KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI JAWA TIMUR TAHUN 1900-1958, HARIS KURNIAWAN
KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI JAWA TIMUR TAHUN 1900-1958
Disusun
oleh:
Haris Kurniawan
NPM:182101011899
Dosen
Pengampu:
Dr.
H. Anung Al Hamat, Lc., M.Pd.I
Dr. H.
Ulil Amri Syafri, Lc., M.A
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
PASCASARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN
BOGOR
2018/2019
KATA PENGANTAR
Syukur
alhamdulillah atas segala anugerah dan karunia yang Allah berikan, sehingga
penulis dapat menyusun makalah dengan judul : KURIKULUM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
DI JAWA TIMUR TAHUN 1900-1958. Sholawat dan salam kita sampaikan kepada panutan
dan suritauladan kehidupan kita, nabi Muhammad S.A.W. beserta keluarga, sahabat, dan ummatnya yang
selalu istiqomah dalam mengikuti ajaran-ajarannya.
Beberapa komponen seperti: visi-misi, tujuan/sasaran,
kurikulum, methode, sarana dan prasarana, pembiayaan, serta evaluasi merupakan
hal yang inhern dalam dunia pendidikan. Penulis menghadirkan makalah Kurikulum
Pendidikan Agama Islam Di Jawa Timur tahun. 1900-1958. Dengan harapan tentunya
makalah ini dapat menambah cakrawala pengetahuan kita dalam dunia pendidikan.
Terima kasih
kepada Dr. H. Anung Al Hamat, Lc., M.Pd.I., Dr. H. Ulil Amri Syafri, Lc., M.A., selaku dosen pengampu dalam
mata kuliah Peradaban Pendidikan Islam yang telah membimbing dan mengarahkan penulis
terhadap penulisan makalah ini. Juga kepada seluruh rekan, handaitolan, karib
kerabat yang telah memberi dukungan dan saran, baik secara langsung maupun
tidak langsung.
Penulis memahami, bahwa penulisan makalah ini masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, penulis membuka diri atas kritik dan saran yang
membangun agar penulisan makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Bogor,
11 April 2019
Penulis,
Haris
Kurniawan
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ......... ............................................................................................ ii
DAFTAR
ISI .................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................................... 1
B. Rumusan masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan....................................................................................... 2
D. Manfaat Penulisan..................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pembahasan Konsep.................................................................................. 4
1. Pesantren.............................................................................................. 4
2. Kurikulum............................................................................................ 5
3.
Kurikulum Berbasis Kitab Kuning/Klasik........................................ 9
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN................................................................................................ 12
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Untuk memahami lebih jauh mengenai Kurikulum Pendidikan
Agama Islam di tanah Jawa, khususnya di Jawa Timur pada tahun 1900-1958, maka tidak
dapat dilepaskan dari konteks awal masuk
dan berkembangnya agama Islam yang begitu pesat di Jawa, di mana sebelumnya Jawa
didominasi agama Hindu dan Budha.
Penyebaran agama Islam di Jawa pada abad ke 15 yaang dilakukan
oleh Walisongo begitu fenomenal, sehingga agama Islam menjadi keyakinan
mayoritas masyarakat Jawa. Di samping itu, tentunya para pedagang/saudagar
muslim dari dan ke tanah Jawa juga memiliki andil cukup besar dalam penyebaran
agama Islam.
Sebagaimana halnya di Sumatera, agama Islam mulai tersiar
di Jawa dari pelabuhan dan bandar-bandar tempat perhubungan dagang, seperti
Sunda Kelapa (Jakarta), Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Jepara, Tuban,
Gresik, Surabaya, dan lain-lain. Para pedagang di tempat-tempat tersebut sudah
mengetahui ala kadarnya tentang didikan dan ajaran Islam.
Pedagang-pedagang Jawa yang pulang pergi berlayar antara
Jawa dan Maluku (yang telah menjadi pusat perkembangan Islam), banyak juga yang
telah memeluk agama Islam. Dengan demikian keluarga mereka di bandar-bandar
tersebut memeluk agama baru pula. Pedagang-pedagang asing pun, seperti bangsa
Tionghoa banyak yang sudah memeluk agama Islam, sehingga lambat laun perniagaan
di pulau Jawa pindahlah ke tangan kau muslimin. Yunus (1996:216)
Sementara itu penyebaran agama Islam di Jawa oleh
Walisongo, di antaranya adalah: Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim), Sunan Ampel,
Sunan Bonang, Sunan Drajat, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Kalijaga, Sunan
Muria, dan Sunan Gunung Jati. Sebutan Sunan merupakan istilah yang digunakan
bagi tokoh/pemuka agama Islam sekaligus pemangku kekuasaan dalam jabatan
politik meliputi satu kawasan tertentu. Oleh karena itu unsur dalam diri
seorang Sunan adalah ulama sekaligus umaro’.
Perkembangan agama Islam di Jawa pada abad ke 15 ditandai
dengan berdirinya beberapa Kerajaan Islam, di antaranya adalah : Kerajaan Islam
Demak ± 1500 -1550 M, Rajanya yang terkenal adalah Raden Fatah. Berikutnya
adalah Kerajaan Islam Mataram (±
1575-1757), Rajanya yang terkenal adalah Sutawijaya (Panembahan Senapati).
Dalam masa Kerajaan Islam Mataram, pendidikan Islam
diadakan di tiap-tiap desa dengan diselenggarakan beberapa tempat pengajian
Al-Qur’an, diajarkan membaca Al-Qur’an, memahami rukun Iman-rukun Islam,
barzanji, dan pokok-pokok ajaran Islam lainnya.
Keyakinan animisme, dinamisme, keyakinan non Islam, serta
pengaruh tradisi dan budaya lokal yang bertolak belakang dengan nilai-nilai
Islam dan sudah mendarah daging di tengah-tengah masyarakat Jawa, merupakan
suatu tantangan tersendiri yang harus dihadapi dalam penyebaran agama Islam di
Jawa.
Seiring perjalanan waktu, perkembangan pendidikan agama
Islam di Jawa, dalam hal ini adalah Jawa Timur pada tahun 1900-1958 ditandai
dengan kehadiran Pesantren. Keberadaan pesantren tumbuh subur di tanah Jawa,
bahkan telah berkembang menjadi institusi pendidikan agama Islam yang memiliki
corak dan warna yang khas.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis
menentukan rumusan masalah sebagai berikut ini :
a. Bagaimana bentuk kurikulum pendidikan agama Islam di Jawa Timur
tahun 1900-1958?
b. Bagaimana penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di Jawa
Timur tahun 1900-1958?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mendapatkan
jawaban yang tepat, sehingga menjadi sebuah postulasi/kesimpulan mengenai bentuk kurikulum pendidikan Islam di Jawa
Timur tahun 1900-1958 serta penerapan kurikulum pendidikan
Islam di Jawa Timur tahun 1900-1958.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan
makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap dunia pendidikan,
khususnya dalam memahami bentuk dan penerapan kurikulum pendidikan Islam di
Jawa Timur tahun 1900-1958. Diharapkan pula dapat dijadikan sebagai masukan
bagi institusi pendidikan untuk melakukan perbaikan dalam mengambil
langkah-langkah dan kebijakan yang tepat, guna menunjang kualitas kurikulum
pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pembahasan Konsep
Penulis mengetengahkan konsepsi dari beberapa variabel
berikut yang menjadi dasar/fokus penulisan makalah ini, sehingga diharapkan adanya
kesamaan pandangan dalam memaknai variabel dimaksud.
1.
Pesantren
Pesantren berasal dari kata
santri (murid), pesantren berarti tempat kumpulan santri atau komunitas santri
dalam rangka menimba ilmu agama. Umumnya para santri ini dalam menimba ilmu
agama tinggal di pondokan yang telah disediakan oleh Kiyai yang mengasuh dan
membimbing para santri, sehingga lazimnya disebut dengan pondok pesantren.
Kehadiran pesantren sebagai
lembaga pendidikan Islam sudah ada sejak zaman Kerajaan Islam Mataram. Adapun
skema susunan pendidikan dan pengajaran Islam pada zaman Sultan Agung Mataram
dimulai dari tingkat rendah (pengajian Al-Qur’an), kemudian naik ke tingkat
menengah (Pesantren pengajian kitab), kemudian naik lagi ke tingkat tinggi
(Pesantren besar), berikutnya naik ke tingkat perguruan thariqat/tingkat tinggi
(Pesantren Takhassus/keahlian) Yunus (1996:226).
Dapat dikatakan, zaman Mataram
adalah zaman keemasan bagi pendidikan dan pengajaran Islam di tanah Jawa. Sementara
itu kemunduran pendidikan dan pengajaran Islam di tanah Jawa sejak agresi
militer Belanda hingga sebelum tahun 1900. Kemudian sejak tahun 1900, mulai
tumbuh kembali beberapa pondok pesantren di Jawa Timur yang membawa angin segar
bagi perkembangan pendidikan Islam hingga masa-masa berikutnya.
Beberapa pondok pesantren di
Jawa Timur yang terkenal, antara lain:1. pondok pesantren Tebuireng, Jombang,
didirikan pada tgl. 26 Rabiul Awal tahun 1899 M oleh KH. Hasyim Asy’arie (1871-1947M).
2. Pondok pesantren Tambak Beras, Jombang didirikan oleh: KH. Hasbullah. 3.
Pondok pesantren Rejoso, Jombang, berdiri pada tahun 1919 M oleh: KH. Tamim. 4.
Pondok pesantren Gontor, Ponorogo, didirikan pada tahun 1926 oleh: KH.
ImamZarkasyi, KH. Ahmad Sahal, KH. Zainudin Fananie. Dan masih banyak lagi
pondok pesantren lainnya yang tersebar di Jawa Timur.
2.
Kurikulum
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin “a running course” dan terdapat pula dalam bahasa Prancis to run yaitu berlari, kemudian
istilah ini digunakan untuk sejumlah courses atau mata pelajaran
yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. Nasution (1993:9). Dalam
pandangan lama kurikulum diartikan “sebagai sejumlah mata pelajaran yang harus
ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah.” Hamalik (1990:4).
Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa: Kurikulum
terdiri dari mata pelajaran, Mata pelajaran tersebut berisi sejumlah informasi
atau pengetahuan, Tujuan untuk mempelajarinya untuk memperoleh gelar atau ijazah.
Dalam perkembangannya, penekanan arti kurikulum terletak padapengalaman
belajar, dengan titik tekan tersebut kurikulum diartikan “sebagai segala
pengalaman yang disajikan kepada para siswa di bawah pengawasan dan pengarahan
sekolah” Aly (1999:162).
Romine (1954)
sebagaimana dikutip Hamalik merumuskan pengertian kurikulum sebagai berikut : “Curriculum is interpreted to mean all of the organized
courses, activities, anf experiences which pupils have under direction of the
school, whether in the classroom or not.” Hamalik (1992:4).
Nata mendefinisikan
kurikulum dengan segala hal yang diberikan sekolah kepada anak didik baik di
dalam sekolah maupun di luar sekolah dengan maksud untuk menolong dan
mengembangkan seluruh segi dan tingkah laku anak didik sesuai dengan tujuan
pendidikan. Nata (2012:124-125).
Ella mengutip pendapat
Cronbleth mendefinisikan kurikulum “sebagai kegiatan sosial yang
berkesinambungan yang dipertajam oleh berbagai pengaruh kontekstual di dalam
dan di luar kelas, serta diwujudkan secara interaktif terutama oleh guru dan
peserta didik.” Yulaelawati (2004:25).
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 19 disebutkan: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Depdiknas (2003:4).
Dari pengertian
tersebut kalau dijabarkan paling tidak ada empat komponen kurikulum, yaitu:
tujuan, isi, bahan pelajaran (materi), kegiatan pembelajaran dan
evaluasi/penilaian. Keempat komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang
masing-masing harus memiliki kesesuaian atau relevansi, baik kesesuaian antara
kurikulum dengan tuntutan, kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat, atau
kesesuaian antara komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan,
proses sesuai dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi/penilaian sesuai
dengan proses, isi dan tujuan. Sukmadinata (1997:102).
Dari pengertian tersebut
kalau dijabarkan paling tidak ada empat komponen kurikulum, yaitu: tujuan, isi,
bahan pelajaran (materi), kegiatan pembelajaran dan evaluasi/penilaian. Keempat
komponen tersebut merupakan satu kesatuan yang masing-masing harus memiliki
kesesuaian atau relevansi, baik kesesuaian antara kurikulum dengan tuntutan,
kebutuhan, kondisi dan perkembangan masyarakat, atau kesesuaian antara
komponen-komponen kurikulum, yaitu isi sesuai dengan tujuan, proses sesuai
dengan isi dan tujuan, demikian juga evaluasi/penilaian sesuai dengan proses,
isi dan tujuan. Sukmadinata (1997:102).
Sehingga dapat
disimpulkan kurikulum adalah seperangkat kegiatan yang direncanakan dan
dirancangkan oleh seorang pendidik kepada peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian tersebut,
kurikulum memiliki tafsiran yang lebih luas, tidak terbatas pada mata pelajaran
saja tetapi meliputi seluruh pengalaman yang diberikan kepada peserta didik. Dengan
pengertian yang baru tersebut tidak ada pemisahan antara kurikulum formal
(intrakurikuler) dan non formal (kokurikuler dan ekstrakurikuler), karena
kegiatan-kegiatan di luar kelas (non formal) sudah tercakup dalam pengertian
kurikulum sehingga pelaksanaan kurikulum tidak hanya di dalam kelas, tetapi
juga di luar kelas, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
2.1. Peranan dan Fungsi Kurikulum
Kurikulum sebagai
program pendidikan yang telah direncanakan memiliki peranan yang penting bagi
pendidikan. Hamalik mengungkapkan paling tidak ada tiga peranan kurikulum yang
penting, yaitu :1) Peranan konservatif, yaitu mentransmisikan dan menafsirkan
warisan sosial kepada generasi muda, 2) Peranan kritis atau evaluatif, yaitu
menilai, memilih unsurunsur kebudayaan yang akan diwariskan. 3) Peranan kreatif,
yaitu mencipta dan menyusun sesuatu yang baru sesuai dengan kebutuhan masa
sekarang dan masa yang akan datang dalam masyarakat. Hamalik (1990: 8-10).
Dari uraian di atas,
peranan penting yang diemban kurikulum yaitu kurikulum yang disusun dalam
sebuah lembaga pendidikan harus mampu untuk mengartikan nilai-nilai luhur yang
ada dalam masyarakat agar nilai nilai luhur tersebut tidak akan musnah terbawa
perubahan waktu, sekaligus melakukan seleksi terhadap kebudayaan asing yang
masuk sehingga nilainilai luhur yang dimiliki akan tetap terjaga. Agar
nilai-nilai luhur tesebut mudah diterima oleh anak didik maka kurikulum harus
kreatif, tidak monoton.
Di samping kurikulum
memiliki peranan, kurikulum juga memilikiatau mengemban berbagai fungsi.
Hamalik mengutip pendapat Alexander Inglis menyatakan bahwa kurikulum memiliki
fungsi : 1) Fungsi penyesuaian, 2) Fungsi pengintegrasian, 3) Fungsi
deferensiasi, 4) Fungsi persiapan, 5)Fungsi pemilihan, 6)Fungsi diagnostik. Hamalik
(1990:10-11).
Dalam kehidupan yang serba cepat berkat
perkembangan ilmu dan teknologi sehingga kurikulum harus mampu menjalankan
fungsinya dengan baik yaitu harus mampu membantu peserta didik untuk adaptasi
dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, mengingat peserta didik adalah bagian
integral dari masyarakat sehingga selain membantu peserta didik menyesuaian
dirinya dengan lingkungan kurikulum juga memiliki fungsi Kehidupan masyarakat
yang memiliki latar belakang sosial yang berbeda, kurikulum harus mampu
memberikan layanan terhadap perbedaan perbedaan tersebut dengan melakukan
diagnosa dan memberikan beberapa alternatif pilihan kepada peserta didik
sehingga peserta didik siap dalam menghadapi kehidupan.
2.2. Kegiatan Kurikulum
Pada bagian terdahulu
telah disebutkan bahwa “kurikulum adalah segala pengalaman yang disajikan
kepada para peserta didik di bawah pengawasan dan pengarahan sekolah.” Aly (1999:162).
Dalam Undang-Undang
Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 19 disebutkan: “Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.” Depdiknas (2003:4).
Sehingga dapat
disimpulkan kurikulum adalah seperangkat kegiatan yang direncanakan dan
dirancangkan oleh seorang pendidik kepada peserta didik dalam kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan. Dari pengertian tersebut,
kurikulum memiliki tafsiran yang lebih luas, tidak terbatas pada mata pelajaran
saja tetapi meliputi seluruh pengalaman yang diberikan kepada peserta didik.
Dengan pengertian yang
baru tersebut tidak ada pemisahan antara kurikulum formal (intrakurikuler) dan
nonformal (kokurikuler dan ekstrakurikuler), karena kegiatan-kegiatan di luar
kelas (nonformal) sudah tercakup dalam pengertian kurikulum sehingga
pelaksanaan kurikulum tidak hanya di dalam kelas, tetapi juga di luar kelas,
sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dari konsep ini, kurikulum yang
lengkap terdiri dari kegiatan intrakurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.
1). Kegiatan Intrakurikuler
Kegiatan intrakurikuler
adalah “kegiatan yang dilakukan di sekolah yang penjatahan waktunya telah
ditetapkan dalam struktur progam dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan minimal
(kompetensi dasar) dalam masing-masing mata pelajaran.” Setiawati (1993:15).
Pada dasarnya “kegiatan
intrakurikuler adalah kegiatan kurikuler pada waktu kegiatan belajar-mengajar
berlangsung di sekolah atau di lingkungan sekolah berdasarkan struktur progam yang
telah ditetapkan” Setiawati (1993:15), sehingga dalam pelaksanaannya harus
sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan dalam jadwal, harus mengacu pada
tujuan instruksional khusus (indikator hasil belajar), mengusahakan agar bahan
yang diajarkan dipahami peserta didik.” Setiawati (1993:16).
2). Kegiatan Kokurikuler
Kegiatan kokurikuler
adalah “kegiatan di luar jam pelajaran biasa yangdilakukan di sekolah ataupun
di luar sekolah yang bertujuan untuk menunjang pelaksanaan program
intrakurikuler agar peserta didik dapat lebih menghayati bahan atau materi yang
telah dipelajarinya.” Setiawati (1993:17).
3). Kegiatan Ekstrakurikuler
Kegiatan
ekstrakurikuler “merupakan kegiatan yang dilakukan di luar jam pelajaran (tatap
muka) baik dilaksanakan di sekolah maupun di luar sekolah dengan tujuan untuk
mengembangkan bakat serta minat peserta didik dalam upaya pembinaan menuju
manusia seutuhnya.” Setiawati (1993:22).
Lingkup kegiatan
ekstrakurikuler “mencakup kegiatan yang dapat menunjang serta mendukung program
intrakurikuler maupun program kokurikuler.” Setiawati (993:22). Kegiatan
ekstrakurikuler dapat berupa “kegiatan pramuka, palang merah remaja, seni baca
al-Qur’an, Patroli Keamanan Sekolah dan Usaha Kesehatan Sekolah, dan sebagainya.”
Setiawati (1993:23).
3.
Kurikulum Berbasis Kitab Kuning/Klasik
Pada umumnya, kurikulum di pondok pesantren yang ada di Jawa
Timur thn 1900-1958 berbasis pada Kitab Kuning/Klasik.
a. Kurikulum Pondok Pesantren Rejoso,
Peterongan, Jombang, Jawa Timur :
1. Ajrumiah 21. Tafsir Jalalain
2. Tasrifan 22. Jauharul Maknun
3. Maqsud 23. Uqudul Juman
4. ‘Imrithi 24. Hadits Arba’in
5. Qawaidul I’rab 25. Bulughul Maram
6. Nahwul Wadlih 26. Tajridus Shahih
7. Alfiyah 27. Hadits Buchari
8. Ibnu ‘Aqil 28. Idhahul Mubham
9. Fathul Qarib 29. Sanusi
10. Fathul Mu’in 30. Dusuqi
11. Minhajul Qawim 31. Jawahir Kalamiyah
12. Fathul Wahhab 32.
‘Aqidatul ‘Awam
13. Al Mahalli 33. Minhajul ‘Abidin
14. Iqna’ 34. Bidayatul Hidayah
15. Tahrir 35. Risalatul Mu’amanah
16. Syarqawi 36. Irsyadul ‘Ibad
17. Lathaiful Isyarah 37.
Alhikam
18. Waraqat 38. Ihya’
Ulumuddin
19. Jam’ul Jawami 39. Mustalah Hadits
20. Al-Luma’
b. Kurikulum Pondok
Pesantren Modern Gontor, Ponorogo, Jawa Timur :
1. Bahasa Arab
a. Imlak
b. Mengarang/Pidato
c. Membaca
d. Hafalan
e. Khat
f. Nahwu Sharaf
g. Balaghah
h. Adab Lughah
2. Ilmu-ilmu Agama
a. Al-Qur’an
b. Tajwid
c. Tafsir
d. Hadits
e. Muthalah Hadits
f. Ushul Fiqhi
g. Aqaid/agama
h. Mantiq
i. Tarikh Islam
3. Ilmu-ilmu Agama
a. Berhitung
b. Al-Jabar
c. Ilmu Ukur
d. Ilmu Alam
e. Ilmu Hayat
f. Sejarah Umum
g. Ilmu Bumi
h. Ilmu Jiwa
i. Praktek Mengajar
j. Tata Negara
k. Gerak Badan
l. Seni
m. Bahasa Indonesia
n.
Bahasa Inggris
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat
diambil suatu kesimpulan sebagai berikut :
1. Bentuk kurikulum pendidikan agama Islam di Jawa Timur tahun
1900-1958 berbasis pada KitabKuning/Klasik.
2. Penerapan kurikulum pendidikan agama Islam di Jawa Timur tahun
1900-1958 dilaksanakan dengan sistem pondokan.
Santri menetap/tinggal di pondok pesantren selama menempuh pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Halim, Nipan M., Mendidik Kesalehan Anak, Pustaka
Amani, Jakarta, 2001.
Ad-Dimasqy, Imam Faqih Muhaddits Muhyiddin Abi Zakariya Yahya
bin Syarof An-Nawawy, Al-Adzkaar An-Nawawiyah.Daru Haya’i Al-
Kitab Al-Arobiyah, Indonesia, (tt.)
Yunus, H. Mahmud, Prof., Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,
Hidakarya Agung, Jakarta, 1996.
J U R N A L
Jurnal Studi dan Penelitian Pendidikan Islam Volume 1 Nomor 1 Februari 2018
Al-Istanbuly, Mahmud Mahdi, Pendidikan Keluarga Dalam
Islam, , Karya Toha Putra, Semarang, (tt.)
Amirul Hadi, H. Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Pustaka
Setia,Bandung, 1998.
Asmani, Ma’ruf, Jamal, Tuntutan Lengkap Metodologi Praktis
Penelitian Pendidikan, Diva Press, Jogyakarta,2011.
As-Samarqandi, Al-Faqih Nashr bin Muhammad bin Ibrahim, Tanbihul
Ghafilin, Toha Putra, Semarang, 1993.
Bimo Walgito,Pengantar Psikologi Umum, Yayasan
Penerbitan Fakultas Psikologi UGM, Yogyakarta, 1986.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Tafsirny, Lembaga
Percetakan Al-Qur’an Departemen Agama, Jakarta, 2009.
Gintings, Abdurrahman,Esensi Praktis Belajar Dan
Pembelajaran, Humaniora, Bandung, 2008.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif,
Remaja Rosdakarya, Bandung, 2001.
Mustaqim, Abdul Wahib, Psikologi Pendidikan, Rineka
Cipta, Jakarta, 1991.
Patmonodewo, Soemarti, Pendidikan Anak Prasekolah,
Rineka Cipta, Jakarta, 2000.
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, Rineka
Cipta, Jakarta, 1997.
Sardiman AM, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar, Rajawali,
Jakarta, 1990.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya,
Rineka Cipta, Jakarta, 2003.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D, Alfabeta, Bandung, (tt.)
Sumadi Suryabarata, Psikologi Pendidikan, Raja Grafindo
Persada, Jakarta, 1993.
Comments
Post a Comment