“Evaluasi Pendidikan Islam dan Tokoh Pendiri Pendidikan Islam di Minangkabau”, Haerunnisa



MAKALAH
“Evaluasi Pendidikan Islam dan Tokoh Pendiri Pendidikan Islam di Minangkabau”
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Pada Mata Kuliah Sejarah  Pendidikan Islam
                                     Dosen : - Dr. H. Anung Al Hamat, Lc, M. Pd. I
                                                                                - Dr. H. Ulil Syafri, Lc. MA


Description: Hasil gambar untuk LOGO PASCASARJANA UIKA                                               







Semester 2
Oleh :  Haerunisa, S. Pd. I
Nim : 182101011888
      

PASCASARJANA UNIVERSITAS IBN KHALDUN ( UIKA) - BOGOR
2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan HidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “EvaluasiPendidikandanTokoh –TokohPendiriPendidikan Islam di Minangkabau”.
Penyusunan makalah ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak.
Kami menyadari bahwa masih banyak kelemahan dan kekurangan dalm penulisan makalah ini, Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta saran yang dapat menjadi pertimbangan kami dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhirul Kalam, mudah-mudahan makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Aamiin



                                                                                    Bogor, April 2019

                                                                                                                                    Penulis



DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………….i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………..ii
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang……………………………………….……………………………1
B.     Perumusan Masalah………………………………..………………………………3
C.     Tujuan Penulisan…………………………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam ………………………….………………...4
B.     Evaluasi Pendidikan Islam di Minangkabau………………………..……………..7
C.     Tokoh –Tokoh Pendidikan Islam di Minangkabau….…………………………...10
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan……………………………………………………………………….15
B.     Saran……………………………………………………………………………...15
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………...16






BAB I
PENDAHULUAN
  1. Latar Belakang Masalah
Lahirnya agama Islam yang dibawa Rasulullah SAW. pada abad ke-7 M. adalah suatu hal yang sangat luar biasa yang pernah dialami oleh umat manusia. Islam sebagai landasan spiritual dan social, memiliki struktur ajaran moral dan program hidup  praktis yang tidak terpisahkan, segala bagian-bagiannya merupakan kesatuan yang terpadu secara harmonis, saling mengisi dan saling menunjang. Sebagai suatu ajaran, Islam memberikan jaminan hubungan metafisik antara manusia dengan Tuhan dan hubungan duniawi antara individu dengan lingkungan masyarakatnya serta lingkungan alamnya.
Peranan pendidikan dalam membina Islam sangat besar, dalam usaha menciptakan kekuatan-kekuatan yang mendorong kea rah pencapaian tujuan yang dikehendaki. Kegiatan pendidikan Islam di Indonesia lahir dan tumbuh serta berkembang dengan masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia. Kegiatan ini merupakan pengetahuan dan pengalaman yang penting bagi kelangsungan perkembangan Islam dan umat Islam, baik secara kualitas maupun kuantitas.
Pendidikan Islam itu bahkan menjadi tolok ukur, bagaimana Islam dan umatnya telah memainkan peranannya dalam berbagai aspek social, politik maupun budaya. Oleh karena itu, untuk melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia tidak mungkin lepas dari fase-fase yang dilaluinya. Dalam makalah ini, penyusun hanya memasukkan  tiga fase, yaitu: Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman kerajaan-kerajaan Islam, Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda dan Pendidikan Islam di Indonesia pada zaman penjajahan Jepang. Dari ketiga fase tersebut diharapkan bisa sedikit membantu dalam melacak sejarah pendidikan Islam di Indonesia.
Evaluasi pendidikan memberikan manfaat baik bagi siswa/peserta pendidikan, pengajar maupun manajemen. Dengan adanya evaluasi, peserta didik dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan yang telah digapai selama mengikuti pendidikan. Pada kondisi dimana siswa mendapatkan nilai yang memuaskan maka akan memberikan dampak berupa suatu stimulus, motivator agar siswa dapat lebih meningkatkan prestasi. Pada kondisi dimana hasil yang dicapai tidlak mernuaskan maka siswa akan berusaha memperbaiki kegiatan belajar, namun demikian sangat diperlukan pemberian stimulus positif dari guru atau pengajar agar siswa tidak putus asa. Dari sisi pendidik, hasil evaluasi dapat digunakan sebagai umpan balik untuk menetapkan upaya upaya meningkatkan kualitas pendidikan.
Evaluasi sangat dibutuhkan dalam berbagai kegiatan kehidupan manusia sehari-hari, karena disadari atau tidak, sebenarnya evaluasi sudah sering dilakukan, baik untuk diri sendiri maupun untuk kegiatan sosial lainnya. Hal ini dapat dilihat mulai dari berpakaian, setelah berpakaian seseorang biasanya berdiri dihadapan kaca untuk melihat apakah penampilannya sudah wajar atau belum.
Dalam pendidikan Islam evaluasi merupakan salah satu komponen dari sistem pendidikan Islam yang harus dilakukan secara sistematis dan terencana sebagai alat untuk mengukur keberhasilan atau target yang akan dicapai dalam proses pendidikan Islam dan proses pembelajaran. Pembelajaran merupakan kegiatan yang disengaja (sadar) oleh peserta didik dengan bimbingan atau bantuan dari pendidik untuk memperoleh suatu perubahan. Perubahan yang diharapkan meliputi aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Perubahan yang diharapkan itu yang dinamakan dengan kompetensi (kemampuan melakukan sesuatu). Untuk mengetahui sejauh mana tujuan pembelajaran atau kompetensi yang diharapkan tercapai oleh peserta didik diperoleh melalui evaluasi.
Evaluasi pendidikan perspektif Islam merupakan suatu proses dan tindakan yang terencana berbasis Islam untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan (peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Melihat kenyataan di atas, penulis menjadi tertarik untuk mengkaji masalah Evaluasi Pendidikan dalam Perspektif Islam lebih dalam lagi. Dengan harapan dapat menambah pengetahuan kita, khususnya bagi penulis.
  1. Perumusan Masalah
       Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perumusan masalah dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1.      Bagaimana evaluasi pendidikan Islam  ?
2.      Bagaimana evaluasi pendidikan Islam di Minagkabau ?
3.      Bagaimana Tokoh – tokoh pendidikan Islam di Minangkabau ?

C.    Tujuan Penulisan
       Berdasarkan pernyataan diatas, maka tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui bagaimana evaluasi pendidikan Islam
2.                     Untuk mengetahui bagaimana evaluasi pendidikan Islam di Minagkabau
3.                     Untuk mengetahui bagaimana Tokoh – tokoh pendidikan Islam di Minangkabau

BAB II
PEMBAHASAN
  1. Pengertian Evaluasi Pendidikan Islam
Keberhasilan dari aktivitas pendidikan dapat dicermati dari pencapaian tujuannya. Upaya untuk mengetahui hal itu adalah melalui penilaian atau evaluasi terhadap tingkat kemampuan peserta didik, serta pencapaia dari tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya evaluasi dapat diketahui apakah tujuan pendidikan sudah tercapai atau belum. Berdasarkan data dan informasi yang diperoleh pula selanjutnya dilakukan berbagai kebijakan sebagai langkah perbaikan (Jalaluddin, 2016: 212). 
Secara  Etimologi evaluasi berasal dari bahasa Inggris yaitu evaluation akar katanya value yang berarti nilai atau harga. Nilai dalam bahasa Arab disebut Al-Qimah atau Al-Taqdir (Sudion, 2005: 1). Dalam bahasa Arab, evaluasi dikenal dengan istilah imtihan, yang berarti ujian. Dikenal juga dengan istilah khataman sebagai cara menilai hasil akhir dari proses pendidikan (Suharna, 2016: 54). Dengan demikian secara harfiah, evaluasi pendidikan ( Al-Taqdir al-Tarbawiy ) dapat diartikan sebagai penilaian dalam bidang pendidikan atau penilaian mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pendidikan (Ramayulis, 2002:221). Akan tetapi, dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa pendapat yang memberikan pengertian yang berbeda antara kata evaluasi, pengukuran dan penilaian, dan ada pendapat yang memberikan pengertian yang sama antara ketiga istilah tersebut. Penilaian merupakan kata lain dari evaluasi, sedangkan assessment sering dihubungkan dengan kemampuan seseorang seperti kecerdasan, keterampilan, kecepatan, dan lain-lain (Nasution dkk, 1998:16). Sedangkan secara terminologi atau istilah, ada beberapa pendapat, namun pada dasarnya sama, hanya berbeda dalam redaksinya saja, sebagai berikut:
1)   Fred Percival dan Henry Ellington (1998: 180) menyatakan evaluasi adalah suatu kegiatan yang dirancang untuk mengukur efektivitas system belajar, dan akan lebih tepat bila diadakan pengukuran-pengukuran sebelumnya.
2)   Anas Sudjiono (2001: 5) yang menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai seseuatu. Untuk menentukan nilai dari sesuatu yang sedang dinilai itu dilakukan pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian dan pengujian inilah di dalam dunia pendidikan dikenal dengan istilah tes.  Pendapat Anas sejalan dengan pendapat Fred Percival dan Henry Ellington, karena evaluasi baru dapat dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan proses pengkuran dengan menggunakan tes.
3)   Suharsimi Arikunto (1989: 3) berpendapat bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran. Pengukuran bersifat kuantitatif. Menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik dan buruk. Penilaian bersifat kualitatif, mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai. Hal tersebut berarti pengukuran dilaksanakan sebelum melaksanakan penilaian. Evaluasi baru dapat dilaksanakan setelah dilakukan proses pengujukuran dan penilaian.
4)   Menurut M. Chabib Thoha (1991: 2), evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan objek dengan menggunakan instrument dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan. Pendapat ini lebih bersifat umum karena tidak membedakan antara istilah pengukuran, penilaian, dan evaluasi.
Berdasarkan berbagai pendapat tesebut di atas dapat dipahami bahwasannya evaluasi jauh lebih kompleks dibandingkan dengan istilah lainnya. Evaluasi merupakan salah satu komponen pendidikan yang memiliki fungsi untuk menilai sampai sejauh mana tujuan telah dicapai dalam suatu kegiatan. evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan incidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan berdasarkan atas tujuan yang jelas. Jika dikaitkan pengertian evaluasi pendidikan dengan pendidikan Islam, maka evaluasi itu berarti suatu kegiatan untuk menentukan taraf kemajuan suatu pekerjaan di dalam pendidikan Islam. Al wahab mengatakan bahwa evaluasi atau tagwim itu adalah sekumpulan kegiatan pendidikan yang menentukan atas suatu perkara untuk mengetahui tercapainya tujuan akhir pendidikan dan pengajaran sesuai dengan program-program pelajaran yang beraneka ragam. Sedang daftar hasil kegiatan pada waktu itu berupa berupa kelemahan-kelemahan dan kelebihan-kelebihan, evaluasi menitik beratkan pada proses pendidikan dan pengajaran (Ramayulis, 2002: 223).
Menurut Jalaluddin (2016: 212-231) evaluasi adalah istilah-istilah yang lebih luas dari ukuran. Evaluasi meliputi semua aspek dari penentuan batas-batas hasil belajar, sedangkan ukuran hanya terbatas kepasa aspek-aspek kuantitatif. Meskipun kedua istilah ini dianggap sinonim. Konsep evaluasi dalam pendidikan islam lebih mengacu kepada penilaian terhadap sikap dan perilaku. Bukan kepada nilai angka (score). Evaluasi mengacu kepada penialaian peringkat kesesuaian dan keselarasan antara sikap dan perilaku dengan tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan yang didasarkan pada landasan filsafat yang bersumber Al-Quran dan Hadis. Suatu bentuk tujuan pendidikan yang identik dengan tujuan dan nilai-nilai Islam itu sendiri. Wujud konkretnya, tersimpul dalam inti doa: “Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka” (QS 2:201) mencangkup rentang masa yang sangat panjang.
Evaluasi pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku manusia didik berdasarkan standar perhiungan yang bersifat kompeherensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental psikologis dan spiritual-religius, karena manusia hasil pendidikan Islam bukan saj sosok pribadi yang tidak hanya bersifat religious, tetapi juga berilmu dan berketrampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya. Evaluasi pendidikan Islam relavan dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan demikian dapat disimpulkan evaluasi pendidikan Islam adalah suatu rangkaian usaha untuk menilai tercapai tidaknya tujuan pendidikan Islam, dalam membentuk kepribadian manusia paripurna, sebagai ‘abd  Allah dan khalifah fi al-ard yang berakhlak al-karimah secara serasi dan seimbang dalam berbagai bidang kehidupan (Rusmaini, 2016: 170-171).
  1. Evaluasi Pendidikan Islam di Minangkabau
    1. Kebaikan dan kekurangan system lama dalam pendidikan islam
             Kebaikan system lama itu ialah karena pelajaran itu diulang-ulang oleh anak-anak dengan lagu. Lagunya itulah satu-satunya yang menarik hati anak-anak, Meskipun mereka tidak mengerti apa yang dilagukannya.   Bahkan kadang-kadang pelajaran itu mereka jadikan sajak sebagai satu kesenian.
Kekurangan system lama itu ialah pengajaran guru sangat keras, serta memakai rotan dan memukul anak bila salah membaca Al-Qur’an . Padahal seharusnya jika anak salah membaca, diterangkan kesalahannya bukan dipukul.
            Tetapi sesudah tahun 1900 kekerasan guru telah berkurang dengan berangsur-angsur sehingga sekarang dapat dikatakan tidak terjadi lagi, kecuali sedikit sekali. 
2. Pada masa beberapa tahun sebelum tahun 1900
            banyak ulama-ulama pengajar yang termasyhur, akan tetapi sungguh amat sayang riwayat hidup beliau tidak dikenal, padahal beliau telah meninggalkan jas2 yang besar, yaitu murid-murid beliau yang kemudian kelak mengadakan perubahan baru dalam pendidikan dan pengajaran islam.
Pada masa kerajaan Islam tegak dan kuat maka pendidikan dan pengajaran Islampun tegak dan kuat pula. hal itu dapat dibuktikan dengan lahirnya ulama-ulama besar di Minangkabau seperti Syekh Burhanuddin Ulakan, Tuanku Imam Bonjol dan kawan-kawannya sebagai pembaharu dan penyempurna pendidikan dan ajaran Islam.
Setelah kerajaan Islam jatuh dan kaum paderi dipatahkan oleh penjajah Belanda maka mulailah pendididkan dan pengajaran Islam mundur. tetapi meskipun begitu, Pendidikan Islam di surau-surau dan di masjid-masjid teyap tegak dan berdiri dan tak pernah mati walaupun pemerintahan Belanda telah mendirikan beberapa sekolah untuk menyaingi surau-surau tersebut.
Kita tidak mengetahui dengan pasti bagaimana keadaan pendidikan dan pengajaran Islam sejak mulai penajajahan Belanda daribtahun 1837 M itu. Hanya dapat kita katakan bahwa pendididkan dan pengajaran Islam ketika itu dalam tingkat kemundurannya sebagai akibat dari penjajahan Belanda. Yang dapat kita ketahui dengan pasti ialah cara dan sistem pendidikan dan pengajaran Islam dalam masa beberapa tahun sebelum tahun 1900 M.
3. Pada masa perubahan:
a. pengajaran bukanlah diajarkan satu demi satu seperti system lama, melainkan diajarkan sekaligus. Jadi murid –murid pada tiap-tiap hari belajar ilmu nahu/sharaf dan fiqih, dan begitulah seterusnya.
b. kitab-kitab semuanya dicetak (dicap)
c. ilmu agama telah banyak berkembang karena telah banyak kitab bacaan.
4. masa sesudah Indonesia merdeka
            Setelah Indonesia merdeka, banyak sekali perubahan mulai dari banyaknya didirikan sekolah hingga universitas
5. Perbandingan Pendidikan Islam
a. Sistem Lama
1.   Pelajaran ilmu – ilmu diajarkan satu demi satu
2.   Pelajaran ilmu sharaf didahulukan dari ilmu nahu
3.   Buku pelajaran yang mula-mula dikarang oleh ulama Indonesia serta diterjemahkan dengan bahasa melayu
4.   Kitab-kitab itu umumnya tulisan tangan
5.   Pelajaran suatu ilmu, hanya diajarkan dalam satu macam kitab saja
6.Toko kitab belum ada, hanya ada orang pandai menyalin kitab dengan tulisan tangan
7.   Ilmu agama sedikit sekali karena sedikit bacaan
8.   Belum lahir aliran baru dalam islam
b. Masa Perubahan
1.      Pelajaran ilmu dihimpunkan 2 sampai 6 sekaligus
2.      Pelajaran ilmu nahu didahulukan/disamakan dengan ilmu sharaf
3.      Buku pelajaran semuanya karangan ulama islam dahulu kala, dan dalam bahasa arab
4.      Kitab-kitab semuanya dicetak
5.      Pelajaran suatu ilmudiajarkan dalam beberapa macam kitab. Rendah, sedang dan tinggi
6.      Toko kitab telah ada dan dapat memesan kitab ke mesir / mekah
7.      Ilmu agama telah luas berkembang, karena telah banyak kitab bacaan
8.      Mulai lahir aliran baru dalam islam yang dibawa oleh majalah Al Manar di Mesir
  1. Tokoh –Tokoh Pendidikan Islam di Minangkabau
1. Syekh Burhanuddin
            Syekh Burhanuddin dilahirkan di Sintuk Pariaman pada tahun 1066 H/ 1646 M dan wafat pada tahun 1111 H/ 1691 M. beliau meninggal dunia dalam usia 45 tahun.
             Syekh Burhanuddin belajar ilmu agama di Aceh (kotaraja) pada Syekh Abdur Rauf bin Ali berasal dari Singkil. Beliau belajar dengan rajin sehingga menjadi ulama besar.  Di Ulakan, beliau mengajarkan agama Islam dan membuka madrasah(surau) tempat pendidikan dan pengajaran Islam. Disamping mendidik dan mengajar orang banyak, beliau mendidik beberapa orang pemuda yang akan menggantikannya bila ia berpulang ke rahmatullah.
            sebagai peninggalan dari Syekh Burhanuddin didapati sampai sekarang sebuah stempel dari tembaga dengan tulisan Arab, sebilah pedang, sebuah kitan bernama Fathul Wahab, karangan Abi Yahya Zakaria Anshari. Juga terdapat suatu catatan khutbah jum’at dengan tulisan tangan huruf Arab.
2. Tuanku Imam Bonjol
Imam Bonjol lahir di Bonjol, Pasaman, Sumatra Barat, pada 1772. Ia merupakan anak dari pasangan Bayanuddin dan Hamatun. Ayahnya adalah seorang alim ulama dari Sungai Rimbang, Suliki. Sebagai anak seorang anak alim ulama, Imam Bonjol tentu dididik dan dibesarkan dengan napas Islami.
            Beliau adalah pemimpin yang utama dalam perang Padri yang berlangsung dari tahun 1821-1837 yakni dalam 15 tahun lamanya.
            Tuanku imam bonjol dan kawan-kawannya yang dinamai kaum padri memperbarui dan menyempurnakan pendidikan dan pengajaran islam sesuai dengan didikan dan ajaran yang mereka bawa dari mekah. Tetapi kaum adat menentang pembaruan itu sehingga terjadilah pertentangan antara kaum padri dan kaum Adat. Dalam pertentangan itu kaum Padri mendapatkan kemenangan.  Karena hal itu maka kaum Adat menjalin kerjasama dengan Hindia –Belanda untuk membantunya melawan kaum Padri. Sebagai imbalannya, Hindia-Belanda mendapatkan hak akses dan penguasaan atas wilayah Darek (pedalaman Minangkabau).
Kendati disokong oleh kekuatan dan pasukan kolonial, dalam peperangan, kaum Padri tetap sulit ditaklukkan. Oleh karena itu, Hindia-Belanda, melalui Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch mengajak pemimpin kaum Padri yang kala itu telah diamanahkan kepada Imam Bonjol untuk berdamai. Tanda dari perjanjian damai tersebut adalah dengan menerbitkan maklumat Perjanjian Masang pada
            Namun, pemerintah Hindia-Belanda memang tidak sungguh-sungguh memiliki iktikad baik dan ingin berdamai dengan kaum Padri. Hindia-Belanda melanggar kesepakatan damai yang telah mereka buat dengan kaum Padri dengan menyerang Nagari Pandai Sikek.
            Pada 1833 kondisi peperangan pun berubah. Kaum adat akhirnya bergabung dan bahu membahu dengan kaum Padri melawan pasukan kolonial. Bersatunya kaum adat dan Padri ini dimulai dengan adanya kompromi yang dikenal dengan nama Plakat Puncak Pato di Tabek Patah. Dari sana lahirlah adat berdasarkan agama.
Bergabungnya kaum adat dan kaum Padri tentu semakin menyulitkan pasukan Hindia-Belanda. Kendati sempat melakukan penyerangan bertubi-tubi dan mengepung benteng kaum padri di Bonjol pada Maret hingga Agustus 1837, hal tersebut tak mampu menundukkan perlawanan kaum Padri. Hindia-Belanda bahkan tiga kali mengganti komandan perangnya untuk menaklukkan benteng kaum Padri tersebut.
            Sadar bahwa taktik dan strategi perangnya kalah oleh kaum Padri, pemerintah Hindia-Belanda pun mengambil jalan pintas. Pada 1837 mereka mengundang Imam Bonjol sebagai pemimpin kaum Padri ke Palupuh untuk kembali merundingkan perdamaian.
            Berbeda dengan sebelumnya, kali ini Hindia-Belanda memanfaatkan momen perundingan untuk menjerat Imam Bonjol. Sesampainya di Palupuh, Imam Bonjol ditangkap. Tak hanya ditangkap, pemimpin kaum Padri itu pun diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat.
Perjalanan pengasingan Imam Bonjol tak berhenti di sana. Dia sempat dibuang ke Ambon. Pengasingannya terhenti di Lotak, Minahasa, dekat Manado, Sulawesi Selatan. Di tempat pengasingannya yang terakhir itu Imam Bonjol menghembuskan napas terakhirnya pada 8 November 1864.
            Sosok Imam Bonjol memang sangat patut menjadi seorang pemimpin yang dimuliakan. Ia tidak hanya berjuang memurnikan ajaran dan nilai-nilai Islam, tapi ia pun rela mempertaruhkan hidupnya untuk melawan pemerintah kolonial Hindia-Belanda.
            Maka tanggal 28 Oktober 1837 itu dicatat sebagai permulaan penjajahan belanda di daerah Minangkabau dn berakhir penjajahan itu pada tanggal 17 Agustus 1945 setelah di[proklamasikan kemerdekaan Indonesia.
            Oleh sebab itu pendidikan dan pengajaran islam selama masa penjajahan Belanda menjadi mundur adanya, tetapi meskipun begitu pendidikan islam di Surau dan di Masjid tetap tegak berdiri walaupun pemerintah penjajah telah mendirikan beberapa sekolah sebagai saingan surau-surau itu.
3.H. Muhd. Thaib Umar
            lahir pada tanggal 8 Syawal 1291 H (1874 M), beliau mendirikan :
  1. Surau / Madrasah Sungayang ( pada tahun 1315 H/ 1897 M), dalam tingkat pertama mengadakan perubahan dari sistim lama menjadi masa perubahan, sehingga pelajaran ilmu – ilmu agama bertambah banyak dan mendalam dan kitab-kitab agama dan bahasa Arab telah banyak dikaji dan dipelajari. Pada tingkat pertama  kurang lebih 8 tahun lamanya, maka banyaklah ulama –ulama keluaran dari Surau Sungayang.
  2. Tingkat kedua : pada tahun 1909 M beliau mendirikan Sekolah Agama di Lantai Batu, Batu Sangkar. Sekolah Agama itu mendapat perhatian besar dari orang tua, sehingga beratas-ratus murid yang masuk sekolah agama itu. Kemudian Sekolah Agama diserahkan oleh beliau kepada Guru –guru Agama di Batu Sangkar untuk meneruskannya.
Usaha dan Jasa Almarhum H.M. Thaib Umar:
a.       Selain mengajarkan ilmu agama dan bahasa Arab, beliau banyak pula mengarang dan menjawab  soal –soal agama dalam majalah Al –Munir Padang tahun 1911-1916
b.      Mengarang khutbah jum’at dan Hari Raya dalam bahasa Melayu dan dicetak dengan huruf Arab –Melayu
c.       Karangan beliau berupa syair –syair serta kitab –kitab
d.      Beliau yang mendidik Mahmud Yunus mengarang dalam surat kabar bernama Al – Akhbar.
BAB III
PENUTUP
  1. Kesimpulan
            Dalam paparan atau penjelasan diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa Pendidikan Islam di Minangkabau mulai dari seelu tahun 1900 sampai Indonesia Merdeka mengalami perubahan yang begitu pesat dengan banyaknya sekolah – sekolah hingga didirikannya Universitas.
            Banyak tokoh – tokoh pendiri pendidikan Islam di Minangkabau dan juga karya –karya yang mereka tinggalkan ketika sudah wafat.
  1. Saran
            Tentunya dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA


Arikunto, Suharsimi. 1989. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Darajat, Zakiah. 2001. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Fred Percival dan Henry Ellington. 1998. Teknologi Pendidikan, terj. Sujarwo S. Jakarta: Airlangga.
Hasmiati. 2016. Kedudukan Evaluasi dalam Pendidikan Islam. Jurnal Al-Qalam, Vol 8, No 1: 11-21.
Sudjiono, Anas. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo.
Suharna, Ano. 2016. Evaluasi Pendidikan Perspektif Islam. Jurnal Qathrunâ, Vol 3 No. 2: 49-68.
Yunus, Mahmud.1996. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: PT.Hidakarya Agung


Comments

Popular posts from this blog

LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM SUMATERA THAWALIB PARABEK BUKITTINGGI, RISKI BAYU PRATAMA

PERADABAN PADA MASA KERAJAAN ISLAM DEMAK (TAHUN 1518 – 1549 M), Ilham Bahari

PROSES PENDIDIKAN ISLAM DI SUMATERA BARAT, JAKFAR