lebih luas dan mendasar atas kandungan kurikulum madrasah yang dianggap masih didominasi ilmu-ilmu keagamaan, melalui penambahan porsi pengetahuan umumnya, mengingat kian meningkatnya kebutuhan santri akan keahlian-keahlian terkait dengannya di luar ilmu-ilmu keagamaan di masyarakat. Kedua, sebagai konsekwensi dari yang pertama, perlunya diadakan pengurangan atas materi-materi ajar berbahasa Arab, terutama ilmu-ilmu agama, karena dalam pandangannya bahwa tujuan sebagian besar santri yang belajar di pesantren tidak lagi untuk menjadi ulama.[18]
            Tokoh lainnya yaitu Kyai Hasyim dengan Madrasah Salafiyahnya di lingkungan pesantren Tebuirengnya, Kyai Wahid dengan Madrasah Nizamiyahnya, Kyai Syaifuddin Zuhri dengan HIS-nya, Kyai Hasyim Latief dengan madrasah dan sekolahnya,K. H. Wahab Hasbullah, K.H. Achmad Siddiq, K.H. Abdurrahman Wahid. dsb.


D.                Aspek-aspek Pembaharuan Pendidikan

a)      Kelembagaan
            Menurut Zamzani (2012), Muktamar ke-30 pada 1999 di Lirboyo, Kediri, merupakan momentum penting pengembangan pendidikan NU. Dalam muktamar ini, NU menegaskan pentingnya memperkuat tata kelola pendidikan NU yang merupakan instrumen terpenting penyebar dan penyubur misi NU, yaitu membentuk Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, berakhlakul karimah, cerdas dan terampil, serta melaksanakan paham Ahlussunah waljamaah, serta turut bertanggung jawab akan kelangsungan hidup bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. (Mamat S Burhanudin, 2015).[19]
            Pemantapan tata kelola itu, dua tahun kemudian dioperasionalisasikan dalam Rakernas LP Ma'arif NU yang membagi satuan pendidikan ke dalam tiga kategori sekolah/madrasah; (1) yang didirikan oleh LP Ma'arif, (2) yang didirikan oleh jamaah atau lembaga lain di lingkungan NU bekerja sama dengan LP Ma'arif, dan (3) yang didirikan dan dikelola secara mandiri oleh jamaah atau lembaga lain di lingkungan NU.Menurut laman resminya, setidaknya sampai saat ini, ada sekitar 6.000 lembaga pendidikan yang dikoordinasikan oleh Ma'arif yang tersebar di seantero nusantara. Tentu, tak mudah menilik sebaran dan kualitas semua jenis dan jenjang pendidikan sehingga difokuskan untuk jenjang pendidikan SMP dan madrasah tsanawiyah (MTs) karena untuk jenjang SD/MI sebagian besar telah disediakan pemerintah dan untuk jenjang SMA/MA/SMK tak mudah melakukan komparasi karena beragamnya jurusan dan jenis (track) pendidikan.Untuk jenjang SMP/MTs, ada sekitar 1.400 lembaga pendidikan yang teridentifikasi sebagai bagian dari satuan pendidikan di bawah naungan LP Ma'arif yang sebagian besarnya berbentuk MTs sekira 67 persen persen dan sisanya SMP. SMP/MTs Ma'arif NU itu telah menjangkau lebih dari 80 persen provinsi di Indonesia.[20]

            Berdasarkan peta itu, sebagian besar satuan pendidikan Ma'arif berada dalam manajemen Kementerian Agama yang mengelola madrasah. Sekalipun sebagian besar SMP/MTs Ma'arif berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat (81,8 persen), juga cukup tersebar di lebih dari 70 persen kota dan menjangkau hampir 39 persen kabupaten yang ada di Indonesia. (Diolah dari UN, 2013).[21]

            NU menjadikan pengelolaan dan pemberdayaan institusi pendidikan sebagai lahan strategis dalam menggelorakan semangat “al-muhâfadhah ‘alâ al-qadÑm al-câlÑh wa al-akhŸu bi al-jadÑd al-aclah (memelihara tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang lebih baik). Dua lembaga pendidikan pada masa awal NU didirikan Nahdlatul Wathan dan Taswir al-Afkar merupakan cikal bakal lahirnya lembaga-lembaga pendidikan yang lebih modern. Lembaga Pendidikan Ma’arif merupakan badan yang menangani bidang pendidikan dan pengajaran dalam organisasi NU. Disamping lembaga Ma’arif, NU masih memiliki lembaga-lembaga lainnya yang konsen terhadap berbagai bidang sosial kemasyarakatan seperti lembaga dakwah, lembaga pertanian dan sebagainya. Dalam makalah ini lembaga Ma’arif perlu dikemukakan sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan penyusunan strategi pengembangan pendidikan yang ada dibawah payung NU.[22]
            Pada tahun 1936 lembaga Ma’arif NU yang bekerjasama dengan komisi pengajaran NU telah berhasil menyusun dan menetapkan tingkatan pada madrasah NU yang harus dijalankan. Susunan madrasah tersebut adalah :
1. Madrasah Awaliyah, lama belajar 2 tahun.
2. Madrasah Ibtidaiyah, lama belajar 3 tahun.
3. Madrasah Tsanawiyah, lama belajar 3 tahun.
4. Madrasah Mualimin Wustha, lama belajar 2 tahun.
5. Madrasah Mualimin Ulya, lama belajar 3 tahun.
            Seiring dengan perjalanan waktu NU terus berbenah diri yang disesuaikan dengan semangatnya untuk pembinaan sosial keagamaan. Melalui lembaga Ma’arif sebagai lembaga kelengkapan organisasi berupaya sekuat tenaga untuk memikirkan keberlanjutan pendidikan dan pengajaran pada madrasah-madrasah yang dikelola NU. Puncaknya terwujudkan dalam sebuah konfrensi besar yang berlangsung dari tanggal 23 – 26 Febuari 1954. Dalam konfrensi ini telah diambil suatu keputusan mengenai susunan madrasah di lingkungan NU. Susunan sekolah/madrasah tersebut adalah :
1. Raudhatul Athfal (TK), lama belajar 3 tahun.
2. Sekolah Rakyat (SR), lama belajar 6 tahun.
3. SMP NU, lama belajar 3 tahun.
4. SMA NU, lama belajar 3 tahun.
5. SGB NU, lama belajar 4 tahun.
6. SGA NU, lama belajar 3 tahun.
7. Madrasah Mualimin Pertama (MMP), lama belajar 3 tahun.
8. Madrasah Mualimin Atas (MMA), lama belajar 3 tahun.
9. Mualimin Mualimat NU, lama belajar 5 tahun[23]
            Dan kini usaha NU dalam bidang pendidikan telah tampak hasilnya dimanabanyak sekolah-sekolah NU yang didrika Ma’arif dan bekerja sama dengan Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) mendapat penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai Lembaga Pendidikan dengan jumlah lembaga pendidikan terbanyak mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas.[24]


Lembaga Pendidikan NU yang tersebar di pulau jawa berdasarkan tahun 2013 terakhir
Profinsi
MI
MTS
MA
PT
SD
SMP
SMA
SMK
Jawa Barat
351
235
67
13
4
69
12
11
Jawa Tengah
1445
458
142
13
5
11
1
44
Jawa Timur
4412
1228
530
35
58
67
30
39

b)     Aspek Tujuan Pendidikan
            NU didirikan dengan tujuan memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah serta menganut mazhab Imam Syafi’i. NU didirikan untuk mempersatukan langkah para ulama dan pengikutnya dalam melakukan kegiatan untuk menciptakan kemashlahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan ketinggian harkat dan martabat manusia. Nahdlatul Ulama mewujudkan tujuannya melalui serangkaian ikhtiar yang dilandasi oleh dasar-dasar paham keagamaan yang membentuk kepribadian khas Nahdlatul Ulama, inilah yang kemudian disebut sebagai Khittah Nahdlatul Ulama11. Tujuan ini dimaknai dalam berbagai hal, seperti; 1) Menempatkan manusia sebagai makhluk sosial, 2) meningkatkan peran ulama, 3) memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam yang berhaluan ahlussunnah wal jamaah, 4) mempersatukan para ulama dalam menciptakan kemashlahatan masyarakat, kemajuan bangsa dan meninggikan harkat martabat manusia, 5) menjadikan ajaran Islam sebagai landasan gerakan keagamaan.[25]
            Secara khusus di bidang pendidikan, selain bertujuan untuk mengembangkan wawasan yang lebih luas lagi tidak hanya semata-mata berorientasi agama (religious oriented), NU juga berorientasi pasar (marketing oriented) agar pendidikan di NU tidak ditinggalkan masyarakat, dengan jalan membuka sekolah-sekolah kejuruan yang siap pakai misalnya bidang-bidang keperawatan, kedokteran, pertanian, tekonologi, ekonomi, hukum. Berikut matriks perubahan tujuan pendidikan NU:
No
Tujuan Sebelumnya
Tujuan sesudahnya
1
Membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang bertakwa kepada Allah swt
Menumbuhkan jiwa pemikiran dan gagasan-gagasan yang dapat membentuk pandangan hidup bagi anak didik sesuai dengan ajaran Ahlussunnah Waljam’ah.
2
Membangun dan mengembangkan insan dan masyarakat yang cerdas, terampil, berakhlak mulia, tenteram, adil, dan sejahtera.
Menanamkan sikap terbuka, watak mandiri, kemampuan bekerja sama dengan berbagai pihak untuk lebih baik, keterampilan menggunkan ilmu dan teknologi, yang kesemuanya adalah perwujudan pengabdian diri kepada Allah.
3
Mewujudkan cita-cita melalui serangkaian ikhtiyar yang didasari oleh dasar-dasar faham keagamaan yang membentuk kepribadian khas NU. 
Menciptakan sikap hidup yang berorientasi kepada kehidupan duniawi dan ukhrawi sebagai sebuah kesatuan.
4
Menjadikan pendidikan agama sebagai wadah perjuangan para ulama mencerdaskan para pengikutnya
Menanamkan penghayatan terhadap nilai-nilai ajaran agama Islam sebagai ajaran yang dinamis.

c)      Aspek Kurikulum
            Sejak berdirinya NU sebagai organisasi sosial keagamaan pada tahun 1926, perhatian terhadap berbagai kehidupan sosial kemasyarakatan dilakukan dengan serius. Aspek pendidikan telah menjadi perhatian penting oleh tokoh-tokoh pendiri NU. Hal ini ditandai dengan berdirinya dua lembaga pendidikan Nahdlatul Wathan dan Taswir al-Afkar. Setelah NU resmi berdiri, tepatnya pada tahun 1929 dua lembaga pendidikan ini membuka enam jenjang kelas. Kelas pertama disebut sifr awwal (nol A) dan kelas kedua disebut dengan sifr tsani (Nol B). Pelajaran di dua kelas ini merupakan latihan menulis Arab, menyusun kalimat Arab dan membaca Alquran.
            Mata pelajaran di madrasah Nahdlatul Wathan terdiri dari menulis dan menyusun kalimat-kalimat berbahasa Arab, membaca Alquran, tajwid, Nahwu, Sarf, Tauhid, Hisab dan Geografi. Madrasah ini juga membuka kelas khusus anak-anak yatim dan miskin yang diadakan pada sore hari. Madrasah ini terus berkembang ke berbagai wilayah. Pada tahun 1929, tercatat 18 cabang madrasah Nahdlatul Wathan di berbagai daerah seperti di Jagalan, Pacar Keling, Petukangan, Wonokromo, Malang dan sebagainya. Pada tahun tersebut  sebanyak  250 murid dan pada tahun 1937 di seluruh jenjang kelas bertambah menjadi 1348 murid.[26]
Kurikulum Lama
Kurikulum sesudah
Kurikulum pembaharuan
Kurikulum NU cenderung berkonsentrasi pada kurikulum keagamaan (pesantren) dengan hanya mempelajarai kitab-kitab kuning atau kitab klasik berbahasa Arab yang mempelajari Fiqih, Alquran, Ilmu Tasawuf, dan kajian keagamaan lainnya
Menyelenggarakan kurikulum campuran, yang  memberikan pengajaran pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu agama yang sudah ada, mencakup bahasa Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu bumi, yang kesemuanya ditulis dengan huruf Latin.
Melakukan penambahan pengajaran bahasa Belanda dan sejarah dan menghadirkan para tenaga pengajar yang ahli dibidang tersebut seperti Kyai Ilyas, santri dan keponakan KH. Hasyim Asy'ari sendiri, yang alumni HIS Surabaya
Pada tahun 1962, saat PBNU bagian Ma’arif mengadakan Musyawarah Tingkat Wilayah di Bandung, Jawa Barat akhirnya ide kurikulum campuran diresmikan penggunaanya dengan komposisi 70 % agama dan 30 % umum.
kurikulum nasional yang dikeluarkan oleh pemerintah dengan tambahan mata pelajaran yang sesuai dengan kebutuhan sekolah/madrasah, khsusnya mata pelajaran studi ke-NUan dan Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja). Dengan komposisi 100 % agama dan 100 % umum.
Untuk sekolah umum, Lembaga Pendidikan Ma’arif NUmenggunakan kurikulum yang diberlakukan secara nasional yang bersumber dari Depdiknas, yaitu Kurikulum Berbasis Kompetensi yang mulai diaplikasikan pada tahun 2004 ini. Maksud sekolah umum adalah SD, SLTP, SMU, SMK dan lembaga Pendidikan umum yang sejenis

            Dengan perkembangan masyarakat yang begitu cepat, menuntut agar sistem pendidikan harus pula dikembangkan untuk membuatnya lebih relevan dengan tuntutan sosio-historis. Dalam konteks ini, NU telah melakukan reformasi kurikulum pendidikan Islam yang telah berlangsung dari abad ke abad.[27]
d)     Metode
            Membicarakan metode pendidikan NU tidak bisa terlepas dari keberadaan pendidikan pesantren. Sebagai lembaga pendidikan Islam pesantren-pesantren NU pada dasarnya hanya mengajarkan agama, meskipun dalam perkembangan selanjutnya banyak dari kalangan pesantren NU yang dikelola dengan menggunakan metode pengajaran modern. Adapun yang lazim digunakan dalam lembaga pendidikan NU adalah:
1)      Metode wetonan/bandongan. Metode weton ini merupakan metode kuliah, dimana para santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeliling kyai. Santri menyimak kitab masing-masing dan mencatat jika perlu. Pelajaran diberikan pada waktu-waktu tertentu, yaitu sebelum atau sesudah melaksanakan shalat fardhu. Di Jawa Barat metode ini disebut dengan bandongan, sedangkan di Sumatera disebut dengan halaqah. Ini adalah proses awal pembelajaran, para santri akan mengaji ulang pelajarannya dengan teman dan dengan cara mereka sendiri. Khususnya santri senior diminta untuk bergabung dan mendiskusikannya secara bersama. Metode ini mirip dengan metode pengajaran tutor teman sebaya yang banyak dipakai pada sekolah-sekolah modern sekarang ini. Perlu dicatat bahwa hadir dan menyelesaikan tugas adalah inovasi baru dalam sistem wetonan, sebab kebanyakan mata pelajaran membutuhkan penyelesaian yang lebih cepat dikarenakan para santri memiliki waktu yang relatif lebih pendek. Menurut Imam Arifin[28]  dalam metode wetonan setiap orang bebas untuk datang mengaji semampu mereka, dan dalam metode wetonan terdapat banyak sistem pengajian. Santri junior belajar kepada santri yang lebih senior.
2)      Metode sorogan. Sorogan berasal dari kata sorog yang berarti menyodorkan, sebab setiap santri menyodorkan kitabnya dihadapan kiai atau pembantunya. Metode sorogan ini merupakan bagian yang paling sulit dari keseluruhan metode pendidikan Islam tradisional, sebab sistem ini menuntut kesabaran, kerajinan, ketaatan dan disiplin pribadi santri. Kendatipun demikian metode ini diakui paling intensif  karena dilakukan seorang demi seorang dan ada kesempatan untuk tanya jawab langsung.
3)      Metode hafalan, yakni suatu metode dimana santri menghafal teks atau kalimat tertentu dari kitab yang dipelajarinya 4. Metode pembelajaran yang bersifat modern. Dalam pola modern ini, para santri tidak hanya diajarkan ilmu-ilmu agama saja, namun santri diberi ilmu-ilmu pengetahuan umum.[29]
            Menurut Muhammedi upaya NU untuk meningkatkan mutu pendidikan pesantren dan madrasah telah dilakukan oleh tokoh-tokoh pendidikan NU, antara lain kita bisa bercermin pada pembaharuan metode pendidikan di lingkungan Nahdlatul ‘Ulama yang dilakukan oleh K.H.A. Wahid Hasyim ketika menjabat sebagai Menteri Agama dan ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul ‘Ulama telah melakukan beberapa upaya pembaharuan pendidikan pesantren dan madrasah melalui beberapa metode pengembangan, antara lain:
1)      Metode tranformasi teosentris ke anthroposentris dengan merekonstruksi tujuan pembelajaran di pesantren, yang semula santri diarahkan untuk mencetak ahli agam (ulama) dengan menyarankan agar tidak semua santri menjadi ulama, namun tetap memahami ajaran agama sebagaimana di pelajari di pesantren. Santri harus memperkuat diri dengan berbagai macam keahlian yang dalam dunia pendidikan sekarang dikenal dengan life skill education.
2)      Metode tranformasi dikotomik kepada non-dikotomik antara ilmu agama dan non agama. Menurut Wahid Hasyim, bahwa materi yang diajarkan di pesantren dan madrasah haruslah merupakan ilmu-ilmu yang komprehensif yang tidak hanya mempelajari ilmu-ilmu agama yang bersumber dari kitab-kitab klasik saja.
3)      Metode tranformasi teoritik ke praktis. Dalam konsep ini Wahid Hasyim menekankan pentingnya pengamalan ilmu yang dipelajari di pesantren. Orientasi dari paradigma ini adalah terciptanya insane yang berakhlakul karimah dan tujuan pendidikan bukan semata-mata transfer of knowledge namun juga transfer of values.[30]

Matriks Pembaharuan Metode
Metode lama
Metode sesudah
Proses pembaharuan metode
Metode pembelajaran yang diterapkan di antaranya adalah sorogan, bandongan, dan musyawarah untuk mengajarkan ilmu agama dengan santri/peserta didik menghadap kiyai atau ustadz pengajarnya seorang demi seorang dan menyodorkan kitab untuk dibaca dan atau dikaji bersama dengan kiyai atau ustadz tersebut. Kemudian melakukan tanya jawab.
Metode demokratis dengan memberikan kesempatan kepada para santri untuk memperkuat diri dengan berbagai macam keahlian yang dalam dunia pendidikan sekarang dikenal dengan life skill education denganmemanfaat kan berbagai macam sumber ilmu dan tidak terbatas hanya pada kyai.
Pembaharuan metode pendidikan di lingkungan Nahdlatul Ulama dilakukan melalui mrtodetransformasi  teosentris ke anthroposentris,  dikotomik kepada nondikotomik, dan teoritik ke praktis untuk menekankan pentingnya pengamalan ilmu yang dipelajari.




BAB III
PENUTUP
A.                KESIMPULAN                   
            Nahdlatul Ulama merupakan organisasi sosial keagamaan Islam yang bertujuan tidak saja memelihara, melestarikan, mengembangkan dan mengamalkan ajaran Islam Ahlussunnah wal Jama’ah, tetapi juga memperhatikan masalah-masalah sosial, ekonomi, perdagangan dan sebagainya dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat manusia. Dalam rangka pengabdian kepada bangsa, negara dan umat manusia tersebut Nahdlatul Ulama berusaha membangun semangat nasionalisme, salah satunya melalui kegiatan pendidikan. Pada muktamar ke-13 di Menes, Banten pada tanggal 11-16 Juni 1938, Nahdlatul Ulama memutuskan membentuk badan otonom yang bertugas mengembangkan pendidikan Nahdlatul Ulama dan badan tersebut di beri nama “Ma’arif Nahdlatul Ulama” yang dalam perkembangan berikutnya lebih di kenal sebagai Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama.
            Pembaharuan pendidikan NU tidak bisa dilepaskan dari LP. Ma’arif NU yang berfungsi sebagai pelaksana kebijakan NU dibidang pendidikan dan pengajaran, baik formal maupun non formal. NU juga memiliki lembaga RMI (Rabitha Ma’ahid Al-Islamiyah) yang bertugas melaksanakan kebijakan NU dibidang pengembangan sistem pendidikan dan pondok pesantren, sehingga pelaksanaan pendidikan di kalangan NU benar-benar terkoordinir dengan baik.
Pembaharuan pendidikan NU yang dilakukan oleh LP Maarif Nu
1)      Melakukan Pendataan Pendidikan
2)      Penguatan Bahasa Inggris dan Menjalin Kerjasama dengan Universitas di Luar Negeri
3)      Penulisan Buku/Bahan Ajar Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) dan Ke-NU-an dan Revisi Kurikulum Ma’arif Tahun 1983
4)      Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Peningkatan Mutu Pendidikan
5)      Konsolidasi Organisasi melalui Silaturrahim, Jurnal Cetak dan Website
6)      Pembenahan Manajemen Pendidikan
7)      Olimpiade Mutu Guru dan Siswa
8)      Penataan Aset Pendidikan NU
9)      Aktif dalam Perumusan Kebijakan Pendidikan
10)  Pengembangan Perguruan Tinggi
            Usaha NU dalam bidang pendidikan telah tampak hasilnya dimana banyak sekolah-sekolah NU didrikan yang Ma’arif bekerja sama dengan Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) mendapat penghargaan dari Musium Rekor Indonesia (MURI) sebagai Lembaga Pendidikan dengan jumlah lembaga pendidikan terbanyak mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah atas dan perguruan tinggi.
            Pada 1919 madrasah mengadakan perombakan kurikulumnya dengan memberlakukan kurikulum campuran, yang memberikan pengajaran pengetahuan umum, di samping ilmu-ilmu agama yang sudah ada, mencakup bahasa Indonesia (Melayu), matematika, dan ilmu bumi, yang kesemuanya ditulis dengan huruf Latin. Pada 1926 hal yang sama juga dilakukan dengan penambahan pengajaran bahasaBelanda dan sejarah, menyusul masuknya Kyai Ilyas, santri dan keponakan KH. Hasyim Asy’ari sendiri, yang alumni HIS Surabaya, menjadi tenaga pengajar. Sejak 1934, program madrasah 5 tahunnya diperpanjang lagi masa belajarnya menjadi 6 tahun, sama dengan Madrasah Ibtidaiyah sekarang, Alasannya bisa jadi karena semakin meluasnya cakupan kurikulum di dalamnya, dengan masuknya ilmu pengetahuan umum.
            Metode pembaharuan K.H.A. Wahid Hasyim, ketika menjabat sebagai Menteri Agama dan ketua Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul 'Ulama telah melakukan beberapa upaya pembaharuan pendidikan pesantren dan madrasah melalui beberapa metode pengembangan, antara lain:
1)      Metode tranformasi teosentris ke anthroposentris
2)      Metode tranformasi dikotomik kepada non-dikotomik antara ilmu agama dan non agama.
3)      Metode tranformasi teoritik ke praktis.

DAFTAR PUSTAKA.
Abdurrahman. (2017).Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara.UIN Sumatera Utara.

ArifinIman. (1993).Kepemimpinan Kyai:, Kasus Pondok Pesantren Tebuireng (Kyai Leadership: The Case Pesantren Tebu Ireng). Malang: Kalimatasaha Perss.

AzraAzyumardi. Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan dalamH. Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren: Kajian PesantrenAs’adiyahSengkangSulawesiSelatan.

Fealy Greg, Barton Greg. (1997).Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia, terjemah. Ahmad Suaedy. Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara.Yogyakarta: LKis.

Haris A. Busyairi. (2008).Islam NU Pengawal Tradisi Sunni.Jakarta: CV. Rajawali.

Hasan Abdillah F. (2011). Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam. Yogyakarta: Mutiara Media.

Mahrus As’ad.(2012).Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari.Lampung: Jurnal TSAQAFAH.

Muhammedi Dosen Sekolah Tinggi Ar Raudhoh Tanjung Pura. (2016). Modernisasi Pendidikan Islam Indonesia Pengalaman Nahdlatul Ulama. Sumatera Utara: UIN Sumatera Utara Medan.

Mulkhan Abdul Munir. (1993). Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta: Sipress.

NasutionHarun. (1992).Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang.
NataAbuddin, dkk. (2005).Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum.Jakarta: RajaGrafindo Perkasa.
Nizar Samsul. (2013). Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara. Jakarta: Kencana Prenda Media Group.

Sobari Mohamad. (2010).NU dan Keindonesiaan.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

YunusMuhammad.(1992). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya.

Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. 2017. https://kmnu.or.id/sejarah-lembaga-pendidikan-maarif-nu/

Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. http://www.maarif-nu.or.id/

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab XIII, pasal 47, beserta penjelasannya.http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_89.htm

Zamzani. (2012).LP Ma'arif NU dan Satuan Pendidikan di Lingkungan NU.Dosen STAINU Jakarta; Bendahara Pengurus Pusat LP Ma’arif NU.http://www.nu.or.id/post/read/38231/lp-ma039arif-nu-dan-satuan-pendidikan-di-lingkungan-nu






[1]Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 1992, hlm. 244.

[2]Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU. 2017.https://kmnu.or.id/sejarah-lembaga-pendidikan-maarif-nu/


[3] Abuddin Nata, dkk., Integrasi Ilmu Agama dan Ilmu Umum. Jakarta: RajaGrafindo Perkasa, 2005, hal. 105.
[4] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan, cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang, 1992, h. 9.
[5] Harun Nasution, Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan,cet. IX. Jakarta: Bulan Bintang, 1992, hal 209.
[6] Azyumardi Azra, Pesantren: Kontinuitas dan Perubahan dalamH. Bahaking Rama, Jejak Pembaharuan Pendidikan Pesantren: Kajian Pesantren As’adiyah Sengkang Sulawesi Selatan, hal 21.
[7] Samsul Nizar, Sejarah Sosial & Dinamika Intelektual Pendidikan Islam di Nusantara, (Jakarta: KENCANA PRENDA MEDIA GROUP, 2013), hal 305.
[8] Keterangan lebih lanjut tentang ketiga perangkat organisasi tersebut, lihat Hasilhasil Muktamar XXX NU, (Jakarta: Sekjen PBNU, 2001), pp. 127-32
[9]Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. http://www.maarif-nu.or.id/
[10]Ibid
[11]Sejarah Lembaga Pendidikan Ma’arif Nahdlatul Ulama. http://www.maarif-nu.or.id/
[12] Lihat Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, bab XIII, pasal 47, beserta penjelasannya.http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_2_89.htm
[13] Abdul Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah, (Yogyakarta: Sipress, 1993), p. 230
[14] Abdillah F. Hasan, Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), hal 224.
[15] Abdillah F. Hasan, Ensiklopedi Lengkap Dunia Islam: Mengenal dan Menelusuri Jejak Sejarah Islam lebih Mendalam, (Yogyakarta: Mutiara Media, 2011), hal 224.
[16]Mahrus As’ad. Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari.Jurnal TSAQAFAH. 2012, hal 105
[17]Mahrus As’ad. Pembaruan Pendidikan Islam K.H. Hasyim Asy’ari.Jurnal TSAQAFAH. 2012, hal 108
[18]ibid
[19]Zamzani.Dosen STAINU Jakarta; Bendahara Pengurus Pusat LP Ma’arif NU. 2012 (http://www.nu.or.id/post/read/38231/lp-ma039arif-nu-dan-satuan-pendidikan-di-lingkungan-nu)
[21] Ibid
[22]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN Sumatera Utara.  2017, hal 14
[23]Muhammad Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia.Jakarta: Mutiara Sumber Widya. 1992, hlm. 244.
[24]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN Sumatera Utara.  2017, hal 16
[25]  A. Busyairi Haris, Islam NU Pengawal Tradisi Sunni (Jakarta: CV. Rajawali. 2008), hlm. 113
114.
[26]Greg Fealy dan Greg Barton, Nahdlatul Ulama, Traditional Islam and Modernity in Indonesia, terjemah. Ahmad Suaedy. Tradisionalisme Radikal Persinggungan Nahdlatul Ulama-Negara (Yogyakarta: LKis, 1997), hlm. 9-13.
[27] Mohamad Sobari,  NU dan Keindonesiaan (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010). hlm.
17.
[28] Iman Arifin, Kepemimpinan Kya:, Kasus Pondok Pesantren Tebu Ireng (Kyai Leadership: The Case Pesantren Tebu Ireng) (Malang: Kalimatasaha Perss. 1993), hlm.38.
[29]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN Sumatera Utara.  2017, hal 10
[30]Abdurrahman Dosen Fakultas Dakwah dan KomunikasiUIN Sumatera Utara. Sumbangan Pemikiran Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Modernisasi Pendidikan Islam di Indonesia.UIN Sumatera Utara.  2017, hal 11


Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM SUMATERA THAWALIB PARABEK BUKITTINGGI, RISKI BAYU PRATAMA

PERADABAN PADA MASA KERAJAAN ISLAM DEMAK (TAHUN 1518 – 1549 M), Ilham Bahari

PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA BARAT, JAKFAR