PEMBARAUAN PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA, Abdul Badie


MAKALAH
PEMBARAUAN PROSES PENDIDIKAN ISLAM
DI SUMATERA

Dosen Pengampu;
 Dr. H. Anung Al Hamat, Lc, M.Pd.I
Dr. H. Ulil Syafri, Lc, MA

96_big







Disusun Oleh ;
Abdul Badie Hidayatul Insani
NIM : 182101011984

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR JAWA BARAT
2019 M


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam pada masa kerajaan Islam.Masuk dan berkembangnya Islam ke Indonesia dipandang dari segi historis dan sosiologis sangat kompleks dan terdapat banyak masalah, terutama tentang sejarah perkembangan awal Islam. Ada perbedaan antara pendapat lama dan pendapat baru. Pendapat lama sepakat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad ke-13 M dan pendapat baru menyatakan bahwa Islam masuk pertama kali ke Indonesia pada abad ke-7 M. Namun yang pasti, hampir semua ahli sejarah menyatakan bahwa daerah Indonesia yang mula-mula dimasuki Islam adalah daerah Aceh kemudian mulai disebarluaskan di daerah lain. 
B.  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana pendidikan islam di Sumatera?
2.  Bagaimana metode pembelajaran dan perkembangan pendidikan islam di Sumatera?
3.      Bagaimana pendidikan islam pada masa kerajaan di sumtera?
4.      Siapa-siapa sajakah yang mengembangkan penidikan islam di Sumatera?
C.  Tujuan Penulisan
1.      Mengetahui pendidikan islam di Sumatera
2.   Mengetahui proses pembelajaran dan perkembangan pendidikan islam di Sumatera
3.      Mengetahui pendidikan islam pada masa kerajaan di sumtera
4.   Mengetahui siapa-siapa sajakah yang mengembangkan penidikan islam di Sumatera
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHARUAN PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA
A.   SEJARAH ISLAM DI SUMATERA
1.     Sejarah Islam di Aceh
Masa kerajaan Islam merupakan salah satu dari periodesasi perjalanan sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Hal ini karena lahirnya kerajaan Islam yang disertai berbagai kebijakan dari penguasanya saat itu sangat mewarnai sejarah Islam di Indonesia. Terlebih-lebih, agama Islam juga pernah dijadikan sebagai agama resmi negara kerajaan pada saat itu.
Perjalanan sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak bisa mengesampingkan keadaan Islam pada masa kerajaan Islam ini. Di bawah ini akan dikemukakan beberapa kerajaan Islam di Indonesia.[1]
2. Kerajaan Islam di Aceh
a)    Kerajaan Samudera Pasai
Para ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia (khususnya Sumatera) sejak abad ke-7 atau 8 M. Meskipun Islam sudah masuk pada abad ke-7 atau 8 M tersebut, ternyata dalam perkembangaannya mengalami proses yang cukup lama, baru bisa mendirikan sebuah kerajaan Islam.[2]
Kerajaan ini berdiri pada abad ke-10 M/ 3 H. Raja pertamanya adalah Al-Malik Ibrahim bin Mahdum, yang kedua bernama Al-Malik al Shaleh dan yang terakhir bernama Al-Malik Sabar Syah.
            Seorang pengembara dari Maroko yang bernama Ibnu Batutah pada tahun 1345 M singgah di Kerajaan Pasai pada zaman pemerintahan Malik Az-Zhahir pada perjalanannya ke Cina. Ibnu Batutah mengemukakan bahwa sistem pendidikan yang berlaku di zaman kerajaan Pasai, yaitu:
·         Materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqih mazhab syafi’i
·         Sistem pendidikannya secara informal berupa majelis taklim dan halaqah
·         Tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama
·         Biaya pendidikan agama bersumber dari negara[3]
b)    Kerajaan Periak
Kerajaan Perlak merupakan salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia. Sultan Mahdum Alauddin Muhammad Amin yang memerintah antara tahun 1243-1267 M tercatat sebagai Sultan keenam.
            Di Perlak terdapat suatu lembaga pendidikan lainnya berupa majelis taklim tinggi, yang dihadiri khusus oleh para murid yang alim dan mendalam ilmunya. Pada majelis taklim ini diajarkan kitab-kitab agama yang berbobot dan pengetahuan tinggi, seperti kitab Al-Um karangan Imam Syafi’i. Dengan demikian, pada Kerajaan Perlak ini proses pendidikan islam telah berjalan dengan baik.[4]
c)     Kerajaan Aceh Darussalam (1511-1874)
Kerajaan Aceh Darussalam yang diproklamasikan pada tanggal 12 Zulkaedah 916 H (1511 M) menyatakan perang terhadap buta huruf dan buta ilmu. Hal ini merupakan tempaan sejak berabad-abad yang lalu, yang berlandaskan pendidikan Islam dan Ilmu Pengetahuan.
            Proklamasi Kerajaan Aceh Darussalam tersebut merupakan hasil peleburan Kerajaan Islam Aceh di belahan Timur. Putra Sultan Abidin Syamsy Syah diangkat menjadi raja dengan gelar Sultan Alauddin Ali Mughayat Syah (1507-1522).
             Aceh pada saat itu merupakan sumber ilmu pengetahuan dengan sarjana-sarjananya yang terkenal di dalam dan di luar negeri sehingga banyak orang luar yang datang ke Aceh Darussalam untuk menuntut ilmu. Pada saat itu terdapat lembaga-lembaga negara yang bertugas dalam bidang pendidikan dan ilmu pengetahuan, diantaranya Balai Seutia Hukuma, Balai Seutia Ulama, Balai Jamaah Himpunan Ulama.[5]
Adapun jenjang pendidikan yang ada adalah sebagai berikut:
Meunasah (Madrasah), terdapat di setiap kampung berfungsi sebagai sekolah dasar. Materi yang diajarkan yaitu menulis dan membaca huruf Arab, ilmu agama, akhlak dan sejarah Islam.
Rangkang, meruapakan masjid sebagai tempat berbagai aktiviitas umat termasuk pendidikan. Materi yang diajarkan yaitu bahasa Arab, ilmu bumi, sejarah, berhitung, akhlak, fiqih dan lain-lain.
Dayah, terdapat disetiap ulebalang dan terkadang berpusat di masjid. Materi yang diajarkan yaitu fiqih, bahasa arab, tauhid, tasawuf/ akhlak, ilmu bumi, sejarah.
Dayah Teuku Cik, Materi yang diajarkan yaitu fiqih, tafsir, hadis, tauhid, akhlak tasawuf, ilmu bumi, ilmu bahasa dan sastra Arab, sejarah dan tata negara, ilmu falaq dan filsafat.[6]
         d).Kerajaan Siak  
            Sultan pertamanya adalah Abdul Jalil Rahmad Syah yang memerintah sebagai Sultan Siak I (1723-1746 M). Pada masa kerajaan Siak II di bawah kekuasaan Sultan Muhammad Abdul Jalil Muzafar Syah (1746-1765 M) adalah zaman panji-panji Islam berkibar di Siak. Islam diperkirakan masuk ke Siak pada abad ke-12 M.
           Demikianlah diantara kerajaan-kerajaan yang berada di Sumatera yang berasaskan Islam, perlu ditekankan bahwa semua kerajaan tersebut telah mendukung penyiaran pendidikan Islam, baik di Sumatera maupun di luar daerah Sumatera.
B. SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA
1.      PENDIDIKAN ISLAM DI MINANGKABAU
Menurut sebagian ahli sejarah, Islam masuk ke Minangkabau kira-kira tahun 1250 M. Ulama yang termasyhur sampai sekarang sebagai pembawa Islam ke Minangkabau adalah Syekh Burhanuddin yang dilahirkan di Sintuk Pariaman tahun 1066 H/ 1646 M dan wafat tahun 1111 H/ 1691 M. Dia mengajarkan agama Islam dan membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan pengajaran agama Islam. Menurut Prof. H. Mahmud Yunus, Syekh inilah yang pertama kali mendirikan madrasah untuk menyiarkan pendidikan dan pengajaran Islam di Minangkabau dengan sistem yang lebih teratur sesuai dengan sistem pendidikan dan pengajaran Islam yang digunakan gurunya, Syekh Abdul Rauf di Aceh.[7]
Agama Islam masuk ke Minangkabau melalui dua arah, yaitu:
1.  Dari Malaka, melalui Sungai Siak dan Sungai Kampar lalu ke pusat Minangkabau.
2.  Dari Aceh, melalui pesisir barat.
Dengan tersebarnya Islam di Minangkabau, adat setempat yang berlawanan dengan syara mulai ditinggalkan. Peraturan-peraturan yang berlaku dalam negeri dinamai Hukum Adat. Dan peraturan-peraturan secara Islam dinamai Hukum Syara’ sehingga terkenal pepatah, “Adat bersendi Syara’, Syara’ bersendi kitabullah”. Pada setiap desa, diangkat seseorang sebagai tempat bertanya tentang hukum adat yang dinamai “Cermin yang tiada kabur, pelita yang tiada paham”. Adapun yang menetapkan hukum syara’ adalah Suluh nan terang. Di Minangkabau terkenal empat sebutan orang, yaitu: Penghulu (Raja dalam suku), Manti (Menteri), Dubalang (Polisi dalam suku) dan Malim (Kepala agama).[8]
Pendidikan Islam di Minangkabau mengalami perkembangan yang pesat karena banyaknya buku-buku pelajaran agama Islam yang masuk ke sana. Adapun susunan materi pendidikan Islam di Minangkabau antara lain:
a.    Belajar huruf Hijaiyah seperti halnya di Aceh.
b.    Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan, yaitu:  Nahwu, Saraf, dan Fiqih, Tauhid, Tafsir.
c.    Pengajian ilmu Tasawuf, Mantiq, dan Balaghah.
Sistem pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu halaqah dan sistem majelis taklim. Di Minangkabau yang menjadi pusat pendidikan awal permulaan Islam adalah Surau kemudian dibuat ruang-ruang berbentuk kelas, dinamakan madrasah.
Sebagaimana telah disebutkan di muka, bahwa Syekh Burhanuddin adalah orang pertama yang melakukan pendidikan keislaman. Diantara muridnya  yang termasyhur adalah Tuanku Mansiang Nan Tuo di Paninjauan. Selain itu, ada pula Tuanku di Tanah Rao, dan masih banyak lagi para Tuanku yang mengajarkan ilmu agama Islam di Minangkabau. Namun, perlu dicatat bahwa untuk jalannya pendidikan Islam, tiap-tiap negeri mendirikan balai adat (tempat musyawarah), masjid (tempat beribadah), air tepian (tempat mandi), dan pasar (tempat berjual-beli).[9]
            Pada tahun 1803, tiga orang anak Minangkabau yang melaksanakan ibadah haji di Mekah, yaitu seorang dari Pandai Sikat, seorang dari Sumanik (Tanah Datar) dan seorang lagi dari Piobang, Lima Puluh Koto. Di Mekkah pada masa itu sedang gencar-gencarnya ajaran Wahabi, maka merea pun mempelajari ajaran Islam Wahabi itu. Orang Pandai Sikat diberi gelar Haji Miskin. Dalam mengajarkan ajaran agama Islam, ia menggunakan cara yang dirasa oleh orang Minangkabau terlalu keras, hingga ia dikeluarkan oleh penduduk setempat dari daerahnya, lalu ia pindah ke Luhak Limapuluh, bertempat di masjid Sungai Landir di Air Tabit. Di sana, ia bersungguh-sungguh  menjalankan ajaran Islam menurut mazhab Wahabi. Akibatnya timbullah kerusuhan di dalam negeri sehingga merea sepakat untuk membunuh Haji Miskin menyebabkan Minangkabau terpech menjadi dua aliran, yaitu aliran lama yang dipimpin oleh Tuanku Nan Tuo dan Pakih Sagir yang tetap menghormati adat yang sesuai dengan budaya Islam, dan aliran baru yang menentang adat, yang pemimpinnya terkenal dengan sebutan Tuanku Nan Selapan yang digelari orang Harimau Nan Selapan. Tuanku Nan Selapan ini terdiri dari:
1.      Tuanku di Kubu Sanang;
2.      Tuanku di Ladang Lawas;
3.      Tuanku di Padang Luar;
4.      Tuanku di Galung;
5.      Tuaku di Koto Ambalau;
6.      Tuanku di Lubuk Aur;
7.      Tuanku di Bangsah (Tuanku Nan Rinceh);
8.      Tuanku Haji Miskin.
Tokoh yang terkenal dalam perang Paderi adalah Tuanku Imam Bonjol. Dari segi sejarah pendidikan Islam Malin Basa (Tuanku Imam Bonjol) sangat berjasa dalam proses penyebaran pendidikan agama Islam sesuai dengan sistem yang dibawa dari Mekkah. Namun, penjajahan Belanda di Minangkabau selama 108 tahun, membuat pengajaran agama Islam mundur sehingga datang pembaharu kedua, ketiga dan seterusnya.
            Pada masa sebelum tahun 1900, sistem pendidikan di Minangkabau dinamai sistem lama. Sistem lama itu dilakukan dengan pengajian Al-Qur’an sebagai pendidikan Islam pertama. Sistem ini meliputi cara mengajarkan huruf Al-Qur’an (hijaiyah), yaitu dengan cara mengajarkan nama-nama huruf menurut tertib Qidah Bagdadiyah, kemudian titik huruf, macam-macam baris dan membaca juz Amma, selanjutnya mushaf Al-Qur’an. Cara mengajarkan ibadah bermula dari bersuci, wudhu, lalu shalat. Cara mengajarkan akhlak melalui cara menceritakan nabi-nabi dan orang shaleh, serta suri teladan dari guru agamanya. Cara mengajarkan iman, dengan cara mengajarkan keimanan. Pengajian kitab yang diajarkan bila anak telah mampu membaca Al-Qur’an, yaitu dengan mempelajari kitab nahu, sharaf, ilmu fikih, ilmu tafsir dan lain-lain.
Adapun sistem baru yang digunakan dalam pendidikan dan pengajaran di Minangkabau dimulai tahun 1900-1908. Pada tahun 1909-1930, lahirlah madrasah-madrasah yang menggunakan sistem baru (klasikal). Sekolah yeng pertama kali menggunakan sistem baru tersebut adalah Sekolah Adabiyah di Padang yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.[10]
Di samping madrasah-madrasah yang diperuntukkan bagi anak-anak, perguruan-perguruan tinggi Islam pun mulai berdiri seperti Sekolah Tinggi Islam yang didirikan oleh Mahmud Yunus pada tanggal 9 Desember 1940.
Sejak 1945-1959 sekolah-sekolah pemerintah resmi dimasukkan, serta guru-guru agama pun ditetapkan dan mendapat gaji. Hasil ini didapat diantaranya karena perjuangan Mahmud Yunus yang pada waktu itu menjabat sebagai pemeriksa agama pada kantor pengajaran di Minangkabau. Dari sanalah, pendidikan Islam dikembangkan dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Di antara para pembaharu pendidikan Islam di Minangkabau adalah H. Muh. Taib Umar (1874-1920), Syekh H. Abdul Karim Amrullah (1879-1945), Syekh H. Ibrahim Musa (1884), Syekh Abdullah Ahmad (1878-1933), Syekh M. Jamil Jambek (1860-1947), Syekh H. Abbas Abdullah (1883-1957), Zaenuddin Labai el Yunusi (1890-1924).
Merekalah yang berjasa besar terhadap kemajuan pendidikan Islam di Minangkabau yang sampai sekarang masih terus ditumbuhkembangkan.[11]
C.Sejarah awal pertumbuhan surau
Kata-kata surau dalam pengertian etimologi berasal dari Bahasa Sanskerta yang berasal dari kata-kata “Suro”, diartikan sebagai “tempat penyembahan”. Berdasarkan pengertian asalnya ini dapat disimpulkan bahwa pengertian surau pada awalnya adalah: “Bangunan kecil tempat untuk penyembahan arwah nenek moyang”. Fungsi surau berdasarkan pengertian di atas berjalan cukup lama, bahkan diperkirakan sampai islam masuk ke daerah ini. Masa perkembangan berikutnya, yaitu ketika surau di minangkabau memasuki tahap Islamisasi, terminologi surau kemudian mengalami perluasan makna menjadi salah satu tempat peribadatan bagi umat islam sekaligus menjadi salah satu institusi pendidikan Agama Islam bagi masyarakat Minangkabau.
Aktivitas ibadah dan pendidikan Islam muncul di surau untuk pertama kalinya ketika Syekh Burhanuddin mengajarkan dan mengembangkan Islam di Surau Ulakan Pariaman. Tatkala islam masuk, kehadiran surau pertama kali diperkenalkan oleh syekh Burhanuddin sebagai tempat melaksanakan shalat dan pendidikan tharekat (suluk), dengan cepat bisa tersosialisasi secara baik dalam kehidupan masyarakat Minangkabau. Posisi surau kemudian mengalami perkembangan. Selain fungsinya diatas, surau juga menjadi tempat berkumpulnya anak laki-laki yang telah baligh dan persinggahan bagi para perantau.
Diantara ulama besar minangkabau yang pernah belajar di surau ulakan adalah tuanku mansiang nan tuo yang mendirikan surau paninjauan dan tuanku nan kacik yang mendirikan surau di koto gedang. Kemudian ulama minangkabau ini melalaui surau-surau yang didirikannya, menyebarkan ajaran islam yang menghasilkan ulama-ulama islam minangkabau yang baru, seperti tuanku nan tuo di koto tuo. Dari sini kemudian surau berkembang dengan pesat diwilayah minangkabau
Susunan materi pendidikan Islam di Minagkabau, antara lain sebagai berikut:
      a.       Belajar huruf hijaiyyah sebagaimana di Aceh
      b.      Pengajian kitab yang terbagi atas tiga tingkatan,:
Mengaji Nahwu, Saraf, dan Fiqih
      c.       Mengaji Tauhid
      d.      Mengaji Tafsir
      e.       Pengajiian Ilmu Tasawuf
Dikemudian hari baru diketahui sumber kitab-kitab baru yang masuk ke Minagkabau. Sumber terbanyak adalah dari Mesir dan Singapura. Setelah berdiri took kitab Syekh Ahmad Khalid Bukit tinggi kitab-kitab tersebut dipesan dari Mesir. Bahkan, majalah Al Manar  yang membawa aliran baru itupun mudah masuk ke Minagkabau. System pendidikan yang digunakan masih seperti masa-masa awal, yaitu system halaqah dan system majelis taklim.
Pada tahun 1911, pendidikan islam di Minagkabau tidak hanya di Pandang sebagai milik para murid madrasah atau santri, melainkan menjadi milik masyarakat Minangkabau secara keseluruhan. Hal itu disebabkan lahirnya majalah pertama di Indonesia yang memuat tentang pendidikan Islam untuk seluruh lapisan masyarakat yaitu majalah Al Munir. Majalah ini diterbitkan di Padang oleh Syekh H. Abdulloh Ahmad yang dibantu oleh Syekh Abdul Karim Amrulloh dan Syekh M. Thaib Umar juz I majalah Al Munir terbit  tanggal 1 April 1911M.
Beberapa pokok masalah yang menjadi Objek berita majalah Al Munir sebagai bahan peendidikan masyarakat luas Minagkabau adalah:
  1. Nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh Islam dengan menyandarkan seluruh isi ajaran kepada Al Qur’an dan Hadist.
      2. Ilmu sejati, mengupas masalah keimanan secara bersambung .
      3. Beberapa risalah yang berkaitan dengan  perkembangann ilmu pengetahuan.
      4. Soal jawab tentang berbagai persoalan agama.
      5.Berita tentang kejadian-kejadian yang ada di dalam dan di luar negeri teruatam di neagara-negara Islam.
      6.Buah pikiran yang isinnya mengajak para pembaca merenung dengan menggunakan akal dan pikiranya.
      7.  Masalah adab dan akhlak yang bersambung tiap-tiap juz.
      8. Membrantas dongeng-dongeng , khurafat dan segala macam bentuk bid’ah dalam agama.[12]

2. PENDIDIKAN ISLAM DI JAMBI
Jambi adalah salah satu daerah yang berpegang teguh pada ajaran Islam. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya pesantren/madrasah di Jambi, seperti berikut:
1.      Pesantren/ Madrasah Nurul Iman di Jambi
Pesantren ini didirikan pada tahun 1332 H oleh H. Abdul Samad. Pada mulanya sistem ini digunakan sama seperti pesantren-pesantren lainnya, yaitu sistem halaqah. Namun, beberapa tahun kemudian memakai sistem klasikal, yaitu dalam pelaksanaan pengajarannya menggunakan ruangan kelas, papan tulis, meja, bangku dan sebagainya.
2.      Madrasah Sa’adatud Darain
Madrasah ini didirikan oleh H. Ahmad Syakur. Sistemnya sama dengan madrasah Nurul Iman. Murid-muridnya kurang lebih 300 orang dengan gurunya 20 orang di tahun 1957.
3.      Madrasah Nurul Islam
Madrasah ini didirikan oleh Kamas H. Muh. Shaleh. Jumlah muridnya hampir sama dengan madrasah Sa’adatud Darain.
4.      Madrasah Jauharain
Madrasah ini didirikan pada tahun 1340 H oleh H. Abd. Majid. Muridnya hampir sama dengan madrasah Nurul Islam
     -Madrasah As’ad
Madrasah ini didirikan oleh K. Abd. Kadir pada tahun 1952. Sistemnya seperti dikemukakan prof. H. Mahmud Yunus, yaitu mengikuti sistem-sistem madrasah di Minangkabau. Begitu pula, buku-buku yang dipelajarinya.[13]
3.PENDIDIKAN ISLAM DI ACEH
Sejak masuknya Islam ke Aceh sekitar tahun 1290 M, pendidikan Islam lahir dan tumbuh dengan suburnya, terutama dengan berdirinya kerajaan Islam di Pasai. Pesantren-pesantren pun dibangun dengan bantuan pihak pemerintah Islam pada waktu itu. Masa pemerintahan Iskandar Muda, merupakan zaman keemasan bagi pendidikan Islam sehingga tumbuh nama-nama ulama yang termasyhur seperti: Syekh Nurudin Ar-Raniri, Syekh Ahmad Khatib Langin, Syekh Syamsudin As-Sumatrawi, Syekh Hamzah Fansuri, Syekh Abdur Rauf dan muridnya dan Syekh Burhanuddin yang kemudian menjadi ulama besar di Minangkabau.
            Syekh Abdur Rauf adalah ulama yang menerjemahkan Al-Qur’an ke dalam bahasa Melayu. Tafsir Al-Qur’an iru bernama Tarjamanul Mustafid Bil Jawi. Ulama-ulama Aceh pun telah mengarang kitab-kitab dengan bahasa Aceh, seperti: Akhbarul Karim, Bahaya Siribene dan masih banyak lagi. Hal ihwal tentang pendidikan Islam di Aceh cukup semarak dan maju karena mendapat dukungan dari pihak pemerintah. Namun, sangat disayangkan, keadaan yang damai dalam menjalankan syariat pendidikan Islam terbengkalai setelah timbulnya kerusuhan-kerusuhan antara kampung yang satu dan kampung yang lainnya. Pada tahun 1873-1904 terjadi peperangan Aceh karena ulah para penjajah Belanda terhadap umat Islam yang bermaksud menghancurkan persatuan dan kesatuan di kalangan umat Islam.
Setelah perang selesai, pendidikan Islam pun berkembang kembali hingga mengalami berbagai pembaharuan mulai rencana pengajaran sampai pembagian tingkat atau kelas.[14]
4.PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA UTARA
Pendidikan Islam di Sumatera Utara ditandai oleh tumbuhnya berbagai pesantren dan madrasah yang cukup qualified dalam mencetak kader penerus cita-cita bangsa dan agama. Di antara pesantren yang terkenal adalah pesantren Syekh Hasan Ma’sum di Medan (1916 M), Pesantren Syekh Abdul Wahab Sungai Lumut, Panai Labuhanbilik (Labuhanbatu), Pesantren/ Madrasah Abdul Hamid Tanjung Balai, Asahan dan Pesantren Syekh Sulaiman At-Tambusy (Kualuh). Adapuan madrasah yang terkenal adalah Madrasah Maslurah (1331 H/ 1912 M), Madrasah Aziziyah (1923 M). Madrasah Lilbanat, dan Maktab Islamiyah Tapanuli Medan (1336 H/ 1918 M).[15]
Pesantern dan madrasah tersebut sudah mempraktikkan rencana pengajaran yang tersusun rapi memakai sistem klasikal dan bertingkat bagi madrasah, mempelajari kitab klasik bagai pesantren dan ilmu pengetahuan umum bagi madrasah.
Di samping pesantren dan madrasah, telah berdiri pula Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) yang didirikan di Medan tanggal 7 Januari 1952 M yang mulanya bernama Perguruan Tinggi Islam Indonesia Medan. Perubahan nama menjadi UISU terjadi pada tahun 1956 M.
5.PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA SELATAN (PALEMBANG DAN LAMPUNG)
Memasuki tahun 1930-an muncul berbagai lembaga pendidikan Islam di beberapa wilayah di karesidenan Palembang, terutama di Palembang antara lain; Madrasah Al-Ilhsan 10 ilir, Madrasah Arabiyah 13 Ulu, Madrasah Nurul Falah, Madrasah Muhammadiyah, Madrasah Darul Funun dan Madrasah Ma’had Islami Selain dalam format Madrasah, Lembaga pendiidkan Islam di Palembang juga muncul dalam format sekolah umum ala Belanda yang akhirnya disebut sekolah Islam, artinya dalam penyelenggaraan pendidikannya juga menyajikan materi pelajaran agama. Berbagai pembaharuan dalam berbagai unsur baik dari segi organisasi, administrasi, kurikulum maupun aspek-aspek yang terdapat dalam system dan lembaga pendidikan Islam di Palembang dan bersumber pada ide-ide yang dibawa oleh para alumni pusat-pusat pendidikan Islam di Timur Tengah, adopsi dari sistem dan lembaga dan lembaga pendidikan Barat yang dibentuk oleh pemerintah kolonial Belanda. Selain itu bersumber juga dari gerakan pembaharuan pendidikan pendidikan di Indonesia khususnya dari pulau jawa dan pemikiran serta aksi pembaharuan social dan keagamaan Islam yang dibawa oleh organisasi Islam semacam Muhammadiyah dan Al-Irsyad.
Sistem pengajaran di pesantren dan madrasah di Sumatera Selatan dalam hal pendidikan Islam hampir sama dengan di Jawa, bagitu pula kitab yang dipelajrainya. Pesantren dan madrasah yang terkenal, seperti: madrasah Al-Qur’aniyah, Sekolah Ahliyah Diniyah, Madrasah Nurul Falah dan Madrasah Darul Funun.
Di samping pesantren dan madrasah juga telah berdiri Perguruan Islam Tinggi Palembang di Sumatera Selatan pada tahun 1957 M.[16]
6. Sekilas tokoh syekh Burhanuddin
Syekh Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066 H = (1646 M) dan wafat 1111 H (1691 M). Menurut riwayatnya, syekh Burhanuddin belajar ilmu agama di Aceh (Kotaraja) pada Syekh Abdur-Rauf bin Ali berasal dari Singkil. Beliau belajar dengan rajin, sehingga menjadi seorang ulama besar. Kemudian beliau kembali pulang ke Pariaman menyiarkan ilmu agama Islam. Mula-mula di kampung tempat lahirnya di Sintuk, kemudian pindah ke Ulakan. Di Ulakan beliau mengajarkan ilmu agama Islam dan membuka madrasah (surau) tempat pendidikan dan pengajaran Islam
Beberapa tahun lamanya beliau menunaikan tugasnya memberikan pendidikan dan pengajaran Islam, maka pada tahun 1111 H = (1691 M) beliau meninggal dunia dalam usia kurang lebih 45 tahun. Dan dikuburkan di Ulakan, tempat beliau mengajar itu. Kemudian berturut-turut digantikan oleh murid-muridnya yang meninggal pula di sana ada yang di kuburkan dekat kuburan gurunya.





BAB III
PENUTUP
A.   Kesimpulan
Perjalanan sejarah pendidikan islam di Indonesia terjadi karena lahirnya kerajaan  islam di Indonesia yang sangat mewarnai sejarah pendidikan islam di Indonesia terlebih-lebih agama islam di Indonesia, pengajaran islam serta penyebaran islam bertambah maju.
Para ahli sependapat bahwa agama Islam sudah masuk ke indonesia (khususnya Sumatera) sejak abad ke-7 atau 8 M. Pada zaman kerajaan Samudera Pasai, sistem pendidikan mencakup: materi pendidikan dan pengajaran agama bidang syari’at ialah fiqih mazhab syafi’i; sistem pendidikannya secara informal berupa majelis taklim dan halaqah; tokoh pemerintahan merangkap sebagai tokoh agama; biaya pendidikan agama bersumber dari negara.
B.   Saran
Demikianlah isi dari makalah kami ini. Dan kami sangat menyadari bahwa dalam penulisan maupun penyusunan makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun diri para pembaca dimi perbaikan makalah ini agar menjadi lebih baik lagi selanjutnya.
Akhirulkallam, kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan kata-kata, dan kepada semua pihak yang telah membantu kami dalam penyelesaian makalah ini kami ucapkan terima kasih.



DAFTAR PUSTAKA
Rukiati, K Enung dan Hikmawati, Fenti. 2006. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Bandung: Pustaka Setia
Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Zuharini, dkk. 1997. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara
Yunus, Mahmud. 1992. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Mutiara Sumber Widya
Drs. H. A. Mustofa, Drs. Abdullah Aly, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Pustaka setia, Bandung: 1999.
Dra. Hj. Enung K Rukiati, Dra. Fenti Hikmawati, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, pustaka setia, Bandung; 2006.










[1]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.29
[2]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 28
[3]Zuharini, dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1997), hlm. 136
[4]Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 30
[5]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.32
[6] Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999), hlm. 32
[7]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.34
[8]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.35
[9]Ibi, 35
[10]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.37
[11]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.37
[12]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.69
[13]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.69
[14]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.69
[15]Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,(Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 1992), hlm. 185
[16]Enung K Rukiati dkk, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm.40

Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM SUMATERA THAWALIB PARABEK BUKITTINGGI, RISKI BAYU PRATAMA

PERADABAN PADA MASA KERAJAAN ISLAM DEMAK (TAHUN 1518 – 1549 M), Ilham Bahari

PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA BARAT, JAKFAR